Sabtu, 21 Maret 2020

Di terjemahkan oleh santri Ma'had Darussalam, Yogyakarta.

✒️Di terjemahkan oleh santri Ma'had Darussalam, Yogyakarta.
------------------------------

*Hukum memandikan jenazah yang terjangkit virus Corona dalam madzhab Syafi'i*

*Fatwa Syeikh Salim Al-Buhairi Asy Syafi'i _hafizhahullah_*

: حكم تغسيل الميّت بفيروسِ كورونا:

Hukum memandikan mayit yang terjangkit virus Corona

• الأصل أن تغسيلَ الميّتِ فرضُ كفاية، ولا يجوز العدولُ عنه للتيمّمِ إلا لفقد الماء، أو لسبب معتبـر.

Hukum asal memandikan mayit adalah fardhu kifayah. Tidak boleh mengganti dengan tayamum kecuali karena ketiadaaan air atau sebab yang teranggap.

• وهذا السبب عند أصحابنا رضي الله عنهم منقسمٌ إلى: سبب راجع إلى الميت، وسبب راجع إلى الغاسل.

Sebab yang teranggap ini menurut Fuqoha Syafi'iyyah -semoga Allah meridhai mereka- dibagi menjadi dua : 

1. Sebab yang berasal dari mayit
2. Sebab yang berasal dari orang yang memandikan mayit.

• أمّا السبب الرّاجع إلى الميت فقد مثلوا عليه بكونه قد احترقَ، أو لُدِغَ ولو غُسل لتهرّى.

Adapun sebab yang berasal dari mayit, para fuqoha mencontohkan semacam mayit terbakar atau terkena racun binatang yang seandainnya dimandikan akan terkelupas atau hancur kulitnya.

• وأمّا السبب الرّاجع إلى الغاسل فقد مثّلُوا عليه بما إذا «خيف على الغاسل»، و«لم يمكنه التحفُّظ».

Adapun sebab yang berasal dari orang yang memandikan, mereka mencontohkan apabila membuat takut yang memandikan dan tidak memungkinkan untuk menjaga diri (dari apa yang ditakutkan)

قال الشيخ ابن حجر الهيتميّ رحمه الله في «التحفة» (283/3): «(ومن تعذرَ غُسله) لفقدِ ماء، أو لنحو حرق أو لدغ ولو غسّل تهرّى، أو خِيف على الغاسل ولم يمكنه التحفظ (يُمِّمَ) وجوبًا كالحيِّ»، وهي عبارة الشيخ الرمليّ والخطيب رحمهما الله.

Syaikh Ibnu Hajar Al Haitami Rahimmahullah di dalam At Tuhfah (3/283) berkata: “Jenazah yang tidak memungkinkan untuk dimandikan karena tidak adanya air atau karena terbakar atau terkena racun binatang yang apabila dimandikan, kulit jenazah akan terkelupas atau hancur atau karena ada hal yang ditakutkan oleh orang yang memandikan yang tidak memungkinkan menjaga diri dari apa yang ditakuti tersebut maka jenazah wajib ditayamumkan sebagaimana orang yang hidup”. Hal ini semisal dengan pernyataan Syaikh Ar Ramli dan Al Khatib Rahimmahumallah. 

قال العلامة الكرديّ في «حاشيته على التحفة»: «(أو خيف على الغاسل) من سراية السمِّ إليه».

Al 'Allamah Al Kurdiy berkata di dalam Hasiyyah ‘Alaa Tuhfah, “(Atau adanya ketakutan bagi orang yang memandikan) yaitu berpindahnya racun ( dari jenazah ) ke tubuhnya”

فقول الشيخ ابن حجر: «أو خيفَ على الغاسلِ» يدخلُ فيه ما لو خيفَ على الغاسل العدوى، ولم يمكنه التحفُّظِ.

Maka pernyataan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami (Adanya ketakutan bagi orang yang memandikan) masuk di dalamnya rasa takut tertular penyakit yang tidak memungkinkan untuk dihindari.

وقال رحمه الله في «الإيعاب» (جـ3/ق83): «(لو كانَ غسلُ الميت يهريه لحرق مثلًا، أو فقد الماء، أو خاف الغاسلُ من مباشرته لنحوِ جذام أو سم) كما قاله النوويّ وغيرُه .. يُمِّمَ وجوبًا بدل الغسل».

Beliau Syaikh Ibnu Hajar juga berkata di dalam Al i’ab (3/83), “Seandainya mayit dimandikan menyebabkan terkelupas kulitnya karena ( mayit ) mati terbakar atau ( sebab lain ) karena tidak ada air atau orang yang memandikan takut berkontak fisik dengan mayit yang terkena kusta atau racun, maka sebagaimana perkataan An Nawawi dan selainnya, mayit wajib ditayamumkan sebagai pengganti mandi.

وبهذا النصوص تعلمُ أنَّ الميت بفيروس «كورونا» له صورتان:
الصُّورة الأولى: أن يُخْشَى على الغاسل انتقالُ العدوى، مع عدم تمكنه من التحفّظِ .. فيُيَمُّ.
الصُّورة الثانية: ألا يخشى من تغسيله انتقالُ العدوى، فيُغسَّل، ولا يجوز العدولُ عن التغسيل إلى التيمُّمِ.
ويُرجع في تحديد ذلك إلى قول طبيبٍ عدلٍ.
والله أعلم.

Berdasarkan keterangan di atas, bisa kita ketahui bahwa mayit yang terjangkiti virus Corona dikategorikan menjadi dua:

1. Apabila yang memandikan takut akan berpindahnya penyakit yang tidak memungkinkan untuk dihindari, maka mayit ditayamumkan.

2. Apabila tidak ditakutkan akan berpindahnya penyakit maka dimandikan. Pada kondisi ini tidak boleh mengganti mandi dengan tayamum.

Adapun penentuan dari dua kondisi di atas di dasarkan pada keterangan dari dokter yang terpercaya.

Wallahu’alam
Ustadz Farid Fadhilah 
PP Ma'had darusalam Yogyakarta