ADIL DALAM MENILAI DAN MENGHUKUMI
Ali bin Abi Thalib -radhiyallah 'anhu- berkata:
عثَني رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليهِ وسلَّمَ إلى اليَمنِ قاضيًا ، فقُلتُ: يا رسولَ اللَّهِ! ترسِلُني وأَنا حديثُ السِّنِّ ، ولا عِلمَ لي بالقضاءِ ، فقالَ: إنَّ اللَّهَ سيَهْدي قلبَكَ ، ويثبِّتُ لسانَكَ ، فإذا جلَسَ بينَ يديكَ الخصمانِ ، فلا تَقضينَّ حتَّى تسمَعَ منَ الآخَرِ ، كما سمِعتَ منَ الأوَّلِ ، فإنَّهُ أحرى أن يتبيَّنَ لَكَ القضاءُ ، قالَ: فما زِلتُ قاضيًا ، أو ما شَكَكتُ في قضاءٍ بعدُ
"Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- mengutus diriku ke Yaman sebagai Qodhi, kemudian aku berkata: 'Wahai Rasulullah, engkau mengutus diriku sedangkan aku masih muda, aku tidak memiliki ilmu dalam masalah hukum.' Ia berkata: 'Sesungguhnya Allah akan memberimu petunjuk kepada hatimu, dan mengokohkan lisanmu. Apabila duduk dihadapanmu dua orang yang berselisih, janganlah engkau putuskan sampai engkau mendengar dari pihak lainnya sebagaimana engkau mendengar dari pihak pertama. Karena hal itu lebih patut sehingga jelas bagimu dalam menghukumi. Ali berkata: 'Aku senantiasa menjadi Qodhi atau aku tidak pernah ragu dalam menghukumi setelah itu. H.R Abu Daud (3586) dan selainnya
Berkata Asy-Syaikh Muhammad Syamsul Haq Al-Adzim Abadi -rahimahullah-: "Hadits ini menunjukkan bahwa diharamkan bagi seorang hakim untuk memutuskan sebelum mendengarkan hujjah dari masing-masing pihak yang berselisih, meminta perincian, dan menguasai semua permasalahan. Berkata Al-Qadhi Asy-Syaukani: 'Apabila ia menetapkan sebelum mendengar dari dua pihak yang bertikai, maka hukumnya bathil dan tidak boleh diterima, bahwa harus diarahkan agar dibatalkan hukumnya, mengulangnya sesuai dengan kebenaran atau diulang oleh hakim yang lain.' Selesai.
[Aunul Ma'bud, (VI/395) cet. Muassasah Ibda'ul I'lam, Kairo]
Dika Wahyudi
Karawang, 31 Januari 2024
19 Rajab 1445 H