Selasa, 21 April 2020

HUKUM MEMASANG WALLPAPER

HUKUM MEMASANG WALLPAPER

Suatu ketika shahabi jaliil Abdullah bin Umar radhiyallahu anhu "ngunduh mantu" atas pernikahan anaknya Saalim bin Abdullah, lalu beliau pun mengundang orang-orang diantara yang diundang adalah Abu Ayyub radhiyallahu anhu, tatkala Abu Ayyub tiba di kediaman Ibnu Umar, maka beliau melihat dinding rumah Ibnu Umar ditutupi dengan kain hijau, maka Abu Ayyub berkata :
يَا عَبْدَ اللَّهِ أَتَسْتُرُونَ الْجُدُرَ
"Wahai Abdullah, apakah engkau menutupi dinding (rumah)?",
Maka dengan malu Abdullah bin Umar menjawab : "aku dikalahkan para wanita, wahai Abu Ayyub".
Maka Abu Ayyub menanggapi : "lantas siapa lagi orang yang aku harapkan tidak takut kepada wanita?", Lalu beliau pun berkata :
وَاللَّهِ لَا أَطْعَمُ لَكُمْ طَعَامًا فَرَجَعَ
"Demi Allah, aku tidak mau makan makanan kalian, lalu beliau pun langsung pulang."

Atsar diatas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad bersambung yang shahih dan asalnya ada pada shahih Bukhari secara mu'alaq.

Al Hafizh Ibnu Hajar dalam "Fath al-Bariy" tatkala menjelaskan fiqih hadits ini mengungkapkan bahwa bisa jadi hukum dari menutupi dinding dengan kain adalah makruh tidak sampai haram dengan dalil sebagian sahabat yang menghadiri walimah Ibnu Umar radhiyallahumaa tetap duduk, seandainya haram tentu mereka juga akan bersikap sebagaimana sikap Abu Ayyub dan Ibnu Umar tidak akan melakukannya atau boleh jadi Abu Ayyub berpendapat haramnya hal tersebut sehingga beliau balik kanan, sedangkan sahabat lain yang masih duduk memandang hal tersebut adalah mubah.

Agaknya pendapat makruhnya hal ini lebih tepat, salah seorang Aimah Tabi'in Maimun bin Mihram pernah membacakan ayat :

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
"Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah, "Harta apa saja yang kalian nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." (QS. Al Baqarah : 215).

Kemudian setelahnya beliau berkomentar : "Inilah jalur-jalur nafkah, tetapi di dalamnya tidak disebutkan gendang, seruling, boneka kayu, tidak pula kain hiasan dinding."
(Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir rahimahullah).

Oleh sebab itu, meninggalkan membelanjakan harta untuk membeli kain atau kalau zaman sekarang istilahnya "wallpaper" untuk menghiasi dinding adalah MAKRUH hukumnya, sebagaimana yang difatwakan oleh Imam bin Baz rahimahullah :
ترك تلبيس الجدر الستر أولى وأفضل؛ لحديث إنا لم نؤمر أن نغطي الجدر، لكن ليس فيه محذور ليس بمحرم؛ لأنه لم ينه عنه فيما علمنا وإنما ذلك جائز وتركه أفضل، فلا حرج في ذلك إذا جعله إما للزينة وإما لترك الغبار، وإما لأسباب أخرى، لا حرج في ذلك إن شاء الله، لكن تركه أولى. نعم.
"Meninggalkan memasang penutup dinding lebih utama dan lebih afdhol, berdasarkan hadits : "kami tidak diperintahkan untuk menutup dinding.", Namun tidak terlarang dan diharamkan, karena tidak adanya larangan darinya -sepanjang yang kami tahu-, hanyalah hal tersebut boleh, namun meninggalkannya lebih utama. Tidak mengapa jika dipasang, entah untuk hiasan atau agar dinding tidak rontok atau sebab lainnya, tidak mengapa melakukan hal tersebut Insya Allah, namun meninggalkannya lebih utama. Na'am."
 
Abu Sa'id Neno Triyono