Jumat, 09 Oktober 2020

Tidak boleh mengingkari sebuah kemungkaran dengan kemungkaran yang lebih besar” (Majmu’ Fatawa 14/472)

Saya kasihan dengan aparat yang telah begitu lelah menjaga kestabilan negara, dan saya kasihan dengan mahasiswa yang sudah banyak terluka, dan saya kasihan dengan inventaris negara yang sudah banyak hancur.

Kami melarang demonstrasi bukan berarti membela pemerintah yang dzalim. Sama sekali tidak, tolonglah untuk dipahami.

Karena, janganlah merubah sebuah kemungkaran dengan kemunkaran yang sama atau bahkan kemunkaran yang lebih dahsyat. Bukankah yang kita inginkan adalah perbaikan dan bukan pengrusakan?

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

لا يجوز إنكار المنكر بما هو أنكر منه

“Tidak boleh mengingkari sebuah kemungkaran dengan kemungkaran yang lebih besar” (Majmu’ Fatawa 14/472)

Lalu bagaimana cara menasihati pemerintah agar tidak timbul kerusakan? Mungkin wasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lah yang terbaik:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ، فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ، فَيَخْلُوَ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ لَهُ

“Barangsiapa yang hendak menasihati seorang pemimpin, maka janganlah menampakkannya secara terang-terangan. Akan tetapi, hendaknya dia mengambil tangan penguasa dan berdua-duaan dengannya. Jika penguasa menerima nasihat, maka itu yang diharapkan. Dan jika penguasa tidak menerima nasihat, maka ia telah melakukan kewajibannya (menasihati pemimpin yang keliru)” (HR.Ahmad no. 15333; dinyatakan shahih oleh Syu’aib Al-Arnauth)

Nasihati dengan cara yang terbaik, jika pemerintah tidak menerima nasihat kita maka Allah tidaklah tidur. Setiap kedzaliman yang terjadi, akan dicatat oleh Allah ta’ala.

Terakhir, semoga Allah memperbaiki kualitas rakyat dan kualitas pemimpin kita. Karena kualitas pemimpin adalah kualitas rakyat. Baarakallahu fiikum.

Abdurrahman Al-Amiry