Selasa, 20 Februari 2024

Pad pelajaran kitab "Fiqhul Fitan" pada malam jumat kemarin, kami menjelaskan kapan kondisi kita harus mengikuti pendapat kibar ahli ilmu negri setempat dan kapan boleh menyelisihinya.

Pada pelajaran kitab "Fiqhul Fitan" pada malam jumat kemarin, kami menjelaskan kapan kondisi kita harus mengikuti pendapat kibar ahli ilmu negri setempat dan kapan boleh menyelisihinya.

Kami berikan contoh tentang keadaan dua sahabat yg mulia, yaitu Abu Bakar ash Shiddiq dan Umar bin Khoththob semoga Allah meridhoi keduanya. Di mana pada kondisi tertentu, Umar harus mengikuti pendapat Abu Bakar selaku kibar nya Umar. Dan pada kondisi tertentu juga pendapat Umar di benarkan. Bahkan terkadang di kuatkan oleh Allah dengan menurunkan ayat yg mendukung pendapat Umar. 

Adapun pada kondisi Umar harus mengikuti pendapat Abu Bakar, yg demikian ketika terjadi masalah² nawazil yg besar yg membutuhkan pandangan dan sikap yg tepat dari seorang kibar, seperti contohnya menyikapi perbuatan orang² kafir pada perjanjian hudaibiyah, yg isi perjanjian tersebut seolah² merugikan kaum muslimin. Di mana Umar ketika itu menampakkan ketidak setujuannya dengan langsung menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyampaikan ro'yu nya. Akan tetapi  Rasulullah tidak menjawabnya. Kemudian Umar menemui Abu Bakar dengan sikap yg sama. Dan Abu Bakar hanya menjawab: "Wahai Umar, beliau adalah Rasulullah". Maka Umar pun terdiam dan langsung mematahkan ro'yu nya dengan mengikuti pendapat Abu Bakar. Dan hasilnya ternyata keberuntungan sebenarnya ada pada  kaum muslimin.

Begitu juga ketika terjadi peristiwa wafatnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam yg Umar seolah² tidak menerimanya dan sempat terfitnah. Namun lihat, ketika Abu Bakar menenangkan nya dengan membacakan suatu ayat di dalam al Quran, yg hal itu membuat Umar terdiam dan akhirnya tunduk mengikuti  Abu Bakar. Dan fitnah pun akhirnya terhenti.

Maka lihatlah, bagaimana Umar tahu cara menempatkan pendapat kibarnya yg kemudian mengikutinya. Beliau tahu bahwa pada kondisi² yg memang sangat membutuhkan sikap yg tepat dari orang yg memiliki bashiroh harus di ikuti dan di dahului dari pendapatnya sendiri. Dan hasilnya, kebaikan bagi kaum muslimin dan terhentilah fitnah. Oleh karenanya Syaikh Sulaiman ar Ruhaily di dalam kitab "Fiqhul Fitan"nya ketika menjelaskan kapan harus mengikuti dan melazimi pendapat kibar, yakni ketik terjadi fitnah, bukan pada semua kondisi.

Adapun pada kondisi biasa yg tidak masuk dalam permasalahan yg besar dan dalam keadaan aman, maka kita dapati pendapat Umar lebih di unggulkan dan lebih tepat karena di dukung oleh wahyu.

Jadi keliru ucapan seseorang yg seolah² memutlakkan harus mengikuti pendapat kibar pada semua kondisi seperti yg terdapat pada gambar screenshoot di bawah ini..

Karena kita tahu, kapan harus mengikuti pendapat dan arahan kibar. Dan kapan boleh menyelisihinya.
Ustadz abu yahya tomy