METODE AHLUSSUNNAH DALAM MENGINGKARI KEMUNGKARAN PENGUASA (Edisi 2)
1. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata:
Bukan termasuk manhaj salaf menyebarkan aib para penguasa dan menyebutkannya di mimbar-mimbar. Karena hal tersebut bisa mengakibatkan kudeta dan tidak adanya perhatian untuk mendengarkan dan menaati penguasa dalam kebaikan. Dan hal itu akan dapat menyebabkan pemberontakan yang memadharatkan dan tidak bermanfaat. Akan tetapi metode salaf dalam menasihati pemimpin, yaitu dengan cara empat mata, menulis surat kepadanya atau meminta perantara para ulama yang memiliki hubungan dengan mereka hingga sampainya kebaikan. Adapun mengingkari kemungkaran tanpa menyebut pelakunya seperti mengingkari zina, khamr (minuman keras), riba tanpa menyebutkan pelakunya, maka ini adalah suatu kewajiban berdasarkan keumuman dalil. Cukup mengingkari kemaksiatan dan memperingatkan dari kemaksiatan tanpa menyebut siapa yang melakukannya, baik penguasa atau selainnya.
Ketika terjadi fitnah di zaman Utsman Radhiyallahu 'anhu sebagian orang berkata kepada Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhuma, tidakkah engkau berbicara dengan Utsman? Beliau berkata: Apakah kalian mengira bahwa aku tidak berbicara dengan beliau melainkan aku kabarkan kepada kalian?! Aku telah berbicara kepada beliau secara rahasia empat mata tanpa aku membuka hal yang aku tidak ingin menjadi pelopor yang membukanya.
Ketika kelompok Khawarij yang bodoh membuka pintu kejelekan ini di zaman Utsman Radhiyallahu 'anhu dan mengingkari Utsman secara terang-terangan, maka terjadilah fitnah yang besar dan peperangan dan kerusakan yang manusia masih merasakan dampak negatifnya hingga sekarang. Terjadilah setelah itu pertikaian antara Ali dan Mu'awiyah, pembunuhan terhadap Utsman dan Ali Radhiyallahu 'anhuma karena sebab tersebut (mengingkari kemungkaran secara terbuka). Terbunuhnya banyak dari para sahabat dan selain mereka karena mengingkari (penguasa) secara terbuka, menyebarkan aib-aib (penguasa) secara terbuka hingga banyak manusia yang membenci penguasa mereka hingga membunuhnya.
Iyadh bin Ghanmin Radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَرَادَ أنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَه عَلاَنِيَةً، ولَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِه؛ فَيَخْلُوَ بِه، فَإنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa dengan sesuatu, maka jangan di hadapan umum, akan tetapi dia ambil tangannya lalu berduaan dengannya. Jika diterima darinya (nasihat tersebut), maka itu yang diharapkan, namun jika tidak diterima, maka telah gugur kewajiban. (HSR. Ahmad dan Ibnu Abi Ashim)
(As-ilah wa Ajwibah Fi Al-Alaqah Baina Al-Hakim Wa Al-Mahkum hal. 18-19)
2. Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani rahimahullahu berkata ketika menjelaskan ucapan Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhu di atas: Maksudnya Mengingkari penguasa secara terbuka di hadapan umum, karena mengingkari secara terbuka dikhawatirkan akibat buruknya. Sebagaimana telah disepakati bahwa mengingkari Utsman Radhiyallahu 'anhu secara terbuka merupakan sebab terjadinya pembunuhan terhadap beliau. (Mukhtasar Shahih Muslim hal. 330)
3. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata:
فاللَّهَ اللَّهَ فِي فَهْمِ مَنْهَجِ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِي التَّعَامُلِ مَعَ السُّلْطَانِ، وأَنْ لاَ يُتَّخَذ مِن أَخْطَاء السُّلْطَانِ سَبِيْلاً لإِثَارَةِ النَّاسِ وإِلَى تَنْفِيْرِ القُلُوبِ عَن وُلاَةِ الأُمُورِ، فهٰذَا عَيْنُ المَفْسَدَةِ، وأَحَد الأُسُس الَّتِي تَحْصُل بِهَا الفِتْنَة بَيْنَ النَّاس. كَمَا أَنَّ مِلْءَ القُلُوبَ عَلَى وُلاَةَ الأَمْرِ يُحْدِث الشَّرَّ والفِتْنَة والفَوْضَى
Bertakwalah kepada Allah dan berpeganglah dengan pemahaman Salafush Shalih dalam bermuamalah dengan pemimpin. Dan janganlah kesalahan-kesalahan pemimpin dijadikan sebagai bahan untuk menghasut manusia dan menjauhkan hati-hati mereka dari para pemimpin. Ini merupakan sumber kerusakan dan fitnah di antara manusia, sebagaimana rasa dengki kepada pemimpin dapat menimbulkan keburukan, fitnah dan kekacauan. (Huquq Ar-Ra'i Wa Ar-Ra'iyyah hal. 29)
