Perkataan ulama yang dikutip (namun tidak diterjemahkan) sudah tepat, yaitu bahwa status negeri Islam dilihat dari mana syi'ar yang dominan/mayoritas ada pada suatu negeri.
Hal ini juga sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Baz -rahimahullah- ketika beliau ditanya:
“Terkait status negeri-negeri Islam, kebanyakannya terdapat praktek kesyirikan dan di dalamnya terdapat pula bangunan (kubur) bagi orang sholeh. Pertanyaannya, apakah ini disebut negeri Islam ataukah tidak?”
Syaikh menjawab:
“Semoga Allah memberi mereka petunjuk. Hal ini tergantung dari pengamatan. Jika syiar kekafiran dominan di dalamnya, maka ia negeri kafir. Dan jika dominan syiar Islam di dalamnya, maka ia negeri Islam. Intinya, berdasarkan apa yang tampak dan yang dominan di dalamnya.”
Penanya:
“Mereka shalat, mereka puasa, dan mereka juga punya masjid..”
Syaikh:
“Yang dominan di dalamnya, maka itulah hukumnya.”
Penanya:
“Mayoritasnya muslimin, wahai Syaikh, Islam.”
Syaikh:
“Kalau begitu dominan di dalamnya nama Islam, shalat, dan selainnya di antara syi'ar-syi'ar Islam, maka namanya negeri Islam walaupun penguasanya kafir.”
Sumber:
https://archive.org/details/bin-baz-darulislam
Uniknya, pemilik status di gambar ini justru melenceng dari kutipan yang dibawanya. Ia malah menilai negeri Islam atau tidaknya dari pernyataan petinggi-petinggi bangsa? Jadi yang benar yang mana, sesuai pernyataan ulama yang ia kutip ataukah dari pernyataan petinggi bangsa?
Terlebih lagi mengkaitkan sebuah negeri Islam atau tidak dengan status ulil amri pemimpinnya adalah sebuah kebodohan yang dipertontonkan.
Sebab tidak ada kaitannya.
Syaikh Shalih Alusy Syaikh menjelaskan dalam Syarh Kasyfisy Syubuhat:
دار الكفر ودار الإسلام لا علاقة لها بالحاكم
"Negeri kafir dan negeri Islam tidak ada kaitannya dengan pemimpinnya"
Pengaruh dari suatu negeri Islam atau tidak bukan kepada status pemimpinnya, akan tetapi kepada apakah boleh tinggal di dalamnya, apakah harus hijrah dari sana, dan apakah negeri tersebut boleh diserang.
Adapun selama seorang pemimpin itu muslim yang tidak melakukan pembatal keislaman, walaupun kondisi negerinya didominasi kesyirikan, maka dia tetaplah waliyyul amri yang ditaati.
Sebaliknya, jika sebuah negeri didominasi syi'ar Islam, namun penguasanya kafir sekalipun, maka negeri tersebut tetap negeri Islam. Sebagaimana dijelaskan Syaikh Ibn Baz di atas dan juga ulama lainnya.
Sebagai nasehat, Syaikh Shalih Alusy Syaikh mengatakan:
فهذه الأحكام دقيقة، ودائما أوصي الشباب بأن لا يخوضوا فيها؛
"Persoalan seputar hukum negeri Islam dan negeri kafir ini sesuatu yang rumit, aku senantiasa menasehati para pemuda untuk tidak menceburkan diri ke dalamnya."
Jangan merasa diri besar dengan berfatwa dari kantong pribadinya mengenai sebuah urusan besar.