Kamis, 23 Mei 2024

MAKRUH DISISI IMAM ASY-SYĀFI‘Ī

MAKRUH DISISI IMAM ASY-SYĀFI‘Ī

Tidak sedikit penuntut ilmu dan bahkan pengkaji saat ini yang tidak paham dengan istilah yang digunakan oleh Imam Asy-Syāfi‘ī, sehingga wajar apabila keliru memahami ketika membaca kalam Imam Asy-Syāfi‘ī.

Contohnya, mereka menyandarkan pendapat makruh yang dibolehkan atau bahkan boleh dalam suatu perkara kepada Imam Asy-Syāfi‘ī hanya karena Imam Asy-Syāfi‘ī menggunakan frasa “aku membencinya”, “aku tidak suka”, “aku memandang ini makruh”, dan frasa sejenis lainnya. Mereka memahami “makruh” dalam kalam Imam Asy-Syāfi‘ī dengan “perbuatan yang tidak berdosa (boleh) bagi orang yang melakukannya dan mendapat pahala (sunah) bagi orang yang meninggalkannya”. Padahal Imam Asy-Syāfi‘ī biasa menggunakan istilah “makruh”, “karāhah”, “karāhiyah”, dan sejenisnya dengan maksud HARAM dalam produk ijtihadnya, jika tiada dalil yang shahih lagi ṣharīḥ disisi Imam Asy-Syāfi‘ī.

Sebagaimana disebutkan oleh Imam Badruddīn Az-Zarkasyī (w. 794 H) dalam kitab Al-Baḥru Al-Muḥīṭ fī Uṣūlil-Fiqh tentang definisi Al-Makrūh (1/296) :

يطلق على أربعة أمور؛
أحدها: الحرام، ومنه قوله تعالى: {كل ذلك كان سيئه عند ربك مكروها}. أي محرما، ووقع ذلك في عبارة الشافعي ومالك.

“(Makruh) dimaksudkan pada 4 hal;
Pertama: Haram, seperti dalam firman Allah ta'ala {Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu}. (Kata makrūhan) artinya diharamkan atau terlarang. Istilah tersebut sering digunakan dalam ‘ibārah (redaksi) oleh Asy-Syāfi‘ī dan Mālik”.

Kemudian Imam Az-Zarkasyī menukil keterangan Imam Abū Bakr Aṣ-Ṣayyadhānī Asy-Syāfi‘ī (w. 427 H) yang mengatakan :

وهو غالب في عبارة المتقدمين كراهة أن يتناولهم قوله تعالى: {ولا تقولوا لما تصف ألسنتكم الكذب هذا حلال وهذا حرام}، فكرهوا إطلاق لفظ التحريم.

“Redaksi makruh biasa digunakan dalam ‘ibārah ulama Mutaqaddimin, (menunjukkan) bahwa mereka mempertimbangkan (larangan dalam) firman Allah ta'ala: {Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”}, maka makruh disisi mereka mutlak bermaksud ungkapan pengharaman”.

Dalam Raf‘ul-Ḥājib ‘an Mukhtaṣar Ibnil-Ḥājib (1/563), Imam Tājuddīn As-Subkī (w. 771 H) menjelaskan hal yang senada berikut ini :

{المكروه} فيه ابحاث...
والثالث: أنه {يطلق أيضا على الحرام}
وهو كثير في كلام الشافعي وغيره من أقدمين،...

“Tentang Makruh, didalamnya terdapat beberapa pembahasan (kaidah peristilahan)...
Ketiga: bahwasanya {itu juga disebut atau bermakna haram}
Dan penggunaan istilah makruh yang bermaksud haram banyak ditemukan dalam kalam Asy-Syāfi‘ī dan ulama Mutaqaddimin lainnya,...”.

Imam Hujjatul-Islām Al-Ghazzālī (w. 505 H) juga menerangkan hal yang sama dalam Al-Mustaṣfā min ‘Ilmil-Uṣūl (1/215-216) :

وأما المكروه: فهو لفظ مشترك في عرف الفقهاء بين معنا:
أحدها: المحظور، فكثيرا ما يقول الشافعي -رحمه اللّه-: {وأكره هذا}، وهو يريد التحريم.

“Adapun Al-Makrūh adalah lafal yang mengandung banyak makna dalam tradisi fukaha:
Pertama: Al-Maḥẓūr (larangan/haram), maka banyak sekali Asy-Syafi’i raḥimahullāh berkata {Aku memandang ini makruh}, dan maksud beliau adalah at-taḥrīm (pengharaman).”

Imam Al-Juwainiy rahimahullah berkata tentang Imam Asy-Syafi'i :

فإنه كثيرًا ما يطلق الكراهية، ويريد التحريم. 

"Sesungguhnya beliau dalam banyak moment sering menggunakan kata Al-Karahiyyah (Makruh) dan yang beliau kehendaki dengannya adalah Tahrim (pengharaman)." 
(Nihaytul Mathlab, 19/21)

Dan masih banyak lagi keterangan dari ulama Madzhab Syafi'i yang menyebutkan bahwa istilah makruh biasa digunakan oleh Imam Asy-Syāfi‘ī untuk maksud pengharaman berdasarkan hasil ijtihadnya, jika dalil yang ada tidak shahih lagi ṣharīḥ (jelas) disisi Imam Asy-Syāfi‘ī.

Dengan demikian, seorang penuntut ilmu dan pengkaji harus hati² dalam berinteraksi dengan istilah² yang digunakan oleh Imam Asy-Syāfi‘ī dan bahkan para ulama Salaf Mutaqaddimin secara umum, kekeliruan dalam memahami istilah ulama bisa mencacatkan kajian dan kesimpulan, apalagi kajiannya diklaim sebagai tajdid, tarjih, dan daqiq. Hasilnya, yang diharamkan Imam Asy-Syāfi‘ī menjadi makruh bahkan mubah saja disisi mereka hanya karena Imam Asy-Syāfi‘ī menggunakan redaksi “aku membencinya”, “aku tidak suka”, “aku memandang ini makruh”, dan redaksi sejenis lainnya. Inilah pentingnya belajar fikih dengan Manhaj Madzhabi, agar tahu secara baik dan benar tentang maksud istilah yang digunakan para ulama.

Semoga Allah merahmati semua ulama yang disebutkan di atas, mengampuni semua kekhilafannya, dan menerima semua amal baiknya. Amīn.

Semoga berfaedah, wallāhu ta‘āla a‘lam...

Akhūkum Fillah,
ALFAN EDOGAWA
Pengasuh Madrasah Al-Maduri