Mengingkari Penguasa Terang-Terangan, Bagaimana Teknisnya?
Yang jelas bukan berbicara di belakangnya semisal di media sosial, sebagaimana telah kami sampaikan perkataan Syaikh Ibnu 'Utsaimin di postingan yang telah lalu. Beliau juga katakan:
ومعلوم أن الإنسان لو وقف يتكلم في شخص من الناس وليس من ولاة الأمور وذكره في غيبته، فسوف يقال: هذه غيبة، إذا كان فيك خير فصارحه وقابله
"Sebagaimana maklum bahwa andaikan seseorang berbicara tentang kesalahan orang tertentu di belakangnya, dan ia bukan pemerintah, tentu akan dikatakan, "Ini adalah ghibah". Maka jika pada dirimu terdapat kebaikan yang ingin disampaikan, terus teranglah kepadanya dan menghadaplah langsung padanya."
Nahi munkar kepada penguasa adalah fardhu kifayah, akan tetapi, bagaimanakah jika rakyat terutama warga di media sosial menggebu-gebu ingin sekali berperan dalam menasehati penguasa?
Jawabannya adalah dengan mengingkari kemungkaran itu tanpa menyebut-nyebut bahwa penguasa yang melakukannya.
Syaikh 'Utsaimin menyampaikan:
"Kami tidaklah mengatakan untuk jangan mengingkari kemungkaran.. Akan tetapi kami katakan, janganlah menyerang pemerintah. Karena hal ini tiada manfaat. Mereka tidak akan dapat manfaat dengan serangan semisal itu. Karena setan bisa saja memasukkan ke dalam pikiran mereka, hal-hal yang terpikir atau tidak terpikir dalam benakmu. Karena sebagian sebagian orang yang mengingkari kemungkaran -Wallahu a'lam atas niat mereka-, bermaksud untuk mengambil alih kekuasaan. Kami tidak tahu-menahu, Wallahu a'lam, kami berlepas diri dari yang semisal ini.
Akan tetapi, ingkarilah kemungkaran. Misal: Bank itu haram. Apakah termasuk tindakan bijak jika menyerang penguasa dengan mengatakan: "Kenapa pemerintah membiarkan bank-bank itu padahal haram?"
Ataukah yang bijak itu semisal: "Wahai manusia, berhati-hatilah dengan bank, jangan bermuamalah dengannya, boikotlah bank..".
Mana yang lebih bermanfaat bagi masyarakat? Tentu cara yang kedua yang lebih bermanfaat.
Atau misalnya, keberadaan musik baik di radio atau di selainnya. Apakah termasuk cara hikmah jika menyerang Menteri penyiaran dengan perkataan semisal: "Engkau lakukan ini, atau tinggalkan, atau yang semisalnya?"
Ataukah cara yang hikmah itu, Anda katakan: "Wahai manusia hati-hatilah dengan alat musik karena sesungguhnya itu haram. Jangan terpedaya karena banyak manusia yang melanggarnya dan mendengarkannya, atau karena radio banyak menyiarkannya.. Karena ini mengkonsekuensikan dihalalkannya apa yang Allah haramkan. Dan mengingatkan mereka serta menjelaskan dalil-dalil yang melarang. Mana yang lebih bermanfaat bagi masyarakat? Tak diragukan lagi bahwa yang terakhir inilah yang bermanfaat. Dan aku tidak mengatakan dalam hal ini untuk diam.
Nasehati mereka, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jika petunjuk itu sampai, maka itu untuk semuanya. Jika tidak sampai, maka engkau telah selamat dan terbebas dari beban. Dan siapa yang menuduh bahwa dengan ini kami menginginkan terbiarkannya kemungkaran dan diam darinya, maka ini tidak benar."
[Penjelasan beliau atas Kitab Ash shiyam dari Kitab Al Kafi, kaset kedua, side B]
Semoga postingan ini ada faidah ilmu yang bisa diambil.
Ustadz ristiyan ragil