SALAT TARAWIH: LEBIH AFDAL MUNFARID ATAU BERJAMAAH
Syaykhul-Islām Abū Isḥāk Asy-Syīrazī (w. 476 H) raḥmatullāh ‘alayh menyebutkan:
والأفضل أن يصليها في جماعة نص عليه في البويطي، لما روي عن عمر رضي الله عنه أنه جمع الناس على أبى بن كعب رضي الله عنه فصلى بهم التراويح، ومن أصحابنا من قال فعلها منفردا أفضل، لأن النبي صلى الله عليه وسلم صلى ليالي فصلوها معه، ثم تأخر وصلى في بيته باقى الشهر
“Yang afdal adalah melaksanakan salat tarawih secara berjemaah, ini yang dinaskan dalam (Mukhtaṣar) Al-Buwayṭī karena diriwayatkan bahwa ‘Umar RA mengumpulkan kaum muslimin kepada Ubay bin Ka‘ab RA, lalu salat tarawih bersama mereka. Sebagian ulama kami (Asy-Syāfi‘iyyah) ada yang mengatakan bahwa salat tarawih lebih utama sendirian (munfarid), karena Baginda Nabi SAW mengerjakan salat tarawih beberapa malam, kemudian sahabat ikut salat bersama Nabi SAW, lalu Nabi SAW undur diri dan salat (munfarid) di rumahnya pada sisa bulan...” [Al-Muhażżab fī Fiqhil-Imām Asy-Syāfi‘ī, 1/159]
Dari keterangan ini dapat kita pahami bahwa dalam khazanah Mazhab Syafii terdapat dua pendapat tentang keafdalan salat tarawih, secara berjemaah ataukah munfarid. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam memahami kalam Imam Nāṣirussunnah Asy-Syāfi‘ī (w. 204 H), sebagaimana disebutkan oleh Imam Muḥyiddīn An-Nawawī (w. 676 H):
قال أصحابنا : وسبب هذا الخلاف أن الشافعى رحمه الله ، قال في المختصر : وأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب الى منه
“Ulama Mazhab Syafii mengatakan: Sebab adanya perbedaan ini adalah bahwa Asy-Syāfi‘ī pernah berkata dalam kitab Al-Mukhtaṣar; Adapun qiyām di bulan Ramadan, maka salat sendirian lebih aku sukai dibanding berjemaah.” [Al-Majmū‘ Syarḥ Al-Muhażżab, 3/499]
Kitab Al-Mukhtaṣar yang dimaksud adalah karya Imam Al-Muzannī, sebab termaktub dalam kitab Mukhtaṣarul-Muzannī (hal. 34), dan selaras dengan kalam Imam Asy-Syāfi‘ī yang termaktub dalam Al-Umm (2/150):
فأما قيام شهر رمضان فصلاة المنفرد أحب إلي منه،
Dengan demikian, Imam Ibnul-Maḥāmilī (w. 415 H) menandaskan:
وهي عشرون ركعة، ويستحب فيها الإفراد، فإن صلى بجماعة لم يكره، ويصلي الوتر بعدها.
“Salat Tarawih itu 20 rakaat, dianjurkan dilakukan secara munfarid, jika dilakukan secara berjemaah tidak dibenci...” [Al-Lubāb fil-Fiqh Asy-Syāfi‘ī, hal. 46]
Akan tetapi, keafdalan salat tarawih secara munfarid ini tidak mutlak tapi bersyarat, sebagaimana disebutkan oleh Imam Abū ‘Īsā At-Tirmiżī:
واختار الشافعي أن يصلي الرجل وحده إذا كان قارئا.
“Asy-Syāfi‘ī memilih (berpendapat) bahwa seseorang salat (tarawih) sendirian jikalau dia seorang Qari.” [Al-Jāmi‘ Al-Kabīr, 2/329]
Oleh karena itu, dari beberapa kutipan diatas dan keterangan para ulama lainnya, dapat disimpulkan bahwa Imam Asy-Syāfi‘ī berpendapat bahwa seseorang yang bagus bacaan Al-Quran itu lebih utama (afdal) salat tarawih sendirian. Pendapat inilah yang saya pilih, jikalau mendapati imam tarawih tidak bagus bacaannya atau kalah bagus dengan bacaan saya, maka saya salat tarawih munfarid atau mengimami keluarga sendiri. Adapun jika mendapati imam tarawih lebih bagus bacaannya dari saya atau minimal selevel, maka saya memilih salat berjemaah. [bersambung]
Bagaimana dengan Anda?
Semangat Ramadan 1442,
Alfan Edogawa