Genealogis Teologi Muhammadiyah
HUBUNGAN FIKRAH MUHAMMADIYAH DENGAN WAHABI
(Keterangan Buya Hamka Bag. 2a)
Prof. Dr. KH. Abdul Malik Karim Amrullah marupakan ulama berpengaruh di zamannya, dihormati kawan disegani lawan. Ulama yang lebih masyhur dipanggil Buya Hamka ini adalah salah satu tokoh ulung Muhammadiyah, dan merupakan ulama pertama yang memimpin Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam banyak kesempatan (buku), Buya Hamka kerap mengulas tentang Kemuhammadiyahan, secara acak tapi rancak.
Dalam buku Ayahku (hal. 216), misalnya. Ulama yang bergelar Datuk Indomo ini menyebutkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan yang hendak menegakkan paham salaf, sebagaimana disebutkan:
“Bersama dengan Syekh Muhammad Jamil Jambek, beliau (Syekh Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka) menjadi pelindung utama dari perserikatan itu. Beliau berdua menyatakan diri aktif membantu Muhammadiyah setelah terang bahwa Muhammadiyah hendak menegakkan paham salaf,...”.
Mungkin akan muncul pertanyaan, paham salaf seperti apa yang dimaksud? Jawabannya terletak pada halaman berikutnya (hal. 352), Buya Hamka mengatakan:
“Pada tahun 1927 M, terjadilah Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan. Kedua ulama itu (Syekh Muhammad Jamil Jaho dan Syekh Muhammad Zain Simabur) pun hadir dalam kongres itu. Di sanalah, baru mereka tahu tujuan yang sebenarnya dari Muhammadiyah, yaitu membela paham Wahabi dan lain-lain yang selama ini sangat mereka tentang.”
Dengan demikian, paham Salaf yang ingin ditegakkan oleh Persyarikatan Muhammadiyah adalah seperti pemahaman Wahabi. Disamping gemar membaca Al-Manar dan pernah bermuwajahah langsung dengan penulisnya (Syekh Rasyid Ridha), di halaman 128 (buku Ayahku), disebutkan bahwa KH. Ahmad Dahlan merupakan pembaca setia Al-Munir, surat kabar kaum Wahabi di Padang. Dan pada tulisan saya sebelumnya (facebook.com/aedogawa/posts/3014382525480666), berdasarkan keterangan dari Buya Haedar Nashir, bahwasanya mata rantai gerakan pembaruan Muhammadiyah itu merupakan estafet dari gerakan pembaruan ulama Salafi; Syaykhul-Islam Ibnu Taimiyyah, Syekh Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab, Syekh Muhammad ‘Abduh, dan Syekh Rasyid Ridha. Akan tetapi, yang patut digaris-bawahi adalah hubungan Muhammadiyah dengan Wahabi hanya sekedar spirit dan fikrah pemurnian akidah/tauhid saja, bukan gerakan atau thariqah Wahabi. [bersambung]
Salam Persahabatan Berkemajuan,
Alfan Edogawa