KAUL KADIM & JADID:
AFDAL SALAT TARAWIH MUNFARID DARIPADA BERJEMAAH (Bag.2)
Sebagaimana status saya yang lalu, bahwa Imam Nāṣirussunnah Asy-Syāfi‘ī (w. 204 H) raḥmatullāh ‘alayh menuturkan dalam Al-Umm (2/150):
التطوع وجهان: صلاة جماعة، وصلاة المنفردة. وصلاة جماعة مؤكدة، فلا أجيز تركها لمن قدر عليها بحال، وهو: صلاة العيدين، وكسوف الشمس والقمر، والاستسقاء. فأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب إلي منه، وأوكد صلاة المنفرد –وبعضه أوكد من بعض– الوتر، وهو يشبه أن يكون صلاة التهجد، ثم ركعتا الفجر،..
“Salat At-Taṭawwu‘ (sunah) ada dua jenis: salat berjemaah dan salat sendirian. Salat berjemaah sangat dituntut, maka aku tidak mengizinkan sama sekali orang yang mampu melakukannya meninggalkannya, yaitu: dua salat Id, salat Gerhana Matahari dan Bulan, serta salat Istisqā‘ (meminta hujan). Adapun qiyām bulan Ramadan (yaitu salat tarawih) maka salat sendirian lebih aku sukai dibanding berjemaah. Dan salat sendirian (lain) yang paling dituntut –sebagiannya lebih kuat tuntutannya dibanding yang lain– ialah witir, dan ia lebih dekat sama dengan salat tahajud, kemudian dua rakaat fajar,..”
Kalimat {فأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب إلي منه} ini selaras/semakna dengan Kaul Kadim Imam Asy-Syāfi‘ī, sebagaimana disebutkan oleh Imam Abū Bakr Al-Bayhaqī (w. 458 H):
قال الشافعي في القديم : وإن صلى رجل لنفسه في بيته في رمضان فهو أحب إلي
Asy-Syāfi‘ī berkata dalam (Qawl) Al-Qadīm: “Sesungguhnya orang yang salat sendirian di rumahnya pada bulan Ramadan maka itu lebih aku sukai”. [Ma‘rifatus-Sunan wal-Āṡār, no. 5395]
Akan tetapi, kaul kadim dan kaul jadid diatas masih menimbulkan multitafsir dikalangan ulama mazhab Syafii, apakah qiyām/salat Ramadan secara sendirian disitu bermakna salat sunat munfarid secara umum (termasuk tarawih) atau terkecuali tarawih?
Yang tepat adalah salat sunat munfarid secara umum (termasuk tarawih), dikarenakan kalam Imam Asy-Syāfi‘ī dalam kaul kadim tsb dinukilkan oleh Imam Al-Marwazī Asy-Syāfi‘ī (w. 294 H) dalam bab qiyām yang mencakupi tarawih dan witir:
وقال الشافعي: إن صلى رجل لنفسة في بيته في رمضان، فهو أحب إلي، وإن صلى في جماعة فهو حسن.
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Sesungguhnya orang yang salat sendirian di rumahnya pada bulan Ramadan, maka itu lebih aku sukai. Dan jika ia melakukannya secara berjemaah maka itu baik.” [Qiyām Ramaḍān, no. 134]
Kaul Kadim yang membahas tentang keafdalan salat tarawih (sekaligus witir) secara sendirian disisi Imam Asy-Syāfi‘ī ini juga disebutkan oleh Imam Majduddīn Ibnul-Aṡir Al-Jazarī (w. 606 H) dalam bab tentang Salat Tarawih dikitab Asy-Syāfī Syarḥ Musnad Asy-Syāfi‘ī (1/684).
Adapun kalam Imam Asy-Syāfi‘ī dalam Kaul Jadid tentang qiyām Ramadan itu tentu juga bermaksud salat tarawih, sebagaimana diterangkan oleh Imam Al-Muzannī (w. 264 H) bahwa sang Mahaguru berkata:
فأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب إلي منه، ورأيتهم بالمدينة يقومون بتسع وثلاثين وأحب إلي عشرون لأنه روي عن عمر، وكذلك يقومون بمكة ويوترون بثلاث
“Adapun qiyām bulan Ramadan maka salat sendirian lebih aku sukai dibanding berjemaah, aku melihat orang² di Madinah salat 39 rakaat (tarawih plus witir), dan aku lebih menyukai (salat tarawih) 20 rakaat berdasarkan riwayat dari ‘Umar, hal seperti ini saya lihat di Makkah yang ditambah dengan witir 3 rakaat.” [Mukhtaṣarul-Muzannī, hal. 34]
Dengan demikian, takwilan² yang berbeda dengan kalam Imam Asy-Syāfi‘ī secara harfiah itu rapuh, sebab utamanya adalah dalam kaul kadim dan kaul jadid, Imam Asy-Syāfi‘ī berpendapat bahwa ia menyukai salat tarawih sendirian, atau (dengan kata lain) lebih utama salat tarawih sendirian dibanding berjemaah, tentu dengan syarat sebagaimana yang telah saya sebutkan pada tulisan sebelumnya. [Bersambung]
Semangat Ramadan 1442 H,
Alfan Edogawa