Di antara maksud "shalat bersama pemimpin yang adil maupun fajir" adalah keabsahan shalat di belakang mereka. Ini benar. Jangankan dalam syarah-nya, dalam matannya pun disebutkan seperti itu.
Tapi membatasi makna tersebut dan tidak mengakui makna lain berupa kebersamaan shalat bersama penguasa, ini juga tidak benar. Karena:
1. Yang disebutkan bukan cuma shalat jumat, jamaah, dan ied, tapi juga zakat, haji, puasa, jihad. Semua hal ini adalah wewenang penguasa. Dalam Syarh Al Aqidah Wasithiyah disebutkan:
فإن هذه الأمور من الحج والجمع والأعياد والجهاد لا يقوم إلا ولاة الأمور
"Karena semua hal di atas, yaitu haji, shalat jumat, hari raya, dan jihad, tidaklah ditegakkan kecuali oleh pemerintah"
Dan ketika menjelaskan poin ini, mereka mengaitkan ke masalah ushul ketaatan kepada penguasa, dan memang bab ini selalu disebutkan bersamaan dengan ushul tsb. Begitu pula perkataan Hasan Al Bashri dan yang lainnya bahwa hal-hal di atas adalah wewenang penguasa.
Ibnu Abil Izz al Hanafi juga ketika menjelaskan poin tersebut dalam Syarh Al Aqidah Ath Thahawiyah, beliau mengatakan:
وقد دلت نصوص الكتاب والسنة وإجماع سلف الأمة أن ولي الأمر ، وإمام الصلاة ، والحاكم ، وأمير الحرب ، وعامل الصدقة - : يطاع في مواضع الاجتهاد ، وليس عليه أن يطيع أتباعه في موارد الاجتهاد ، بل عليهم طاعته في ذلك ، وترك رأيهم لرأيه ، فإن مصلحة الجماعة والإئتلاف ، ومفسدة الفرقة والإختلاف ، أعظم من أمر المسائل الجزئية
"Nash-nash dari Al Quran dan Sunnah serta Ijma' Salaful Ummah menunjukkan bahwa pemerintah, imam shalat, hakim/penguasa, pemimpin pasukan, dan amil zakat, mereka ditaati dalam perkara-perkara yang bersifat ijtihad. Mereka tidak wajib mentaati pengikutnya dalam persoalan ijtihad, justru wajib bagi pengikutnya mentaati pemimpin dan meninggalkan pendapat pribadinya demi pendapat pemimpin. Hal ini karena maslahat persatuan dan kerukunan, serta bahaya dari perpecahan dan perselisihan lebih besar daripada masalah-masalah yang bersifat cabang.."
2. Justru ditekankan untuk shalat bersama penguasa walaupun nantinya dia harus mengulang shalatnya. Imam Al Barbahari mengatakan dalam Syarhus Sunnah:
وإذا كان إمامك يوم جمعة جهمياً، وهو سلطان فصل خلفه وأعد صلاتك
"Jika imam shalat jumatmu seorang Jahmiyah, dan dia adalah penguasa, maka shalatlah di belakangnya, dan ulangilah shalatmu"
Dalam hadits yang masyhur juga disebutkan akan datang para penguasa yang mengakhirkan shalat, maka Nabi memerintahkan untuk shalat di awal waktu, kemudian mengulangi shalat bersama mereka. Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad menjelaskan:
ويكون في ذلك جمع بين الإتيان بالصلاة في وقتها الاختياري وبين جمع الكلمة وعدم الفرقة ومتابعة الأئمة في الصلاة
"Dengan cara ini, seseorang menggabungkan dua kebaikan, yaitu shalat di waktu yang terbaik, dan persatuan serta meninggalkan perpecahan, serta mengikuti para pemimpin dalam shalat"
Dalam Mausu'ah Haditsiyah juga disebutkan tujuannya adalah:
حتَّى لا تُشَقَّ عَصا المسلِمين بإظهارِ مُخالَفةِ الأمراءِ وعدَمِ الصَّلاةِ معَهم
"Agar tidak terpecah persatuan kaum muslimin dengan menampakkan penyelisihan terhadap penguasa dan tidak mau shalat bersama mereka"
3. Banyak ushul yang disebutkan di kitab2 aqidah dalam rangka menyelisihi ahlul bid'ah, ini betul sekali. Misal mendoakan kebaikan bagi penguasa krn khawarij melakukan hal sebaliknya, dst. Dan termasuk syiar Khawarij adalah mereka tidak mengakui penguasa, menyelisihi penguasa, tidak mau taat kepada keputusan mereka (Ingat, yang disebut keputusan/perintah ulil amri bukan terbatas pada perintah yang kalau dilanggar ada hukumannya dari penguasa. Ini pemahaman tidak benar). Maka seyogyanya kita tidak menyerupai khawarij dengan mengakui otoritas penguasa dan membersamai pemerintah dalam ibadah-ibadah jama'i.
Akhirul kalam, ini hanyalah usaha untuk menyatukan manusia di atas al jama'ah. Toleransi tentu tetap diberikan bagi yang berpendapat berbeda, karena toleransi itu bermakna membiarkan dan tidak memaksa. Tapi hal itu tidak menghalangi diskusi ilmiah dan menegakkan hujjah meskipun sebagian orang menyebutnya sebagai "keributan" karena memang tidak terbiasa dengan diskusi.
In the end, bagi yang tidak menganggap bersatu dalam puasa dan 'ied bersama penguasa sebagai masalah ushul, juga tidak apa-apa. Semoga ini tidak mempengaruhi persaudaraan kita semua. Naktafi bihadzal qadr.
Ustadz ristiyan ragil