SEPERTI GARAM DALAM MAKANAN
Ilmu nahwu, ilmu yang sangat penting dan istimewa. Kalau dalam makanan, seperti garam, selalu dibutuhkan. Makanan tanpa garam, rasanya terasa hambar, begitu pula kedudukan nahwu dalam ilmu
Berkata Asy Sya'bi rahimahullah :
النحو في العلم كالملحِ في الطعام لا يُستغنى عنه
Nahwu itu dalam ilmu itu seperti garam dalam makanan. Selalu dibutuhkan. (Al Jami' Li Akhlaqir Rowii no 1080).
Mempelajari ilmu nahwu, tidak kalah pentingnya dengan mempelajari yang sunnah-sunnah dan yang fardhu-fardhu dalam islam.
Berkata Umar Bin Khattab radhiyallahu anhu :
"تعلَّموا النَّحو كما تُعلِّمون السُّنن والفرائض" (بهجة المجالس لابن عبد البر)
Belajarlah (ilmu) nahwu, sebagaimana kalian belajar yang sunnah-sunnah dan yang fardhu-fardhu. (Bahjatul Majalis).
Dengan belajar ilmu nahwu, semua ilmu akan mudah dipahami. Seseorang yang menguasai ilmu nahwu, akan berenang di samudera ilmu yang tak bertepi.
Berkata Imam Syafii rahimahullah :
من تبَحَرَّ فى النحو اهتدى إلى كل العلوم
“Siapa yang menguasai nahwu, dia dimudahkan untuk memahami seluruh ilmu.” (Syadzarat ad-Dzahab, hlm. 1/321).
Dan berkata Imam Syafii rahimahullah :
ما أردتُ بها-يعنى:العربية-إلا الاستعانة على الفقه
“Tidaklah aku serius mempelajari nahwu, selain karena aku gunakan untuk membantu mempelajari fikih.” (Siyar A’lam an-Nubala, 10/75).
Asy-Syaikh Shâlih bin 'Abdul 'Azîz âlusy-Syaikh -hafidzohullah- ditanya :
ما نصيحتكم لطلبة العلم الذين زهدوا في تعلم علم النحو ؟
Apa nasehat anda bagi penuntut ilmu yang meremehkan belajar ilmu nahwu?
Beliau menjawab :
لا علم شرعي إلا بنحو ؛ لأن العلم الشرعي عربي ، فنصوص الكتاب والسنة وفهم السلف الصالح لها وفهم العلماء لها كل هذا لا يكون إلا بفهم اللغة . والنحو أول درجات فهم اللغة ، يفهم به معاني الكلام إذا تركب ، فمن لم يفهم النحو لا فهم له في الشريعة .
Tidak ada ilmu syar'i kecuali dengan nahwu, karena ilmu syar'i itu dengan bahasa arab. nash Al-Qur'an, sunnah, as-salafus shôlih dan ulama memahami nash tadi semuanya dengan pemahaman bahasa dan nahwu itu titik awal dalam memahami bahasa, yang dengan nahwu seorang itu mampu memahami makna kalimat ketika sudah terangkai. Jadi barang siapa yang tidak paham nahwu, maka tidak ada pemahaman terhadap syari'at. Sumber :
https://ar.islamway.net/fatwa/20491/%D9
Yang mengajari penulis ilmu nahwu al-Muyassar, Ustadz Aceng Zakaria hafidzohullôh pengarang kitab Al Muyassar fi ‘Ilmi Nahwi, beliau berkata dalam muqodimah kitab tersebut :
“Sesungguhnya menjadi kebutuhan yang sangat mendesak (dharuriyat jiddan) bagi seorang muslim untuk mengenal kaidah-kaidah bahasa Arab, yang dengannya menjadi sebab untuk dapat memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Padahal sungguh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh dengan keduanya, beramal dengannya, sementara tidak mungkin bagi kita untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah dengan sempurna, kecuali setelah mengetahui kaidah-kaidah bahasa Arab.” (Muqaddimah Al-Muyassar).
Yang menginginkan menguasai ilmu nahwu, berangkatlah dan pergilah, korbankan waktu dan harta untuk mempelajarinya.
Berkata Muhammad bin Hasan rahimahullah (gurunya Imam as-Syafii rahimahullah).
خلَّف أبي ثلاثين ألف درهم، فأنفقتُ نصفَها على النحوِ بالري، وأنفقتُ الباقي على الفقه
Ayahku meninggalkan warisan untukku 30.000 dirham (sekitar 12,75 kg emas). Separuhnya, saya gunakan untuk belajar nahwu di kota Roy. Sisinya saya gunakan untuk belajar Fiqh. (al-Ibar fi Khabar, 1/56).
