[ Menikah dan Ta'addud Harus "Mapan" ? ]
Seorang laki-laki yang berpenghasilan lebih dari cukup biasanya disebut sebagai laki-laki yang 'mapan'.
Pertanyaannya : "Apakah laki-laki harus menunggu 'mapan' ketika akan menikah ?"
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu ditanyakan lagi kepada yang bertanya, "Ini pernikahan yang pertama atau ke dua ?"
Jika ditanyakan : "Kok dibeda-bedakan begitu, bukankah yang memberi rezeki sama, yaitu Allah ?"
Jawabannya :
"Begini, kita sama-sama tahu, di dalam syari'at Islam ; orang yang berzina, sudah menikah, hukumannya jauh lebih berat dibandingkan dengan yang berzina dan dia belum menikah.
Diantara hikmahnya adalah karena yang sudah menikah seharusnya memiliki 'penawar' ketika "keinginan itu" tiba-tiba datang. Sudah diberi penawar yang "halal" masih saja mengambil yang "haram" ?!?!
Dari sini kita paham, bahwa menikah untuk kali pertama itu penekanannya jauh lebih besar, dibandingkan dengan pernikahan yang berikut-berikutnya.
Artinya tuntutan syari'at agar kita menikah untuk yang pertama kali, secara umum "jauh lebih besar" dibandingkan dengan tuntutan untuk menikah berikut-berikutnya .
Apalagi tidak sedikit ulama menyatakan poligami itu mubah. Sedangkan "mubah" menurut istilah ahli Ushul Fiqih bukanlah suatu tuntutan. Syari'at tidak menuntut, kenapa kita justru menuntut ?
Sehingga tidak salah ketika laki-laki "berpikir panjang" saat hendak melangkah menuju poligami, dan seolah "tidak berpikir panjang" saat hendak melangkah menuju pernikahan yang pertama. Dalam arti tidak menunggu "mapan".
Tidak lain karena pernikahan pertama dan yang berikut-berikutnya itu memang berbeda dari sisi ini. Belum lagi jika dilihat dari sisi-sisi yang lain."
| Fajri Nur Setyawan |