ALLAH BERISTIWA DI ATAS ARSY💢
Banyak sekali ayat dan hadits serta ucapan ulama salaf yang menegaskan bahwa Allah berada dan bersemayam di atas.
1. Firman Allah,
"إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ" (سورة فاطر: 10)
"Kepada-Nyalah perkataan-perkataan yang baik naik dan amal yang shalih dinaikkanNya." (Al-Faathir: 10)
2. Firman Allah,
مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ (3) تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ (4)
"Yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan." (Al-Ma'aarij: 3-4)
3. Firman Allah,
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
"Sucikanlah Nama Tuhanmu Yang Mahatinggi." (Al-A'la: 1)
4. Firman Allah,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy." (Thaaha: 5).
5. Dalam Kitab Tauhid, Imam Al-Bukhari menukil dari Abu Aliyah dan Mujahis tentang tafsir istawa, yaitu “ﻋﻼ ﻭ ﺍﺭﺗﻔﻊ” ‘Ala wa- rtafa'a (berada diatas).
6. Rasulullah berkhutbah pada hari Arafah, saat haji wada', dengan menyerukan,
"ألا هل بلغت؟" قالوا نعم ، يرفع أصبعه إلى السماء و يُنكّبها إليهم و يقول :"اللهم اشهد" (رواه مسلم)
"Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan?" Mereka menjawab, "Ya, benar". Lalu beliau mengangkat (menunjuk) dengan jari-jarinya ke atas, selanjutnya beliau mengarahkan jari-jarinya ke arah manusia seraya bersabda, "Ya Allah, saksikanlah." (HR. Muslim).
7. Rasulullah bersabda,
"إن الله كتب كتابا قبل أن يخلق الخلق إن رحمتي سبقت غضبي فهو مكتوب عنده فوق العرش" (رواه البخاري) .
"Sesungguhnya Allah telah menulis suatu kitab (tulisan) sebelum Ia menjadikan makhluk (berupa), sesungguhnya rahmatKu men-dahului murkaKu, ia tertulis di sisiNya di atas 'Arsy." (HR. Al-Bukhari)
8. Rasulullah bersabda,
"إلا تأمنوني و أنا أمين من في السماء؟ يأتيني خبر السماء صباحا و مساء" (متفق عليه)
"Apakah engkau tidak percaya kepadaku, padahal aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di langit? Setiap pagi dan sore hari datang kepadaku kabar dari langit." (Muttafaq Alaih)
9. Al-Auza'i berkata,
كنّا و التابعون متوافرون نقول : إن الله جل ذكره فوق عرشه ، و نؤمن بما وردت به السنة من صفاته (رواه البيهقي بإسناد صحيح- فتح الباري) .
"Kami bersama banyak tabi'in berkata, 'Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung sebutanNya (berada) di atas 'Arsy, dan kami beriman pada sifat-sifatNya sebagaimana yang ter-dapat dalam sunnah Rasulullah'." (HR. Al-Baihaqi dengan sanad shahih)
10. Imam Syafi'i berkata,
" إن الله تعالى على عرشه في سمائه يقرب من خلقه كيف شاء ، و أن الله ينزل إلى سماء الدنيا كيف شاء. (أخرجه الهكاوي في عقيدة الشافعي).
"Sesungguhnya Allah bersemayam di atas 'Arsy langitNya. Ia mendekati makhlukNya sekehendakNya dan Allah turun ke langit dunia dengan sekehendakNya."
"Sesungguhnya Allah bersemayam di atas 'Arsy langitNya. Ia mendekati makhlukNya sekehendakNya dan Allah turun ke langit dunia dengan sekehendakNya."
