Minggu, 19 April 2020

Mengkritik pemikiran orang lain apalagi kritikannya dengan hujjah BUKANLAH IDENTIK DENGAN MERASA DIRI SENDIRI LEBIH BAIK.

Mengkritik pemikiran orang lain apalagi kritikannya dengan hujjah BUKANLAH IDENTIK DENGAN MERASA DIRI SENDIRI LEBIH BAIK. 

Jika para pengkritik diidentikkan dengan "merasa diri lebih baik" atau bahasa kerennya adalah "sok suci" maka ini termasuk upaya memadamkan cahaya ilmu bahkan bisa merambah pada tuduhan kpd para ulama yg banyak melakukan rudud (bantahan-bantahan) kpd pemikiran yg dianggap menyimpang dari pakem. Para penelaah buku in sya allah tahu bahwa kritik mengkritik sudah ada sejak jaman bahula....

Jika seseorang rajin membaca & menelaah kitab-kitab/buku-buku ilmiyyah para pakar ilmu, di setiap bidang ilmu akan ditemukan dukungan kpd pemikiran orang lain, atau tambahan catatan, atau kritikan. Maka penggemar ilmu tak akan heran dg hal ini.

Tidak perlu phobi dengan istilah-istilah kritik ilmiyyah, misal kata "kufr", "bid'ah", "syubhat", atau istilah-istilah lain yg telah dikenal, itu adl bahasa ilmiyyah, & tak mungkin dihindari, sbb aneh jika harus dihilangkan....

Yang penting di dunia kritik mengkritik adl memperhatikan adabul-bahts wal munadhoroh, agar dalam kritik mengkritik itu landasannya adl ikhlash lillahi ta'ala bukan karena kebencian, bukan karena semangat bermusuhan antar sesama muslim.
Al akh abu Hasan Saif