Apa Bedanya Ahlus Sunnah Dan Musyabbihah (Yang Menyerupakan Allah Dengan Makhluk) ?
Oleh : Muhammad Atim
Tidak sedikit orang yang menuduh orang lain sebagai mujassimah (yang menganggap Allah sebagai fisik) atau musyabbihah (yang menyerupakan Allah dengan makhluk), padahal mereka adalah Ahlus Sunnah.
Hal itu karena mereka tidak bisa membedakan antara Ahlus Sunnah dan Musyabbihah. Padahal bedanya sangat jelas. Ahlus Sunnah menetapkan setiap sifat yang Allah tetapkan untuk diri-Nya, sebagaimana datangnya, tanpa menjelaskan bagaimananya dan tanpa mentakwilkannya. Sedangkan musyabbihah menetapkan sifat-sifat Allah ditambah dengan menjelaskan dan menggambarkan bagaimananya dan menyerupakannya dengan yang ada pada makhluk. Misalnya Ahlus Sunnah menetapkan bahwa Allah memiliki wajah, tangan, dsb sebagaimana yang ditetapkan dalam nash, tanpa menggambarkan dan menyerupakan dengan makhluk, dan tanpa mentakwilkannya kepada makna lain. Sedangkan musyabbihah menetapkan Allah memiliki wajah dan tangan, seperti wajah dan tangan makhluk.
Mentakwilkan wajah dan tangan kepada makna lain, yaitu bermakna kekuatan dan zat-Nya dengan tidak menetapkan wajah dan tangan sebagai sifat khusus bagi Allah secara hakiki, bukan ungkapan lain dari sifat kekuatan dan zat, hakikatnya adalah menafikan sifat khusus dari wajah dan tangan tersebut. Inilah yang dilakukan oleh Jahmiyyah dan Muktazilah. Sehingga mereka selalu menuduh Ahlus Sunnah sebagai musyabbihah. Karena mereka menganggap dengan menetapkan sifat wajah dan tangan secara hakiki sudah otomatis menyerupakan Allah dengan makhluk. Padahal tidak sama sekali, bagi orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk memahami perbedaannya.
Para ulama telah mengingatkan akan hal ini, bahwa Ahlus Sunnah senantiasa dituduh sebagai musyabbihah.
Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H) berkata :
وَأَمَّا الْجَهْمِيَّةُ فَإِنَّهُمْ يُسَمُّوْنَ أَهْلَ السُّنَّةِ الْمُشَبِّهَةَ
"Adapun Jahmiyyah, sesungguhnya mereka menamakan Ahlus Sunnah sebagai musyabbihah" (Thabaqat Al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya'la, 1/35, dalam riwayat Isthakhri dari imam Ahmad).
Ishak bin Rohawaih (w. 238 H) berkata :
عَلَامَةُ جَهْمٍ وَأَصْحَابِهِ دَعْوَاهُمْ عَلَى أَهْلِ الْجَمَاعَةِ، وَمَا أُولِعُوا بِهِ مِنَ الْكَذِبِ، إِنَّهُمْ مُشَبِّهَةٌ بَلْ هُمُ الْمُعَطِّلَةُ وَلَوْ جَازَ أَنْ يُقَالَ لَهُمْ: هُمُ الْمُشَبِّهَةُ لَاحْتُمَلَ ذَلِكَ
"Tanda Jahm dan para sahabat/pengikutnya adalah klaim mereka terhadap Ahlul Jama'ah, sebagaimana mereka telah terbiasa berdusta, bahwa mereka adalah musyabbihah. Justru merekalah yang mu'athilah (yang mengabaikan/menolak sifat-sifat Allah). Kalau boleh dikatakan bagi mereka, mereka adalah musyabbihah, niscaya hal itu pun memungkinkan." (Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalakai, 3/588).
Abu Hatim Ar-Razi (w. 277 H) berkata :
وَعَلَامَةُ الْجَهْمِيَّةِ أَنْ يُسَمُّوا أَهْلَ السُّنَّةِ مُشَبِّهَةً
"Ciri Jahmiyyah adalah mereka menamai Ahlus Sunnah sebagai musyabbihah" (Syarh Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah, Al-Lalakai, 1/97).
Silahkan cermati penjelasan Imam At-Tirmidzi (w. 279H) ketika menjelaskan hadits berikut ini,
عن أبي هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ الصَّدَقَةَ وَيَأْخُذُهَا بِيَمِينِهِ فَيُرَبِّيهَا لِأَحَدِكُمْ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ حَتَّى إِنَّ اللُّقْمَةَ لَتَصِيرُ مِثْلَ أُحُدٍ وَتَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ﴿أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ﴾ وَ ﴿يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ﴾
Dari Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah saw bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala menerima sedekah dengan tangan kanan-Nya lalu mengembangkannya untuk kalian sebagaimana kalian membesarkan anak kuda kalian, sampai-sampai sesuap makanan akan menjadi sebesar gunung Uhud, mengenai hal ini Allah Ta'ala berfirman, "Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat" dan "Allah menghancurkan riba dan mengembangkan shodaqoh."