Belajar ilmu nahwu memang berat diawalnya, memerlukan kesabaran yang super ekstra. Mempelajarinya harus intensif, tidak boleh tidak hadir, satu pertemuan tidak hadir, akan terlewatkan beberapa kaidah yang sulit untuk mengejarnya, harus mencari waktu khusus untuk meminta sang guru menerangkan pelajaran yang terlewatkan.
Ilmu nahwu itu memasukinya susah, seakan ada pintu yang terbuat dari besi yang sulit di dobrak. Namun kalau pintu itu sudah terbuka, niscaya kemudahan akan datang dan pasti kita akan asyik menggelutinya.
Berkata Syeikh Utsaimin rahimahullah :
إن النحو في أوله صعب و في آخره سهل. فإن علمَ النحوِ علمٌ شريف, علمُ وسيلة, يتوسّل بها إلى شيئين مهيمين:
الشيء الأول: فهم كتاب اللّه و سنة رسوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فإن فهمهما يتوقف على معرفة النحو.
الشيء الثاني: إقامةُ اللسان على اللسان العربي, الذي نزل به كلام اللّه عز وجل; لذلك كان فهم النحو أمرا مهما جدا
Bahwasanya ilmu nahwu itu pada awalnya sulit, dan akhirnya mudah. Karena ilmu nahwu adalah ilmu yαπg mulia, ilmu sarana, yαπg dengannya bisa mencapai dua hal penting:
Yαπg pertama: Memahami Kitabullah (al-Quran) dan sunnah
Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Maka memahami keduanya (al-Quran dan sunnah) itu tergantung dari pengetahuannya dengan ilmu nahwu tersebut.
Yαπg kedua, memperbaiki lisan dengan bahasa arab, yαπg dengannya turun firman Allah 'Azza wa Jalla, oleh karena itu memahami ilmu nahwu merupakan perkara yαπg sangat penting.
(Syarh al-Jurumiyyah، hal:9).
Sekali lagi penulis nasehati, belajar nahwu harus dengan penuh kesabaran, penuh semangat, tekad yang kuat, bersungguh-sungguh, jangan berputus asa dan berhenti di tengah jalan.
Al-Allaamah Ibnul Utsaimin rahimahullah berkata:
وقد حدثني شيخنا المثابر عبدالرحمن السعدي ـ رحمه الله ـ أنه ذكر عن الكسائي إمام أهل الكوفة في النحو أنه طلب النحو فلم يتمكن،
وفي يوم من الأيام وجد نملة تحمل طعاماً لها وتصعد به إلى الجدار وكما صعدت سقطت ، ولكنها ثابرت حتى تخلصت من هذه العقبة وصعدت الجدار
فقال الكسائي: هذه النملة ثابرت حتى وصلت الغاية، فثابر حتى صار إماماً في النحو.
ولهذا ينبغي لنا أيها الطلبة أن نثابر ولا نيأس ، فإن اليأس معناه سد باب الخير، وينبغي لنا ألا نتشاءم بل نتفاءل وأن نعد أنفسنا خيراً..
كتاب العلم / 62)
Syaikh kami yang penyabar Abdurrahman As-Sa’diy rahimahullah mengkabarkan kepada kami: Bahwasanya beliau menyebutkan kisah tentang Al-Kisaa’i, seorang imam Ahli Kufah di bidang ilmu nahwu, bahwasanya dulu beliau pernah belajar ilmu nahwu tapi tidak kokoh (tidak berhasil). Pada suatu hari dia mendapati seekor semut membawa makanannya dan ia membawanya sambil memanjat dinding. Dan setiapkali memanjat ia terjatuh, akan tetapi ia terus bersabar sampai ia berhasil melampaui rintangan ini dan berhasil memanjat dinding.
Al-Kisaa’i berkata: “Semut ini terus bersabar hingga bisa mencapai tujuannya.” Maka ia terus bersabar hingga menjadi seorang imam dalam ilmu Nahwu.
Oleh karena itu hendaknya kita wahai para penuntut ilmu selalu bersabar dan jangan berputus asa. Karena putus asa itu maknanya menutup pintu kebaikan. Dan sebaiknya kita tidak beranggapn jelek, bahkan kita mesti beranggapan baik dan menjanjikan kepada diri kita kebaikan. (Kitab Al-Ilmi 62).
AFM
Gabung Telegram
https://t.me/abufadhelmajalengka