Jual beli buket uang pada hakikatnya dapat kita golongkan pada permasalah yang oleh para ulama dinamai sebagai permasalaha ‘mudd ajwah wa dirham’, yaitu menukar barang ribawi (ajwah) dengan sejenisnya yang terdapat pada salah satu atau keduanya barang ribawi lain (dirham) yang tidak sejenis, atau bisa juga transaksi tukar-menukar satu jenis komoditi ribawi dengan sesama jenisnya, namun pada salah satu benda komodiri ribawi terdapat benda tambahan bukan ribawi.
.
Hukum permasalahan ini diperselisihkan oleh para ulama fikih. Setidaknya ada dua pendapat dalam hal ini:
1. Pendapat pertama mengharamkannya, karena menilai bahwa hal ini termasuk dalam transaksi jual beli uang dengan uang dengan kadar yang berbeda.
2. Syaikul Islam berpendapat transaksi semisal ini dibolehkan, karena kelebihan yang diberikan sebagai ganti dari proses produksi selama tujuannya bukan untuk kamuflase riba.
.
Misalnya, buket uang dengan uang asli Rp 100 ribuan sebanyak 20 lembar (senilai Rp 2 juta), dijual dengan harga Rp 2.300.000 oleh penjual buket uang. Sekalipun nilai Rp, 300.000,- diklaim sebagai uang jasa pembuatan buket tetap diharamkan menurut jumhur ulama, karena tukar menukar mata uang, jika sama jenisnya maka harus memenuhi dua persyaratan, yaitu (1) sama ukurannya dan (2) serah terima secara tunai. Adapun apabila berbeda jenisnya maka syaratnya hanya satu, yaitu serah terima secara tunai. Rupiah yang ada dalam buket uang adalah komoditi riba. Rupiah yang diserhakan kostumer juga komoditi riba. Sehingga jelaslah dalam kasus di atas terjadi tukar menukar komoditi ribawi dengan kadar yang berbeda.
.
Jika menggunakan pendapat Syaikhul Islam, memang benar dalam kasus di atas terjadi tukar menukar komoditi ribawi yang seukuran sama, hanya saja terdapat juga jual beli jasa berupa hiasan buket. Hal ini menurut Syaikhul Islam diperbolehkan apabila penukaran terjadi secara langsung diserahkan saat itu juga dan penjual serta pembeli berpisah tanpa adanya penundaan dalam penerimaan salah satu di antara keduanya.
.
Hakikat transaksi jual beli buket uang adalah tukar menukar uang 2 juta dengan uang 2 juta, pembayaran 300 ribu sebagai tambahannya adalah biaya jasa pembuatan, biaya bunga, plastik bening, manik-manik, pita-pita dan lainnya yang disusun sebagai jasa prakarya yang dibuat penjualnya, maka hal ini boleh. Apalagi penjual dan pembeli memang tidak berniat menukarkan uang, tujuannya hanya mengganti isi uang yang ada dalam buket bukan untuk kamuflase riba.
.
Jumhur ulama menilai model transaksi semacam ini hukumnya tetap terlarang, karena ini merupakan termasuk riba atau minimal dalam rangka syaddu ad-Dzari’ah (menutup celah) terjadinya riba. Prof.Dr. Khalid al-Musyaiqih menyatakan pendapat yang melarang lebih mendekati kebenaran. Berdasarkan hadits dari Fadhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu, saat peperangan Khaibar, beliau bercerita “aku membeli kalung seharga dua belas dinar, padanya terdapat emas dan manik-manik, kemudian aku pisahkan (antara emas dan manik-maniknya), ternyata aku berhasil mendapatkan (emas pada kalung itu) lebih dari dua belas dinar, maka aku sampaikan hal itu kepada Nabi, maka beliau bersabda,’ Kalung tersebut tidak boleh diperjual-belikan hingga dipisahkan (antara emas dan manik-maniknya).” (HR.Muslim)
.
#Dari paparan diatas mana kiranya pendapat yang kalian anggap lebih mendekati kebenaran, buket bunga halal atau haram?
Ustadz irham maulana