KASIH TAK SAMPAI
GARIS TAKDIR
Hidup ini berbagai ragam alurnya, namun muaranya satu jua, menyerah dengan ketentuan takdir Zat yang telah mengatur alam semesta.
Sekuat apapun usaha dan ikhtiar, akhirnya apa yang dikehendaki Allah jualah yang terwujud, baik ridho menerimanya dengan lapang dada sebagai seorang mukmin yang baik, atau menolaknya bagi orang-orang yang miskin iman pada rukun iman terakhir ini.
Ada cita-cita dan harapan yang tak kesampaian, ada pula mimpi-mimpi indah yang tak terwujud. Tiada seorang makhlukpun yang dapat mengatur alur hidupnya sendiri, semua berjalan dengan ketentuan takdir Tuhan juga.
ANAK YATIM YANG MALANG
Urwah Bin Hizam terlahir di Hijaz sebagai anak yang malang. Masih kecil sudah ditinggal mati sang ayah.
Setelah wafatnya sang ayah, Urwah di pelihara oleh pamannya bernama Aqqal yang memenuhi segala kebutuhannya.
Kehidupan harus tetap berjalan, meski penderitaan terkadang sentiasa menyapa seseorang. Untuk membantu perekonomian sang paman Urwah kecil harus rela bekerja mengembalakan kambing-kambing utk mendapat sedikit upah.
Dalam mengembala ia senantiasa ditemani anak pamannya Afra’ binti Aqqal, yang sudah dianggap Urwah bagai adik sendiri, seorang anak wanita yang cantik parasnya.
Gugusan hari tak pernah berhenti berputar, kini Urwah telah menginjak dewasa, anak pamannya Afra’ pun begitu. Antara kedunya terjalin hubungan yang kuat sehingga Urwah tak sanggup lagi menahannya.
Ia memberanikan diri datang menghadap sang paman berharap agar sang paman sudi kiranya menikahkannya dengan putrinya tersebut. Awalnya sang paman menerima, namun manakala berjumpa dengan istrinya, ternyata istrinya tak setuju karena tak rela bermenantukan Urwah anak miskin yang tak punya apa-apa.
Untuk mensiasati kondisi itu, paman Urwah membuat syarat yang berat baginya. Bilamana ia ingin menikahi putrinya, Urwah harus mampu memberikan hantaran 80 ekor unta.
Dengan berat hati, Urwah pun pergi meninggalkan sang paman berangkat ke negeri Yaman, untuk mencari bekal yang dituntut tersebut.
Singkat cerita tibalah Urwah di rumah salah seorang pamannya yang kaya raya dan dermawan . Ia menceritakan kesusahannya dan keinginannya mempersunting anak pamannya yang terhalang karena kemiskinannya.
Diluar perkiraan, paman yang dermawan tersebut dengan ikhlas memberikannya 100 unta untuk hantaran pada ayah gadis pujaannya itu.
ANAK PAMAN URWAH DI NIKAHKAN
Selepas kepergian Urwah, Ibu sang gadis mendesak agar ayahnya segera mencarikan lelaki kaya yang layak mempersunting puterinya.
Sang ayah menikahkan puterinya denga lelaki kaya raya dan baik bernama Utsaalah bin Malik dari Bani Umayyah.
Selepas menikah wanita itupun dibawa pergi suaminya ke Syam, meninggalkan kampung halamannya untuk memulai hidup baru.
URWAH PULANG MEMBAWA HANTARAN
Beberapa bulan musafir dinegeri orang, akhirnya hati urwah berbunga-bunga karena telah mampu membawa 100 ekor unta yang lebih banyak dari tuntutan pamannya 80 ekor unta sebagai hantaran.
Setibanya Urwah di rumah pamannya dengan menggiring 100 ekor unta. Sang paman terkaget-kaget menerima kedatangan Urwah. Tanpa fikir panjang sang paman membawa Urwah ke salah satu gundukan tanah yang berbatu sambil mengatakan:” Disinilah putriku terkubur, ia wafat setelah kau tinggal pergi”.
Betapa kecewanya Urwah mendengar berita ini, hatinya sedih tak tertahankan, ia tak mampu meninggalkan tempat tersebut.
Hampir setiap hari kerja Urwah hanyalah pulang balik dari rumah ke gundukan tanak berbatu yang diyakininya kuburan kekasihnya. Terkadang berhari ia menetap di situ hanya bermurung durja.
