التنبيه على شذوذ لفظ "في بيته"
Telah tersebar hadits yang berbunyi:
عَنْ عَائِشَةَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا-، أَنَّهَا قَالَتْ : سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الطَّاعُونِ، فَأَخْبَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " أَنَّهُ كَانَ عَذَابًا يَبْعَثُهُ اللَّهُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ، فَجَعَلَهُ رَحْمَةً لِلْمُؤْمِنِينَ، فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ، *فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا* يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ، إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ ".
Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya dia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wabah (tha'un), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan kepadaku:
"Bahwasannya wabah (tha'un) itu adalah adzab yang Allah kirim kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah jadikan sebagai rahmat bagi orang-orang beriman. Tidaklah seseorang yang ketika terjadi wabah (tha'un) *dia tinggal di rumahnya, bersabar dan berharap pahala (di sisi Allah)* dia yakin bahwasanya tidak akan menimpanya kecuali apa yang ditetapkan Allah untuknya, maka dia akan mendapatkan seperti pahala syahid".
📚إسناده صحيح على شرط البخاري • أخرجه البخاري (٣٤٧٤)، والنسائي في «السنن الكبرى» (٧٥٢٧)، وأحمد (٢٦١٣٩) واللفظ له.
Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (3474), An-Nasa'i dalam As-Sunan Al-Kubra (7527), Ahmad (26139) dan lafadz ini adalah lafadz riwayat Ahmad.
📝Saya katakan:
Pertama, Asal hadits ini Shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan selainnya. Namun dengan lafaz yang lebih umum yaitu:
فيمكث في بلده
Dia tinggal di negerinya (daerah/tempat terjadi tha'un).
Bukan lafaz:
فيمكث في بيته
Dia tinggal di rumahnya.
Tentu kedua makna lafaz di atas berbeda. Lafaz yang pertama memberikan makna lebih umum, bahwa siapa saja yang berada di suatu tempat yang tersebar wabah tha'un (baik di rumah ataupun di mana saja selama masih di wilayah tersebarnya wabah) dalam keadaan dia bersabar dan mengharap pahala maka dia akan mendapatkan pahala syahid.
Adapun lafaz kedua memberikan makna sempit; yaitu orang yang mendapatkan pahala syahid hanya mereka yang berdiam diri di rumah dalam keadaan bersabar dan mengharap pahala.
Kedua, ternyata lafaz tersebut hanya diriwayatkan oleh Abdussomad bin AbdilWarits Abu Sahl Al-Anbari Al-Bashri dari Dawud bin Abil furot.
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad (26139) dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam Al-Asma was-Shifat (1/376),
Dan kedudukan Abdussomad ini adalah perawi yang shaduq tidak sampai derajat tsiqah, sebagaimana yang disimpulkan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib. Bahkan sakalipun kita menyimpulkan beliau adalah tsiqah, namun tidak sampai derajat para perawi yang tsiqat atsbat. Oleh karena itu berkata Ibnu Qani' rahimahullah:
Tsiqah Yukhti' (tsiqah namun sering salah)
(Lihat Tahdzib At-Tahdzib:6/328)
Perawi yang seperti ini tidak bisa dijadikan hujjah ketika berkesendirian, apalagi jika menyelisihi para perawi yang banyak dan lebih tsiqah darinya.
Berikut ini adalah para perawi yang beliau selisihi dalam riwayat hadits di atas:
1. Musa bin Ismail At-Tabudzaki, tsiqah tsabt (tsiqah dan sangat teliti dalam riwayatnya) (lihat Tahdzibul-Kamal (29/2), beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (no.3474), dan dari jalannya Al-Baghawi dalam Syarhus-Sunnah (5/253).
2. Habban bin Hilal al-Bahili: tsiqah tsabt hujjah, para ulama sepakat atas ketsiqahannya (Lihat Tahdzibul-Kamal:5/328, beserta ta'liqnya)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5734)
Saya katakan: 2 perawi ini saja yang diselisihi oleh Abdussomad bin AbdilWarits, maka sudah cukup sebagai qarinah kesalahan riwayatnya.
Maka apalagi jika beliau menyelisihi para perawi lain lagi:
3.Yunus bin Muhammad bin Muslim Al-Muaddib: tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal: 32/540)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.24358) dan An-Nasai dalam Al-Kubra (7527).
4.Abdullah bin Yazid Abu Abdurrahman Al-Muqri': tsiqah.
(Lihat Tahdzibul-Kamal:16/318)
Riwayatnya dikeluarkan oleh Ahmad (no.25212)
5.Al-Maqburi: belum jelas bagi penulis siapa yang dimaksud dengan Al-Maqburi dalam riwayat ini.
riwayatnya dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1761)
Mereka semua meriwayatkan dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz :
في بلده
Di negerinya (tempat terjadi wabah)
📝Saya katakan:
Diantara yang menguatkan kesalahan riwayat di atas bahwa maksud hadits di atas adalah perintah untuk tetap tinggal di daerah tersebar wabah dan tidak keluar darinya, sebagaimana hadits-hadits yang kita telah ketahui bersama tentang larangan keluar dari negeri yang tersebar wabah tha'un.
Yang menguatkan apa yang saya jelaskan adalah jalan lain dari hadits di atas:
1. Dikeluarkan oleh Ishaq bin Rahawaih dalam Musnad (no.1353), Imam al-Bukhari (no.6619) dari jalan An-Nadhr bin Syumail dari Dawud bin Abil furot dengan lafaz:
ﻭﻳﻤﻜﺚ ﻓﻴﻪ ﻻ ﻳﺨﺮﺝ ﻣﻦ اﻟﺒﻠﺪ
Dia tetap tinggal di dalamnya, tidak keluar dari negerinya.
An-Nadhar bin Syumail Abul-Hasan Al-Mazini: tsiqah tsabt.
2.dikeluarkan oleh Ibnu Abdil-Barr dalam At-Tamhid (12/259) dengan sanad yang Shahih, dari jalan Arim Muhammad bin Al-Fadhl As-Sadusi dari Dawud bin Abil furot
dengan lafaz:
ﻓﻠﻴﺲ ﻣﻦ ﻋﺒﺪ ﻳﻘﻊ اﻟﻄﺎﻋﻮﻥ ﺑﺄﺭﺽ ﻓﻴﺜﺒﺖ ﻭﻻ ﻳﺨﺮﺝ....
Tidaklah seorang hamba mendapati wabah tha'un di suatu tempat, lalu dia tetap dan tidak keluar (darinya)...
Arim Muhammad bin Al-Fadhl: Tsiqah Tsabt.
📝 Uraian di atas memberikan kita kesimpulan bahwa lafaz "tinggal di rumah" dalam hadits Tha'un di atas adalah lafaz yang SYADZ, tidak Shahih dari Nabi shalallahu alaihi wassalam. Wallahu a'lam.
✍️Abu Muhammad Pattawe,
Luwuk, Banggai.