DEBAT DISYARI’ATKAN SEBAGAI BENTUK KERJASAMA UNTUK MENAMPAKKAN KEBENARAN
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- berkata:
“Hujjah merupakan: istilah untuk sesuatu yang dijadikan alat untuk berdalil; baik itu benar maupun bathil…Dan hujjah yang disandarkan kepada Allah: itulah al-Haqq (kebenaran).
Dan hujjah terkadang bermakna: pertengkaran, seperti dalam firman Allah -Ta’aalaa-:
{فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ...}
“Karena itu, serulah (mereka beriman) dan tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad) dan janganlah mengikuti keinginan mereka dan katakanlah, “Aku beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan agar berlaku adil di antara kamu. Allah Rabb kami dan Rabb kamu. Bagi kami perbuatan kami dan bagi kamu perbuatan kamu. Tidak (perlu) ada hujjah (pertengkaran) antara kami dan kamu,..” (QS. Asy-Syuuraa: 15)
Yakni: telah jelas al-Haqq (kebenaran) dan telah tampak; maka tidak ada pertengkaran di antara kita setelah jelas kebenaran, dan tidak ada juga perdebatan. Karena sungguh, debat adalah syari’at yang diletakkan untuk saling tolong menolong dalam menampakkan kebenaran. Sehingga jika telah tampak kebenaran dan tidak lagi tersisa kesamaran; maka tidak ada lagi faedah dalam pertengkaran.”
["Miftaah Daaris Sa'aadah" (hlm. 190-191 -Al-'Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu)]
-diterjemahkan oleh: Ahmad Hendrix-