11. Imam Abu Hanifah berkata,
من قال لا أعرف ربي في السماء أم في الأرض فقد كفر ، لأن الله يقول :
"Barangsiapa mengatakan, 'Aku tidak mengetahui apakah Tuhanku berada di langit atau bumi?' maka dia telah kafir. Sebab Allah berfirman,
"الرحمن على العرش استوى"
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy." (Thaha: 5)
و عرشه فوق سبع سموات ، فأن قال إنه على العرش ، و لكن يقول : لا أدري العرش في السماء أم في الأرض ؟ قال : هو كافر ، لأنه أنكر أنه في السماء ، فمن أنكر أنه في السماء فقد كفر لأن الله أعلى عليين ، و هو يُدعى من أعلى لا من أسفل . (شرح العقيدة الطحاوية 322)
'Arsy Allah berada di atas tujuh langit. Jika seseorang berkata bahwasanya Allah berada di atas 'Arsy, tetapi ia berkata, "Aku tidak tahu apakah 'Arsy itu berada di atas langit atau di bumi?" Maka dia telah kafir. Sebab dia mengingkari bahwa 'Arsy berada di atas langit. Barangsiapa mengingkari bahwa 'Arsy berada di atas langit maka dia telah kafir, karena sesungguhnya Allah adalah paling tinggi di atas segala sesuatu yang tinggi. Dia dimohon dari tempat yang tertinggi, bukan dari tempat yang paling bawah. (Syarh Aqidah Thohawiyah 322)
12. Imam Malik ditanya tentang cara istiwa' (bersemayamnya Allah) di atas 'Arsy-Nya, ia lalu menjawab,
12. Imam Malik ditanya tentang cara istiwa' (bersemayamnya Allah) di atas 'Arsy-Nya, ia lalu menjawab,
"الاستواء معلوم ، و الكيف مجهول ، و الإيمان به واجب ، و السؤال عنه بدعة (أي عن كيفيته) أخرجوا هذا المبتدع.
"lstiwa' itu telah dipahami pengertiannya, sedang cara (visualisasinya) tidak diketahui, iman dengannya adalah wajib, dan pertanyaan tentangnya adalah bid'ah (maksudnya, tentang visualisasinya). Usirlah tukang bid'ah ini.
13. Tidak boleh menafsirkan istiwa' (bersemayam di atas) de-ngan istawla (menguasai), karena keterangan seperti itu tidak di-dapatkan dalam riwayat orang-orang salaf. Metode orang-orang salaf adalah lebih selamat, lebih ilmiah dan lebih bijaksana.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata,
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata,
لقد أمر الله اليهود أن يقولوا "حِطّة" فقالوا "حنطة" تحريفا ، و أخبرنا الله أنه "استوى على العرش" فقال المتأولون : "استولى" فانظر ما أشبه لامهم التي زادوها بنون اليهود التي زادوها. (نقله محمد أمين الشنقيطي عن ابن قيم الجوزية).
"Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang Yahudi agar mengatakan hiththatun (bebaskanlah kami dari dosa), tetapi mereka mengatakan hintha-tun (biji gandum) dengan niat membelokkan dan menyelewengkan-nya.mDan Allah memberitakan kepada kita bahwa Dia 'Alal 'arsyistawa "bersemayam di atas 'Arsy", tetapi para tukang takwil mengatakan istawlaa "menguasai".
Perhatikanlah, betapa persis penambahan "lam" yang mereka lakukan Istawaa menjadi Istawlaa dengan penambahan "nun" yang dilakukan oleh orang- orangYahudi "hiththatun" menjadi " Hinthatun" (nukilan Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi dari Ibnu Qayyim AlJauziyah).
Di samping pentakwilan mereka dengan "istawla" merupakan pembelokan dan penyimpangan, pentakwilan itu juga memberikan asumsi (anggapan) bahwa Allah menguasai 'Arsy dari orang yang menentang dan ingin merebutnya. Juga memberi asumsi bahwa 'Arsy itu semula bukan milikNya, lalu Allah menguasai dan merebutnya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka takwilkan.
Di samping pentakwilan mereka dengan "istawla" merupakan pembelokan dan penyimpangan, pentakwilan itu juga memberikan asumsi (anggapan) bahwa Allah menguasai 'Arsy dari orang yang menentang dan ingin merebutnya. Juga memberi asumsi bahwa 'Arsy itu semula bukan milikNya, lalu Allah menguasai dan merebutnya. Maha Suci Allah dari apa yang mereka takwilkan.
ustadz faharudin
pengajar pp yaumi yogyakarta