Sabtu, 29 April 2023

Mendudukkan dalil aqli (Qiyas)

Mendudukkan dalil aqli (Qiyas)  

Imam Syafii rahimahullah berkata:
ونحكم بالاجماع ثم القياس وهو أضعف من هذا ولكنها منزلة ضرورة لانه لا يحل القياس والخبر موجود كما  يكون التيمم طهارة في السفر عند الاعواز من الماء ولا يكون طهارة إذا وجد الماء إنما يكون طهارة في الاعواز وكذلك يكون ما بعد السنة حجة إذا أعوز من السنة
Dan kami menetapkan hukum berdasarkan ijma’ ulama’ (consensus), kemudian dengan Qiyas, sedangkan Qiyas itu kedudukannya lebih lemah dibanding Ijma’. Namun berdalil dengan Qiyas itu adalah kondisi darurat, karena tidak halal berdalil dengan Qiyas bila ternyata ada dalil naqli (khabar). 

Bagaikan bertayammum sah menjadi metode bersuci di saat safar bila tidak mendapatkan air, dan t idak dapat menjadi metode bersuci bila terdapat air.  Tayammum menjadi media bersuci bila tidak ada dalil naqli (khabar).

Demikian pula halnya dengan kedudukan Qiyas sebagai dalil setelah As Sunnah, dapat dijadikan dalil bila tidak ada dalil dari As Sunnah. (Akhir Kitab Ar Risalah oleh Imam As Syafii).

Para ulama’ ushul fiqih salah satunya Az Zarkasyi menjelaskan pernyataan Imam Syafii di atas bahwa seorang ahli fiqih tidak dibenarkan untuk menetapkan satu hukum dengan berdalilkan Qiyas, melainkan bila tidak menemukan dalil naqli. (Al Bahru Al Muhith)

Adapun berdalil dengan Qiyas yang sejalan dengan dalil Naqli; Al Qur’an atau As Sunnah, sehingga dalil Qiyas menguatkan dalil Naqli maka itu tidak mengapa.

Yang dipersoalkan dan ditentang oleh para ulama’ diantaranya oleh Imam As Syafii di atas ialah bila anda menetapkan hukum hanya berdasarkan dengan Qiyas (dalil aqli) tanpa menghiraukan dalil Naqli, atau bahkan sadar bertentangan atau menolak dalil Naqli, maka itu adalah satu kesalahan besar.

Karena itu dalam teori ushul fiqih, suatu Qiyas yang bertentangan dengan dalil Naqli disebut dengan Qiyas Fasid Al I’itibar (Qiyas yang tidak pada tempatnya alias tertolak). 

Sebagaimana para ulama’ juga menegaskan bahwa dalil Aqli (Qiyas) hanya berlaku pada hal hal yang dapat dinalar alasannya . Adapun hal hal yang bersifat gaib, atau ta’abbudi, maka tidak berlaku dalil Naqli/Qiyas .

Kenapa? 

Alasannya karena Qiyas bertumpu pada kepastian ‘illah (alasan penetapan suatu hukum), sedangkan dalam hal gaib atau yang bersifat ta’abbudi, maka illah penetapan hukumnya tidak diketahui, sehingga tidak memungkinkan adanya praktek Qiyas.

Anda semakin tertarik mempelajari dalil Qiyas dan metode kritik terhadap dalil Qiyas? Daftarkan segera diri anda di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/ selagi kesempatan masih terbuka.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma