💫💫SEMUA ASMA ALLAH ADALAH NAMA-NAMA YANG BAIK💫💫
Dalam Al-Qur-an, Allah telah memuji semua asma-Nya yang mulia dengan menyifatinya sebagai nama-nama baik. Pujian tersebut diulang sebanyak empat kali pada empat tempat. Allah berfirman di dalam al-Qur-an:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermobonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7]: 180)
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى
“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik.” (QS. Thaha [20]: 8)
هُوَ اللَّهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa-apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr [59]: 24)
Ayat-ayat di atas menyebutkan sifat bagi asma-asma Allah sebagai nama yang baik (husna), yang bermakna terbaik dan paling sempurna. Kata (حسنى) merupakan bentuk plural dari kata (الأحسن) “terbaik”, bukan bentuk plural dari kata (الحسن) “baik”. Kata (أحسن) adalah bentuk kata yang berpola (أفعل), yaitu bentuk kata superlatif yang ma'rifat, karena ada alif lam. Jadi makna kata (الأحسن) di sini yaitu tidak ada nama yang lebih baik dari asma-asma Allah ini, ditinjau dari sisi apa pun. Bahkan nama ini mengandung makna baik yang sempurna dan juga mutlak.
Makna ini disematkan karena asma-asma-Nya ialah nama yang terbaik. Nama ini adalah sifat Maha Tinggi Allah, dan ini seperti yang ditegaskan di dalam firman-Nya:
...وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ...
“… Dia memiliki sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi...” (QS. Ar-Ruum [30]: 27)
Maksud “sifat yang Maha Tinggi” dalam ayat tersebut di atas adalah kesempurnaan yang tak tertandingi pada dzat, asma, dan sifat Allah. Maka dari itu asma-asma Allah ini adalah nama terbaik. Bahkan tidak ada nama lain yang lebih baik daripada Asmaul Husna ini.
Tidak ada nama lain yang dapat menggantikan atau menempati posisinya, karena tidak tepat maknanya.
Penafsiran satu asma Allah dengan asma Allah yang lain bukan bermakna sinonim, namun hanya untuk pendekatan dan pemahaman maknanya.
Asma Allah amat sempurna dari sisi bentuk kata dan sisi semantiknya, juga dari sisi estetika kata dan pilihan hurufnya. Betapa tidak, inilah nama-nama terbaik. Sama seperti saat kita membicarakan sifat Allah yang sangat sempurna.
Penyebutan asma-Nya dengan (الحسنى) sudah mencakup keseluruhan makna sempurna. Kata ini menunjukkan bahwa semua asma Allah itu sendiri merupakan nama terbaik, dan hanya ini saja asma-asma Allah. Ini disebabkan karena semua asma Allah mengandung pujian, syukur, sanjungan, dan pengagungan. Allah itu pemilik sifat sempurna, indah, dan agung. Tidak disematkan nama kepada-Nya kecuali nama terbaik. Sebagaimana diri-Nya tidak disifati kecuali dengan sifat terbaik, tidak disanjung kecuali dengan sanjungan dan pujian terbaik dan terindah.
Asma Allah ini diberi istilah Asmaul Husna, karena dia sekaligus menunjukkan sifat-sifat Allah yang agung lagi sempurna. Adapun jika dijumpai ada nama yang secara ilmiah menunjukkan ketidaksesuaian dengan sifat Allah, maka nama itu pasti tak termasuk asma-Nya. Bahkan jika didapatkan nama yang menunjukkan kesempurnaan, tapi kesempurnaan itu menunjukkan adanya kekurangan atau dia bersifat sebagian, seperti pujian dan celaan, nama itu pasti bukan asma Allah.
Semua asma-Nya bersifat tauqifiyyah (ditetapkan berdasarkan dalil) dan menunjukkan adanya sifat sempurna dan mulia bagi Allah. Asma-asma Allah tersebut bersifat terbaik ditinjau dari makna dan hakikatnya, tidak sekedar ditinjau dari lafazh. Karena, jika dianggap terbaik dari sisi lafazh saja tanpa makna, maka nama-nama Allah ini tak akan disebut terbaik, dan tidak menunjukkan nama yang terpuji lagi sempurna. Inilah cerminan hakiki asmaul husna.
Bisa saja terjadi penyebutan asma Allah yang menunjukkan sifat kekerasan, balas dendam, dan juga kemurkaan pada nama-nama yang menunjukkan sifat rahmat dan kebaikan-ataupun sebaliknya. Sebagai contoh yaitu orang yang berdo’a: Ya Allah, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku, maka ampunilah dosaku karena sungguh siksa-Mu sangat pedih. Atau do’a yang selainnya: Ya Allah, berikanlah rezeki kepada kami, karena sesungguhnya Engkau sang Maha Mencegah dan Menggenggam. Dan lafazh lainnya yang menunjukkan penempatan asma Allah yang tidak sesuai.
Maka, setiap nama dari Asma Allah ini pasti menunjukkan makna yang mencakup sifat sempurna. Dia bukan makna yang menunjukkan arti dari nama lain. Sebagai contoh nama ar-Rahman. Asma-Nya ini menunjukkan makna bahwasanya Allah memiliki sifat pengasih.
Nama al-‘Aziz menunjukkan sifat Allah yang mulia. Nama al-Khaliq menunjukkan adanya sifat penciptaan. Nama al-Karim menunjukkan sifat mulia. Al-Muhsin menunjukkan sifat Allah yang Maha Berbuat baik. Demikian seterusnya, walaupun pada akhirnya nama-nama tadi pasti mengacu kepada Rabb, Allah.
Dengan demikian, seluruh asma Allah ini-secara makna-pasti menunjukkan kepada Dzat yang sama dan sifat-sifat-Nya yang cukup jelas. Karena, setiap nama memiliki arti khusus sesuai sifat-Nya.
Allamah Ibnul Qayyim berkata: Seluruh asma Allah adalah nama yang terpuji. Walaupun ada asma Allah yang secara lafazh tak langsung menunjukkan sifat-Nya yang terpuji. Sungguh Allah telah menyebutkan sebagai nama-nama terbaik.
Allah berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf [7]: 180)
Asma-asma Allah ini tidak sekedar terbaik dari sisi lafazh, akantetapi juga dinilai terbaik dari sisi makna yang menunjukkan sifat-Nya yang sempurna.
Terkait ini, dikisahkan beberapa orang Arab mendengar seseorang membaca firman Allah:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Ma-idah [5]: 38).
Kemudian si pembaca menutup ayat ini dengan kalimat: ... Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tiba-tiba salah seorang dari mereka memprotes kalimat tersebut, seraya mengatakan: Kalimat ini pasti bukan Kalamullah. Pembaca tersebut balik bertanya: Apakah kamu mendustakan Kalamullah! Dia menjawab: Tentu saja tidak. Hanya saja aku yakin bukan itu kalimat terakhir Kalamullah ini. Lantas pembaca tadi mencoba mengulangi hafalannya, dan membaca ulang ayat tersebut menjadi: (والله عزيز حكيم) “Dan Allah Maha Mulia lagi Maha bijaksana.”
Orang Arab itu segera berkomentar: “Benar bacaanmu ini. Allah Maha Mulia, maka Dia memutuskan hukum potong tangan. Jika Allah mengampuni dan menyayangi, pasti Dia tidak menghukum dengan hukuman potong tangan. Karena itulah, jika ada ayat tentang rahmat Allah kemudian diakhiri dengan asma Allah yang menunjukkan makna bersifat siksa Allah-ataupun sebaliknya-maka pasti terlihat jelas ketidakselarasan redaksinya dan ketidakteraturannya.
Berdasarkan pemaparan sebelum ini, maka perintah do’a dengan menyebut asma Allah dalam firman-Nya: (فَادْعُوْهُ بِهَا)
“Maka bermohonlah, kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.” (QS. Al-A'raf [7]: 180) tidak terlaksana dengan baik jika tidak diiringi pemahaman makna Asmaul Husna. Seorang hamba yang belum mengerti dengan benar makna Asmaul Husna ini, bisa jadi menggunakan asma Allah ini dalam do’a yang tidak pada tempatnya. Misal, dia menutup do’a permohonan rahmat Allah dengan menyebut asma Allah yang mengandung sifat siksa dan azab, atau sebaliknya. Maka terlihat ketidakselarasan dalarn redaksinya dan ketidakteraturannya.
Bagi orang yang mencermati dengan baik do’a-do’a yang terdapat di dalam al-Qur-an atau Sunnah Nabi, dia pasti tidak mendapatkan do’a yang ditutup dengan Asmaul Husna kecuali antara asma Allah dan do’a tersebut terdapat hubungan dan keselarasan.
Sebagai contoh firman Allah:
...رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“… Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maba Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 127)
Dan firman-Nya:
...رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
“… Ya Rabb kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik.” (QS. Al-Mu'minun [23]: 109)
Serta firman-Nya dalam ayat lain:
...رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِينَ
“… Ya Rabb kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil). Engkaulah pemberi keputusan terbaik.” (QS. Al-A'raf [7]: 89)
Seperti inilah kesesuaian di antara isi do’a dan asma Allah yang terdapat dalam do’a-do’a ma’tsurah (yaitu bersumber dari al-Qur-an dan Hadits).
Pengetahuan seorang muslim terhadap sifat agung Asma Allah itu sebagai nama terbaik menjadikan dirinya kian sering mengagungkan dan juga memuliakan Asmaul Husna tersebut. Dia selalu berusaha memahami secara utuh makna dan kandungannya yang agung. Selain itu pengetahuan ini menghindarkan dirinya dari penyimpangan dan takwil sesat serta kesalahan orang-orang tak berilmu.
Berikut kesimpulan terkait beberapa makna dan poin penting dari penyifatan nama atau Asma Allah ini.
Pertama; asma-asma Allah menunjukkan bahwa pemilik nama ini adalah Dzat yang terbaik dan mulia. Dialah Allah Pemilik keagungan, kesempurnaan, dan keindahan.
Kedua; di dalam asma-asma Allah ini terkandung makna keagungan hanya milik Allah semata, kemuliaan, kebesaran, serta kejelasan atas keagungan, kemuliaan, kesempurnaan, dan kebesaran Allah.
Ketiga; setiap asma Allah menunjukkan sifat Allah yang Maha Sempurna. Maka itulah Dia disebut dengan al-Husna (Terbaik). Semua sifat Allah sejatinya sifat yang sempurna dan mulia. Perbuatan-Nya selalu dipenuhi hikmah, rahmat, maslahat, dan keadilan.
Keempat; tidak satu pun asma Allah yang mengandung makna keburukan atau mengarah pada adanya kekurangan. Sifat buruk tidak ada samasekali pada sifat-Nya. Sifat ini tidak pantas disematkan pada sifat dan Dzat Allah, juga perbuatan-Nya. Tidak pantas keburukan dan kekurangan ini disandarkan kepada Allah, baik secara perbuatan maupun sifat.
Kelima; Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berdo’a dengan menyebut asma-Nya yang mulia melalui firman-Nya:
(فَادْعُوْهُ بِهَا)
“Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu.”
Perintah ini mencakup do’a ibadah maupun permohonan. Tujuannya adalah untuk menunjukkan ketaatan kepada Allah dan Semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Keenam; Allah menjanjikan Surga bagi hamba-Nya yang berdzikir dengan 99 nama-Nya ini dengan cara menghafal, memahami makna, dan mengamalkannya. Hanya Allah Yang Maha Pemberi taufik.
Ustadz faharudin