RAHASIA SANG PAMAN TERBONGKAR
Berhari-hari Urwah dengan kondisi yang menyedihkan di tempat itu, maka datangkah seseorang wanita menyampaikan berita pada Urwah bahwa pamannya berbohong.
Gadis Impiannya telah dinikahkan sang ayah dengan lelaki kaya raya dan selepas itu wanita itupun di bawa pindah ke negerinya yang jauh di Syam.
Hati Urwah semakin hancur karena dibohongi sang paman, dan ditolak lamarannya hanya karena ia orang susah tak berharta.
URWAH MENGEMBARA MENCARI PUJAAN HATINYA
Meski garis pujaan kini sudah menikah dan Urwah benar-benar merasa hancur harapannya untuk dapat bersanding dengan wanita itu, namun ia tetap berusaha ingin mencari kemana perginya wanita itu dibawa suaminya.
Perjalanan panjang yang tak henti, dan pencarian yang tak berkeputusan, akhirnya membuahkan hasil, Urwah berhasil menemukan jejak kekasihnya dan suaminya.
PERTEMUAN YANG MENGHARU BIRU
Urwah datang sebagai musafir yang singgah mengharap belas kasih dari suami wanita itu.
Sudah menjadi tradisi bangsa Arab yang tertanam sifat dermawan menjamu para musafir dan memberi mereka makanan dan minuman serta sedikit bekal guna melanjutkan perjalanan.
Antara keduanya terlihat akrab berbincang-bincang tentang banyak hal sambil menyantap hidangan yang telah disiapkan tuan rumah.
CINCIN KENANGAN
Manakala mereka telah selesai menyantap makanan, tatkala suami wanita pujaan hatinya itu lengah, Urwah memasukkan cincinnya ke dalam cangkir dengan harapan bila dibawa ke belakang dapat dilihat oleh wanita yang dipujanya itu.
Ketika berbagai wadah makan dan minum
Tiba ke belakang, manakala wanita itu mencuci wadah-wadah tersebut ia kaget setengah mati melihat dalam cangkir yang dibawa itu terdapat cincin Urwah yang sangat ia kenal.
Hampir-hampir ia tak mampu menguasai diri lagi, seketika ia datang ke depan untuk menemui Urwah.
SUAMI YANG BUDIMAN
Tiba di depan, ia melihat Urwah yang sedang berbincang dengan suaminya, seketika mereka bersitatap mata, seketika pecahlah tangisan wanita itu, dan mengalirlah kisah yang ia simpan pada sang suami beberapa saat ini.
Pertemuan dua kekasih dengan suami wanita ini merubah suasana menjadi haru biru. Meski demikian suami wanita yang budiman ini tidak sedikitpun menaruh kebencian pada Urwah, sebaliknya menyarankan agar Urwah menikahi pada istrinya Afra’ dan ia siap menceraikan sang istri.
HATI YANG TEGAR
Bila mengikut perasaan, rasanya Urwah ingin segera membawa wanita pujaan hatinya.
Namun akal sehatnya menahannya dari hal itu. Urwah berasal dari kabilah Bani Adzarah yang terkenal sopan, menjaga etika dan iffah terhadap kaum wanita. Urwah khawatir kabilahnya tercemar bilamana ia paksakan menikah dengan Afra’.
Dengan segala ketegaran Urwah kembali ke negerinya di dekat Madinah meninggalkan separuh harinya di Syam.
Dalam perjalan pulang kesehatan Urwah semakin melemah. Ia sempat dibawa berobat ke berbagai tabib terkenal yang dapat ditemui dalam perjalanan diantara mereka ada seorang tabib dari negeri Yamamah yang bernama Salim.
Berbagai upaya pengobatan diupayakan namun Urwah tak kunjung sembuh. Urwah yakin terapi dirinya hanyalah Afra nun jauh di Syam di negeri Balqa.
Sebelum tiba dikampung halaman Urwah menghembuskan nafas terakhir dengan segala duka lara yang dia bawa hingga mati.
Ia wafat di tahun ke 30 Hijriyah dan dikuburkan di Wadi Alqura yang berjarak dekat dengan kota Madinah.
Batam, 11 Rajab 1445/23 Jan 2024
Abu Fairuz Ahmad Ridwan MY