Dua kaidah ini berbeda:
1. adh-dhorurat tubihul mahzhuurat &
2. irtikab akhoffi dhororoin.
yang kedua itu yang dipakai dalam permasalan ini. bukan yg pertama.
jadi bukan permasalahan darurat apa tidak.
Ustadz fadlan fahamsyah
Dalam demokrasi jelas mudharatnya lebih besar dari maslahatnya.. klo seandainya ada maslahatnya tentu sdh disyari'atkan.
Yang jadi pertimbangan adalah mudharat yang lebih kecil.
Pada pilpres yang lalu, ana pun mempertimbangkan kaedah
أخف ضررين
Mudharat yang lebih ringan.
Namun setelah dipetimbangkan lebih dalam ternyata penggunaan kaedah tersebut sebagaimana yang dikatakan ust. Abdul Hakim Abdat masih ngambang, ga jelas.
Dimana ngambangnya..??
Apakah ada yang menjamin atau memang ada zhan ghalib ketika kita ikut pemilu calon pemimpin yang kita anggap mudhadatnya lebih kecil benar2 akan terpilih?? Sehingga terealisasilah kaedah akhaffu dhararain...atau masih untung2an??
Para ulama ketika menggunakan kaedah akhaffu dhararain mereka mempertimbangkan diatas zhann ghalib, persangkaan yang kuat, bukan tebak2an atau untung2an, Seperti halnya wanita yang hamil dan kalau iya meneruskan kehamilannya akan membahayakan keselamatannya. Maka harus dipilih antara mengorbankan dirinya atau kandungannya. Jelas ini didasari dengan pertimbangan dan penelitian dan pengalaman.
Nah, pada pilpres yang lalu kita teriak ikut nyoblos dengan dalih akhaffu dhararain. Terbukti??
Klo pun memang sebenernya pasangan yg kita jagokan menang, tapi pengalaman membuktikan, mereka harus dilibas dengan kecurangan demokrasi karena pengaruh kekuasaan. Dan karena demokrasi tidak akan pernah memihak kaum muslimin.
*Catatan Ust.Ridwan Abu Raihanah
Copas dari status ustadz andi bangkit rahimahullah
Komentar ustadz abu yahya adrial martadinata
Hubungan diantara keduanya dan syarat memakainya:
قال (ابن رجب رحمه الله تعالى: "القاعدة الثانية عشر بعد المئة: إذا اجنمع للمضطر محرمان، كل منهما لا يباح بدون الضرورة، وجب تقديم أخفهما مفسدة وأقلهما ضرراً؛ لأن الزيادة لا ضرورة إليها.
فلا تباح" تقرير القواعد، له ٢/ ٤٦٣
Sama² tak dibolehkan kecuali saat dharurat, dan darurat itu tak boleh ditempuh kecuali manfaatnya hakiki bukan wahmy.
Syaikh utsaimin menjelaskan dengan gamblang:
Misal wanita patah tulang kecelakaan, ini mudharat, lalu mau diobati dengan obat sangat manjur namun haram, ini mudharat juga maka hukum gimana? Ga boleh karena obay itu dzhanniyyah alias wahm ga pasti.
Namun jika diobati dokter lelaki untuk disambung tulangnya maka boleh ini lebih akhoff dharurat nya dan manfaat hakiki dan ma'qulah.
Semoga jelas baarakallahu fiikum.
Ilmu saya tidaklah sebanding dengan doktor madinah maupun ust Fadlan Fahamsyah ,
Namun beliau² ini guru² kita, tidak maksum alias bisa salah, kecuali jika keduanya membantah dengan hujjah yg nyata maka wajib kita terima ya.
Ustadz bagus wijanarko