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ نَحْوَ هَذَا وَقَدْ قَالَ غَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي هَذَا الْحَدِيثِ وَمَا يُشْبِهُ هَذَا مِنْ الرِّوَايَاتِ مِنْ الصِّفَاتِ وَنُزُولِ الرَّبِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالُوا قَدْ تَثْبُتُ الرِّوَايَاتُ فِي هَذَا وَيُؤْمَنُ بِهَا وَلَا يُتَوَهَّمُ وَلَا يُقَالُ كَيْفَ، هَكَذَا رُوِيَ عَنْ مَالِكٍ وَسُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ أَنَّهُمْ قَالُوا فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ أَمِرُّوهَا بِلَا كَيْفٍ وَهَكَذَا قَوْلُ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ وَأَمَّا الْجَهْمِيَّةُ فَأَنْكَرَتْ هَذِهِ الرِّوَايَاتِ وَقَالُوا هَذَا تَشْبِيهٌ وَقَدْ ذَكَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي غَيْرِ مَوْضِعٍ مِنْ كِتَابهِ الْيَدَ وَالسَّمْعَ وَالْبَصَرَ فَتَأَوَّلَتْ الْجَهْمِيَّةُ هَذِهِ الْآيَاتِ فَفَسَّرُوهَا عَلَى غَيْرِ مَا فَسَّرَ أَهْلُ الْعِلْمِ وَقَالُوا إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ آدَمَ بِيَدِهِ وَقَالُوا إِنَّ مَعْنَى الْيَدِ هَاهُنَا الْقُوَّةُ وَقَالَ إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ إِنَّمَا يَكُونُ التَّشْبِيهُ إِذَا قَالَ يَدٌ كَيَدٍ أَوْ مِثْلُ يَدٍ أَوْ سَمْعٌ كَسَمْعٍ أَوْ مِثْلُ سَمْعٍ فَإِذَا قَالَ سَمْعٌ كَسَمْعٍ أَوْ مِثْلُ سَمْعٍ فَهَذَا التَّشْبِيهُ وَأَمَّا إِذَا قَالَ كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يَدٌ وَسَمْعٌ وَبَصَرٌ وَلَا يَقُولُ كَيْفَ وَلَا يَقُولُ مِثْلُ سَمْعٍ وَلَا كَسَمْعٍ فَهَذَا لَا يَكُونُ تَشْبِيهًا وَهُوَ كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي كِتَابهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Abu 'Isa (At-Tirmidzi) berkata, ini adalah hadits hasan shahih, telah diriwayatkan dari 'Aisyah dari Nabi ﷺ seperti hadits di atas. Para ulama telah memberi penjelasan tentang hadits di atas dan hadits-hadits lain yang memuat sifat-sifat Rabb dan turun-Nya setiap malam ke langit dunia, mereka berkata, riwayat-riwayat tersebut semuanya shahih dan wajib untuk diimani serta tidak boleh dibayangkan dan tidak boleh dipertanyakan bagaimana. Begitulah diriwayatkan dari Malik bin Anas, Sufyan bin 'Uyainah, Abdullah bin Mubarak, bahwa mereka berkata mengenai hadits-hadits ini, "Tetapkanlah sebagaimana datanganya, tanpa menjelaskan bagaimananya". Demikianlah perkataan para ulama Ahlussunnah wal Jamaah. Adapun golongan Jahmiyyah, mereka mengingkari riwayat-riwayat tersebut bahkan mengatakan, “Ini adalah tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya)”. Sungguh Allah telah menyebutkan pada banyak tempat dari kitab-Nya, tangan, pendengaran dan penglihatan. Lalu Jahmiyyah menta'wilkan ayat-ayat ini dan menafsirkannya tidak seperti penafsiran para ulama. Mereka berkata, “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan Adam dengan tangan-Nya dan arti dari tangan di sini adalah kekuatan. Ishaq bin Ibrahim (Rohawaih) berkata, yang dinamakan dengan tasybih ialah jika dia mengatakan tangan Allah seperti tangan makhluk, pendengaran Allah seperti pendengaran makhluk dan jika terbukti dia mengatakannya maka itu merupakan tasybih. Adapun jika dia mengatakan sebagaimana Allah berfirman: bahwa Allah memiliki tangan, pendengaran dan penglihatan tanpa menjelaskan bagaimananya serta tidak mengatakan seperti pendengaran yang lain, maka hal ini tidak termasuk tasybih dan ini sesuai dengan firman Allah: "Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat." (Asy Syuraa: 11) (HR. Tirmidzi, no. 662).
Syamsuddin Adz-Dzahabi (w. 748 H) juga menjelaskan :
لَيْسَ يَلْزَمُ مِنْ إِثْبَاتِ صِفَاتِهِ شَيْءٌ مِنْ إِثْبَاتِ التَّشْبِيْهِ وَالتَّجْسِيْمِ، فَإِنَّ التَّشْبِيْهَ إِنَّمَا يُقَالُ : يَدٌ كَيَدِنَا، وَأَمَّا إِذَا قِيْلَ يَدٌ لَا تُشْبِهُ الْأَيْدِي، كَمَا أَنَّ ذَاتَهُ لَا تُشْبِهُ الذَّوَاتِ، وَسَمْعُهُ لَا يُشْبِهُ الْأَسْمَاعَ، وَبَصَرُهُ لَا يُشْبِهُ الْأَبْصَارَ، وَلَا فَرْقَ بَيْنَ الْجَمِيْعِ فَإِنَّ ذَلِكَ تَنْزِيْهٌ.
“Tidak mesti menetapkan sifat-sifat-Nya termasuk menetapkan tasybih dan tajsim. Karena tasybih itu hanya jika dikatakan, “Tangan seperti tangan kita”. Adapun apabila dikatakan, “Tangan tidak menyerupai tangan-tangan, sebagaimana zat-Nya tidak menyerupai zat-zat, pendengaran-Nya tidak menyerupai pendengaran-pendengaran, penglihatan-Nya tidak menyerupai penglihatan-penglihatan, dan tidak ada perbedaan pada semua (sifat-sifat Allah itu antara satu sama lainnya), sesungguhnya itu merupakan pensucian.” (Al-Arba’in fi Shifat Rabbil ‘Alamin, Adz-Dzahabi, hal. 104).
Wallahul Muwaffiq.
t.me/butirpencerahan