Beliau juga berkata: Sesungguhnya membicarakan penguasa tidak di hadapannya, menasihatinya secara terbuka, mengumbar kesalahannya, itu termasuk bagian dari menghinakannya yang pelakunya diancam oleh Allah untuk dihinakannya. Maka tidak diragukan lagi, wajib untuk memperhatikan apa yang kami sampaikan (yaitu menasihati dengan tertutup) bagi yang mampu untuk menasihati mereka dari kalangan para ulama yang memang berinteraksi dengan mereka dan bisa mengambil manfaat dari nasihat mereka..... Sesungguhnya kesalahan penguasa dalam hal yang bukan merupakan pondasi agama yang dilakukan secara terang-terangan jika diingkari di tempat umum, masjid-masjid, korang-koran dan majelis-majelis ilmu, maka itu bukan merupakan nasihat sama sekali dan jangan tertipu dengan orang yang melakukannya meskipun niatnya baik. Hal ini menyelisihi ajaran para salafush shalih yang merupakan suri tauladan bagi kita. (Maqashid Al-Islam hal. 393)
4. Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullahu pernah ditanya tentang seorang dai yang mengatakan bahwa mengingkari kemungkaran penguasa dengan cara terbuka merupakan metode para sahabat dan para tabi'in, maka beliau menjawab: Itu ucapan yang tidak benar, mengingkari kemungkaran penguasa bukan dengan cara terbuka, namun dengan langsung menghubunginya dan menasihati secara langsung berduaan dengannya berdasarkan hadits:
مَنْ أَرَادَ أنْ يَنْصَحَ لِذِي سُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَه عَلاَنِيَةً، ولَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِه؛ فَيَخْلُوَ بِه، فَإنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa dengan sesuatu, maka jangan di hadapan umum, akan tetapi dia ambil tangannya lalu berduaan dengannya. Jika diterima darinya (nasihat tersebut), maka itu yang diharapkan (alhamdulilah), namun jika tidak diterima, maka telah gugur kewajiban. (HSR. Ibnu Abi Ashim dll)
Salah kalau mengingkari kemungkaran penguasa secara terbuka. Hal ini bisa menimbulkan fitnah, mengakibatkan keburukan. Dan dai tadi telah berdusta atas nama sahabat dan para tabi'in serta salafush shalih, mereka tidak melakukan hal tersebut (mengingkari kemungkaran penguasa secara terbuka).
(Sumber: https://youtu.be/1j4jSf759_g?si=eeB2zc1YHDGFIiW9)
5. Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizhahullahu ketika mensyarah hadits riwayat Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
سَتَكُوْنُ عَلَيْكُمْ أَئِمَّةٌ تَعْرِفُوْنَ مِنْهُمْ وتُنْكِرُوْنَ، فَمَنْ أَنْكَرَ -قَالَ أَبُو دَاوُد: قَالَ هِشَام : بِلِسَانِه- فَقَدْ بَرِئَ، وَمَنْ كَرِهَ بِقَلْبِه فَقَدْ سَلِمَ، وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ....."
Sesungguhnya kalian akan dipimpin oleh para penguasa, kalian mengenal (kebaikan mereka) dan mengingkari (kemungkaran mereka). Barangsiapa yang mengingkari -Abu Daud berkata: Hisyam (perawi hadits ini) berkata: yaitu (mengingkari) dengan lisannya, maka dia selamat dan barangsiapa yang membenci dengan hatinya, maka dia terbebas (dari dosa). Akan tetapi (yang berdosa) yang meridhai dan mengikuti..... (HR. Abu Daud)
Beliau berkata: Mengingkari dengan lisan, yaitu dengan metode yang disyariatkan, dengan cara yang bisa mendatangkan kemaslahatan dan bukan dengan cara yang bisa memadharatkan seperti (mengingkari) di atas mimbar-mimbar (khutbah/ceramah/pengajian), memviralkan, menyebutkannya di khalayak ramai yang akan menimbulkan provokasi terhadap orang-orang awam, menyebabkan terjadinya banyak fitnah. Dan ini bukan cara (syar'i) dalam menasihati (penguasa) dan ini tidaklah benar..... Mengingkari dengan lisan, yaitu dengan menasihatinya secara rahasia, yaitu empat mata jika memungkinkan, atau dengan menulis surat kepadanya, atau dengan meminta tolong kepada orang yang bisa langsung komunikasi dengannya untuk menasihatinya seperti dalam riwayat Usamah bin Zaid Radhiyallahu 'anhuma. (Sumber: https://youtu.be/TvvGY9m-d5w?si=Do10nw89-nlMiNU_).
Dusta kalau ada yang mengatakan Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafizhahullahu membolehkan mengingkari kemungkaran penguasa secara terbuka. Maka segeralah bertobat!!!
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَٰئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah yang Aku terima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 160)
Ustadz abdurahman toyib