Sabtu, 06 Januari 2024

TA'SHIL IMAMAH (KEPEMIMPINAN) MENURUT AHLUS SUNNAHbagian keduaSyaikh Abdul Aziz Ar-rays -hafidzahullah- berkata:

TA'SHIL IMAMAH (KEPEMIMPINAN) MENURUT AHLUS SUNNAH

bagian kedua

Syaikh Abdul Aziz Ar-rays -hafidzahullah- berkata:

TA'SHIL KEDUA: TUJUAN DITEGAKKAN IMAMAH

Tujuan disyariatkannya wilayah (kekuasaan) dan imamah (kepemimpinan) adalah untuk menegakkan agama dan memperbaiki dunia, dan pensyariatannya termasuk bab wasilah-wasilah.

Berkata Al-Mawardi -rahimahullah-: 

الإمامة موضوعة لخلافة النبوة في حراسة الدين وسياسة الدنيا

"Imamah dibuat untuk menggantikan kepemimpinan nubuwah (kenabian) dalam menjaga agama dan mengatur urusan dunia"
(Al-Ahkam Ash-Shulthoniyyah, hlm 15)

Ath-Thiibiy -rahimahullah- berkata:

إن الراعي ليس مطلوبا لذاته، إنما أقيم لحفظ ما استرعاه المالك، فينبغي أن لا يتصرف إلا بما أذن الشارع فيه

"Sesungguhnya Penguasa bukanlah tujuan asalnya, akan tetapi ditegakkan untuk menjaga apa yang dipelihara oleh penguasa, maka selayaknya tidak boleh seorang pemimpin berbuat kecuali dengan apa yang diizinkan oleh pembuat syariat "
('Umdatul Qaari, XXIV/221)

Imam Qurthubi -rahimahullah- dalam menafsirkan Firman-Nya:

 وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَـٰۤىِٕكَةِ إِنِّی جَاعِلࣱ فِی ٱلۡأَرۡضِ خَلِیفَةࣰۖ 

"Dan ingatlah tatkala Rabbmu berkata kepada Malaikat, sesungguhnya aku akan menjadikan seseorang pemimpin di muka bumi."
[Surat Al-Baqarah: 30]

"Seorang Imam (penguasa) sesungguhnya ditegakkan hanyalah untuk melawan musuh, menjaga eksistensi umat, menutupi kekurangan, mengeluarkan hak-hak, menegakkan hukum, menarik harta untuk Baitul mal dan membaginya untuk orang yang berhak."

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah-: "Maksud yang wajib dari kekuasaan adalah memperbaiki agama manusia yang apabila luput dari mereka, mereka akan rugi dengan kerugian yang nyata, dan tidak akan bermanfaat bagi mereka kenikmatan dunia manapun, dan memperbaiki perkara dunia mereka yang agama tidak akan tegak kecuali dengannya."
(As-Siyasah Asy-Syar'iyyah, hlm. 21)

Ia juga berkata: "Sesungguhnya Penguasa  dilantik hanyalah untuk melaksanakan amar makruf nahi Munkar, inilah maksud dari kekuasaan. Apabila seorang penguasa melakukan kemungkaran dengan harta yang ia ambil maka ia telah menyelisihi maksud ini!, seperti orang yang engkau tugaskan untuk membantumu melawan musuh, kemudian dia justru membantu musuh melawanmu, dan seperti kedudukan orang yang mengambil harta yang diperuntukan untuk jihad fisabilillah, kemudian dia justru memerangi kaum muslimin. Penjelasan hal ini -kebaikan para hamba adalah dengan amar makruf nahi Munkar- karena sesungguhnya kebaikan dunia dan hamba dalam mentaati Allah dan Rasulnya, tidak akan sempurna kecuali dengan amar makruf nahi munkar. Dan dengannya maka umat ini menjadi umat yang terbaik yang dikeluarkan untuk manusia. Allah -subhanahu wa ta'ala - berfirman:

كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ 

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar..."
QS. Ali Imran: 110
(As-Siyasah Asy-Syar'iyyah, hlm 58)

Berkata Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah-:

وجميع الولايات الإسلامية مقصودها الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

"Dan seluruh kekuasaan Islam maksudnya adalah untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar"
(Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah, hlm. 199)

Berkata Imam Asy-Syaukani -rahimahullah-: "Dan kesimpulannya, bahwa tujuan yang dimaksudkan oleh pembuat syariat dari ditegakkannya para penguasa adalah dua hal:

1) yang pertama dan yang paling penting adalah menegakkan menara agama, dan mengokohkan para hamba di atas Shirothol Mustaqim, dan mencegah mereka dari menyelisihinya, terjatuh dalam larangan-larangan, secara sukarela atau terpaksa.

2) yang kedua, mengatur kaum muslimin agar mendapatkan kemaslahatan dan menjauhkan kemudhorotan dari mereka, membagikan harta Allah diantara mereka, mengambilnya dari yang berkewajiban dan mengembalikannya kepada yang berhak, membuat tentara, menyiapkan jihad untuk melawan orang yang akan berbuat kerusakan di muka bumi dari para bughot (pemberontak), dan pengacau dari menguasai rakyat yang lemah dan merampas harta mereka dan membegal jalan mereka. Kemudian tegak menghadapi musuh mereka dari kalangan orang kafir apabila mereka menginginkan negeri Islam, dan memerangi mereka di negeri kafir apabila kaum muslimin mampu terhadapnya, dan memiliki persiapan dan kemampuan serta perbekalan yang cukup. Dan inilah maksud dari dilantiknya Imam (penguasa) yang ditetapkan oleh Syariat." 
(As-Sail Al-Jarraar, I/646)

Ia juga berkata: "Maksud dari kekuasaan umum adalah mengatur urusan manusia dengan hukum umum dan khusus, dan menjalankan perkara sesuai jalannya, meletakkan sesuai tempatnya. Dan ini tidak akan mudah bagi yang panca indranya terdapat kekurangan; karena kekurangan (panca indranya) menuntut kekurangan dalam pengurusan (negara), baik secara mutlak atau secara nisbi sesuai dengan panca indranya.

Adapun kesempurnaan anggota tubuh, maka tidak ada alasan untuk disyaratkan, karena orang yang pincang, dan lumpuh, pengaturannya tidak berkurang sedikitpun. Kedudukannya sama dengan orang yang tidak mengalaminya. Dan telah diketahui bahwa bukanlah Imam yang dimaksudkan seperti yang jago berlari, kuat memukul gada-gada, atau kuat mengangkat beban." 
(As-Sail Al-Jarraar, I/937)

(Al-Imamatul Udzma, Syaikh Abdul Aziz Ar-rays, hlm. 27-29)

Penterjemah

Dika Wahyudi Lc

Karawang, 6 Januari 2024
24 Jumadal Akhir 1445 H