#Fatwa Ulama
*Sholat_Di_Jalan_dan_hotel_Dekat_Masjidil_Haram*
Ditanyakan kepada Syaikh Dr. Ashim bin Abdillah al-Qoryuthi hafizhahullah dan Syaikh Dr. Abdul Bari al Hindy hafizhullah.
Hukum I’tikaf dengan menggunakan aula hotel seperti hotel Hilton atau shofwa dan sebagian orang menganggap karena itu bisa dijadikan alternatif untuk tempat i’tikaf?
Beliau berdua hafizhahumullah menjawab:
Hotel itu bukanlah masjid, dan jalan-jalan sekitar masjidil Haram juga bukanlah masjid, Begitupun tempat-tempat terbuka sekitar masjidil Haram bukanlah masjid. Namun ketika masjid itu penuh, dan jama'ah membludak sampai jalan-jalan, dan shof-shof pun bersambung maka itu bisa disebut sebagai bagian dari masjidil Haram saat terjadinya sholat, sedangkan setelah sholat selesai maka itu bukanlah masjid dan bukan bagian dari masjidil haram.
Yaitu bisa kita katakan, bahwa apabila masjidil Haram penuh, pelataran penuh membludak, jalan-jalan juga dipenuhi oleh orang-orang yang ingin sholat, hotel-hotel juga penuh , shofnya menyambung, dan jika sholat selesai maka selesai pula hukum menyambungnya dengan masjidil haram. Dan selain0-selain tempat itu juga tidak bisa dikatakan masjid maupun musholla baik sebelumnya atau sesudahnya sholat, yaitu ditempat tempat tersebut tidak bisa dikatakan masjid sehingga ketika orang ada yang sholat sunnah di aula masjid itu bukanlah termasuk sholat di masjidil haram. Begitupun tidak bisa dijadikan aula hotel sebagai tempat i'tikaf karena tidak menyambung dengan masjidil haram diluar waktu sholat.
Demikian jawaban beliau berdua hafizhahumullah.
Tambahan shof bersambung itu adalah dari akhir shof bisa menyambung, melihat barisan shof dan mendengar suara imamnya.
Penanya: Akhukum Zaki Rakhmawan Abu Usaid.
Semoga bermanfaat.