Siapa yang benar benar menggunakan akal?
Imam Al Haramain Al Juwaini berkata:
العقل لا يدل على حسن شيئ ولا قبحه في حكم التكليف، وإنما يتلقى التحسين والتقبيح من موارد الشرع وموجب السمع.
Akal pikiran tidak dapat mengetahui baik dan buruknya sesuatu bila berkaitan dengan hukum taklif (hukum agama), baik dan buruk sesuatu hanya bisa diketahui dari dalil dalil syar’i dan dalil naqli. (Al Irsyad oleh Al Juwaini 258)
Namun demikian, Ketika berbicara dalam ilmu fiqih, Imam Al Juwaini dan yang sepaham dengannya menggunakan dalil Qiyas yang benar benar bertumpu pada penetapan ‘illah (alasan penetapan suatu hukum). Dan illah suatu hukum adalah kemaslahatan yang hendak diwujudkan dari penetapan suatu hukum atau madharat yang hendak dicegah dengan penetapan hukum tersebut.
Sedangkan penetapan ‘illah suatu hukum dapat ditempuh dengan berdasarkan dalil, ada ada pula yang dilakukan melalui ijtihad, alias penggunaan akal pikiran untuk mengetahui maslahat yang hendak dicapai dari penetapan suatu hukum.
Adapun Ibnu Taimiyyah, beliau membagi syari’at menjadi 3 kelompok:
1. Syari’at syari’at yang setiap manusia berakal sehat dapat mengetahui kebaikan atau keburukannya, walau tanpa turun syari’at. Dengan demikian syari’at menetapkan hukum yang sejalan dengan tuntutan akal sehat. Semisal jujur, dermawan, berbakti kepada orang tua dan lainnya.
2. Syari’at memerintahkan sesuatu maka ia menjadi baik dan melarang sesuatu lainnya makai a menjadi buruk, semua itu murni karena adanya perintah dan larangan, semisal menghadap ke Ka’bah ketika shalat yang sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis, baik buruknya arah tersebut benar benar hanya diketahui berdasarkan adanya perintah atau larangan.
3. Syari’at yang benar benar merupakan ujian untuk menguji kadar kepatuhan hamba kepada Allah Ta’ala, semisal perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail alaihimassalam.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa ada sekte ekstrim kiri sehingga beranggapan bahwa smua syari;at masuk dalam kelompok ketiga, murni ujian tanpa ada ruang bagi akal untuk memahami hikmah dan tujuannya.
Dan ada kelompok ekstrim kanan sehingga beranggapan bahwa semua syari’at harus bisa dinalar maksud dan tujuannya.
Dan kemudian beliau menjalaskan bahwa ahlussunnah moderat dalam penggunaan akal pikiran, sehingga akal dapat mengetahui baik buruknya Sebagian syari’at dan tidak mampu mengetahui Sebagian lainnya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 8/431-436)
Menarik bukan mempelajari ilmu agama secara terbuka ? yuk, daftarkan diri anda di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma