Dalam demokrasi jelas mudharatnya lebih besar dari maslahatnya.. klo seandainya ada maslahatnya tentu sdh disyari'atkan.
Yang jadi pertimbangan adalah mudharat yang lebih kecil.
Pada pilpres yang lalu, ana pun mempertimbangkan kaedah
أخف ضررين
Mudharat yang lebih ringan.
Namun setelah dipetimbangkan lebih dalam ternyata penggunaan kaedah tersebut sebagaimana yang dikatakan ust. Abdul Hakim Abdat masih ngambang, ga jelas.
Dimana ngambangnya..??
Apakah ada yang menjamin atau memang ada zhan ghalib ketika kita ikut pemilu calon pemimpin yang kita anggap mudhadatnya lebih kecil benar2 akan terpilih?? Sehingga terealisasilah kaedah akhaffu dhararain...atau masih untung2an??
Para ulama ketika menggunakan kaedah akhaffu dhararain mereka mempertimbangkan diatas zhann ghalib, persangkaan yang kuat, bukan tebak2an atau untung2an, Seperti halnya wanita yang hamil dan kalau iya meneruskan kehamilannya akan membahayakan keselamatannya. Maka harus dipilih antara mengorbankan dirinya atau kandungannya. Jelas ini didasari dengan pertimbangan dan penelitian dan pengalaman.
Nah, pada pilpres yang lalu kita teriak ikut nyoblos dengan dalih akhaffu dhararain. Terbukti??
Klo pun memang sebenernya pasangan yg kita jagokan menang, tapi pengalaman membuktikan, mereka harus dilibas dengan kustecurangan demokrasi karena pengaruh kekuasaan. Dan karena demokrasi tidak akan pernah memihak kaum muslimin.
*Catatan Ust.Ridwan Abu Raihanah
Copas dari status ustadz andi bangkit rahimahullah