Senin, 24 April 2023

Puasa sunnah yang paling utama adalah puasa yang tidak sampai membuat tubuh menjadi lemah sehingga meninggalkan ibadah yang lebih utama (dari puasa sunnah tersebut), yaitu ibadah yang lebih ditekankan yang kaitannya dengan hak-hak Allah ta’ala dan hak-hak sesama hamba.

Puasa sunnah yang paling utama adalah puasa yang tidak sampai membuat tubuh menjadi lemah sehingga meninggalkan ibadah yang lebih utama (dari puasa sunnah tersebut), yaitu ibadah yang lebih ditekankan yang kaitannya dengan hak-hak Allah ta’ala dan hak-hak sesama hamba.
Yang pertama, yang kaitannya dengan hak Allah ta’ala, semisal jika puasa justru menyebabkan tubuh lemah hingga meninggalkan shalat, dzikir, atau belajar/ mencari ilmu. Oleh sebab inilah ada ulama yang menjelaskan bahwa alasan dilarangnya berpuasa di hari Jum’at dan di hari ‘Arafah adalah sebab puasa pada dua hari itu bisa membuat tubuh lemah sehingga tidak bisa maksimal dalam berdzikir dan berdo’a pada dua hari mulia tersebut. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedikit puasanya, kata beliau: “Sungguh, puasa mencegahku dari membaca Al Qur-an, padahal membaca Al Qur-an lebih saya suka”. Membaca Al-Qur’an itu lebih utama daripada puasa sunnah, sebagaimana dinyatakan oleh Imam Sufyan Ats Tsauri dan para imam lainnya, begitu juga belajar dan mengajarkan ilmu yang bermanfaat, lebih utama daripada puasa sunnah.
Para Imam Madzhab yang empat telah sepakat menyatakan bahwa menuntut ilmu itu lebih utama daripada shalat sunnah, dan shalat sunnah lebih utama daripada puasa sunnah, maka berarti menuntut ilmu itu dua kali lebih utama daripada puasa sunnah. Mengapa demikian?, sebab ilmu adalah lentera yang menjadi sumber cahaya dalam gelapnya kebodohan dan hawa nafsu.
Imam Ibnu Sirin radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sungguh telah banyak orang yang meninggalkan menuntut ilmu dan lebih memilih mihrab, lalu mereka habiskan waktu mereka hanya dengan shalat dan puasa tanpa didasari ilmu. Demi Allah, tidak seorangpun beramal tanpa didasari ilmu melainkan kerusakan yang akan ia timbulkan itu jauh lebih banyak daripada kemaslahatan yang akan ia raih.” 

Yang kedua, yang kaitannya dengan hak sesama hamba, semisal jika berpuasa bisa membuat tubuh lemah sehingga tidak mampu bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga atau tidak mampu memenuhi hak-hak pasangan (suami atau istri). Ketika seperti ini maka meninggalkan puasa sunnah lebih utama daripada menelantarkan hak mereka.

Penggalan dari kitab Lathaiful Ma’arif karya Imam Ibnu Rajab Al Hambali.

-•×•-

Tulisan di atas bukan hendak menggembosi yang gemar puasa sunnah, tapi itu adalah arahan dari ulama agar kita tahu skala prioritas dalam beribadah. Wa Allah ta'ala a'lam 

Toko Buku & Kitab
MAKTABAH DARUN NAJAH
https://wa.me/6287761766288