Kesepakatan Imam 4 Mazhab Untuk Tidak Menerapkan Hisab Dalam Penentuan Awal dan Berakhirnya Puasa Ramadhan
Al-Wazir Ibnu Hubairah rahimahullah, Ulama yang wafat tahun 560 Hijriyah menyatakan:
وَاتَّفَقُوا على أَنه لَا اعْتِبَار بِمَعْرِفَة الْحساب والمنازل فِي دُخُول وَقت الصَّوْم على من عرف ذَلِك وَلَا على من لم يعرفهُ وَإِن ذَلِك إِنَّمَا يجب عَن رُؤْيَة أَو إِكْمَال عدد أَو وجود عِلّة على مَا تقدم من اتِّفَاقهم على ذَلِك. على مَا اتَّفقُوا عَلَيْهِ مِنْهُ. وَاخْتلفُوا خلافًا لِابْنِ سُرَيج من الشَّافِعِيَّة. قَالَ الْمُؤلف: على أَن ابْن سُرَيج إِنَّمَا قَالَ هَذَا فِي مَا يظنّ من الِاحْتِيَاط لِلْعِبَادَةِ إِلَّا أَنهم شذوه مِنْهُ لِأَنَّهُ لَا يَأْمَن احتياطه لِلْعِبَادَةِ بِمَا يتْرك للمنجمين مدخلًا فِي عبادات الْمُسلمين وَالنَّبِيّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: “صُومُوا لرُؤْيَته وَافْطرُوا لرُؤْيَته”، وَلم يقل: صُومُوا لِلْحسابِ وَافْطرُوا لَهُ. وَاتَّفَقُوا على أَن ذَلِك إِنَّمَا يجب من رُؤْيَة أَو إِكْمَال عدد أَو وجود عِلّة
(Keempat imam madzhab fiqh) sepakat bahwasanya ilmu tentang hisab dan tempat-tempat peredaran (matahari, bulan, dan bintang) tidaklah diperhitungkan untuk menentukan masuknya waktu puasa (Ramadhan). Hal itu tidak bisa diterapkan baik bagi orang yang mengetahui tentang ilmu itu ataupun bagi yang tidak mengetahuinya. Penentuan awal puasa itu hanyalah wajib berdasarkan rukyah (melihat hilal), atau menyempurnakan bilangan hari, atau adanya kendala (karena hilal tidak mampu terlihat, pent). Seperti yang telah disebutkan terdahulu kesepakatan dan perselisihan pendapat mereka (terkait rincian hal itu). Berbeda dengan Ibnu Suraij dari kalangan Ulama Syafiiyyah yang berpendapat ganjil. Ibnu Suraij berpandangan seperti itu (mempertimbangkan hisab) berdasarkan dugaan untuk berhati-hati dalam masalah ibadah. Tapi ia berpandangan ganjil (menyendiri dari pendapat Ulama lainnya). Karena sikap kehati-hatian dalam ibadah itu justru bisa menjadi celah bagi para ahli nujum untuk mencampuri urusan ibadah kaum muslimin. Sedangkan Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda (yang artinya): Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah (rayakan Iedul Fitri) karena melihatnya. BELIAU TIDAK BERSABDA: Berpuasalah berdasarkan hisab dan berbukalah (laksanakan Iedul Fitri) karena berdasarkan hisab. Para imam 4 madzhab sepakat bahwasanya hal itu (ketetapan permulaan puasa Ramadhan dan berakhirnya) hanyalah wajib berdasarkan rukyat (melihat hilal), atau menyempurnakan jumlah hari, atau adanya kendala (karena hilal tidak mampu terlihat, pent).
(Ikhtilaful Aimmah al-Ulama’ 1/233-234).
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy rahimahullah menyatakan:
وَقَالَ بن الصَّبَّاغِ أَمَّا بِالْحِسَابِ فَلَا يَلْزَمُهُ بِلَا خِلَافٍ بَين أَصْحَابنَا قلت وَنقل بن الْمُنْذِرِ قَبْلَهُ الْإِجْمَاعَ عَلَى ذَلِكَ
Ibnus Shobbaagh berkata: Adapun hisab tidaklah bisa diterapkan (untuk penentuan awal dan akhirnya puasa Ramadhan, pent). Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan Sahabat kami. Saya (Ibnu Hajar) menyatakan: Ibnul Mundzir sebelumnya telah menukil kesepakatan Ulama akan hal itu (ditinggalkannya ilmu hisab dalam penentuan awal atau akhir puasa Ramadhan).
(Fathul Baari 4/123)
Al-Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah – wafat tahun 463 H- menyatakan:
وَلَمْ يَتَعَلَّقْ أَحَدٌ مِنْ فُقَهَاءِ الْمُسْلِمِينَ فِيمَا عَلِمْتُ بِاعْتِبَارِ الْمَنَازِلِ فِي ذَلِكَ وَإِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ رُوِيَ عَنْ مُطَرِّفِ بْنِ الشِّخِّيرِ وَلَيْسَ بِصَحِيحٍ عَنْهُ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَلَوْ صَحَّ مَا وَجَبَ اتِّبَاعُهُ عَلَيْهِ لِشُذُوذِهِ وَلِمُخَالِفَةِ الْحُجَّةِ لَهُ
Tidak ada seorang pun dari para ahli fiqh kaum muslimin, berdasarkan yang saya ketahui, memperhitungkan peredaran (matahari, bulan, bintang) untuk menentukan hal itu (masuk atau berakhirnya Ramadhan). Itu hanya suatu (pendapat) yang diriwayatkan dari Muthorrif bin asy-Syikhkhir namun tidaklah benar bahwa itu pendapat beliau. Wallaahu A’lam.
Kalau seandainya benar bahwa beliau berpendapat demikian, tidaklah wajib diikuti karena pendapat itu ganjil (menyelisihi para Ulama lainnya) dan menyelisihi hujjah (dalil yang jelas dari Nabi shollallahu alaihi wasallam).
(atTamhid li maa fil Muwaththa’ minal Ma’aniy wal Asaaniid 14/352)
Karena itu kami bersyukur bahwa pemerintah muslim di negara Republik Indonesia ini masih menggunakan patokan rukyatul hilal dalam menetapkan awal Ramadhan maupun awal Syawal (Iedul Fitri). Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan taufiq, pertolongan, dan rahmat-Nya kepada pemerintah Indonesia dan segenap pemerintah kaum muslimin di mana pun mereka berada.
https://itishom.org/blog/artikel/ahkam/kesepakatan-imam-4-mazhab-untuk-tidak-menerapkan-hisab-dalam-penentuan-awal-dan-berakhirnya-puasa-ramadhan