Selasa, 09 Januari 2024

DAURAH_SYAR’IYYAH_SOLO_MAHAD_IMAM_AL_BUKHARI#PERTEMUAN_KETIGAKITAB سبيل الرشاد في تقرير مسائل الإعتقاد

DAURAH_SYAR’IYYAH_SOLO_MAHAD_IMAM_AL_BUKHARI
#PERTEMUAN_KETIGA

KITAB 
سبيل الرشاد في تقرير مسائل الإعتقاد

Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily hafizhahullah menjelaskan:
================
MACAM-MACAM TAWASUL:

A. Tawasul kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah
B. Tawasul kepada Allah dengan kerendahan hati, kemiskinan, dan kebutuhan seorang hamba kepada Rabbnya.
C. Tawasul kepada Allah dengan berbagai macam amal Sholih. 
D. Tawasul kepada Allah dengan doa orang Sholih.

+++A. Tawasul  kepada Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah

=1== > Tawasul kepada Allah dengan nama-nama Allah.
(telah dibahas di postingan sebelumnya)
=2== > Tawasul kepada Allah dengan sifat-sifat Allah.
Sebagaimana doa Nabi Sulaiman ‘alaihissalam:

﴿ … وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ ١٩ ﴾

dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.” (QS. An-Naml: 19)
Begitupula tawasul Nabi dangan sifat Rahmah pada kedudukan Allah Tabaraka wa Ta’ala agar dimasukkan dalam hamba-hamba yang Sholih, seperti doa kaum Nabi Musa:

﴿ فَقَالُوْا عَلَى اللّٰهِ تَوَكَّلْنَا ۚرَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ ٨٥ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ ٨٦ ﴾

Lalu mereka berkata, “Kepada Allah-lah kami bertawakal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari orang-orang kafir.” (QS. Yunus: 85-86).
Dari ayat ini menunjukkan permohonan keselamatan bertawasul  dengan sifat Rahmat Allah.
Begitupun juga dalam hadits dengan hadits dari ‘Amar radhiallahu’anhu, dengan doa; 

اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي أَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَكَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَا وَالْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى وَلَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَمِنْ فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مَهْدِيِّينَ

(Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang ghaib, dan dengan kemahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, hidupkanlah aku jika Engkau mengetahui bahwa hidup lebih baik bagiku, dan matikanlah aku jika Engkau mengetahui bahwa kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon pada-Mu agar aku takut pada-Mu dalam keadaan sembunyi atau ramai. Aku memohon pada-Mu agar dapat berkata dengan benar di waktu ridha atau marah. Aku minta kepada-Mu agar dapat melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau fakir serta kenikmatan memandang wajah-Mu (di surga), rindu bertemu dengan-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan iman, dan jadikanlah kami sebagai penunjuk (jalan) yang lurus yang memperoleh bimbingan dari-Mu).'" (HR. Ahmad no. 18325, al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 1923, dishohihkan Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shoihul Jaami’  no. 1301).
Dalam doa tersebut terdapat tawasul kepada Allah dengan dua sifat (Allahlah Dzat Yang Mengetahui yang ghoib) dan (Mahakuasa atas seluruh makhluknya).
Dan juga doa istikhoroh

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ ...

Ya Allah saya memohon pilihan kepada Engkau dengan ilmu-Mu, saya memohon penetapan dengan kekuasaan-Mu dan saya memohon karunia-Mu yang besar, karena Engkaulah yang berkuasa sedangkan saya tidak berkuasa, Engkaulah yang Maha Mengetahui sedangkan saya tidak mengetahui apa-apa, dan Engkau Maha Mengetahui dengan segala yang ghaib….
(HR. Al-Bukhari no. 6382).
Dalam doa tersebut terdapat tawasul kepada Allah dengan sifat-sifat Allah Sifat Ilmu, Qudrah (kekuasaan), Fadhl ( Keutamaan) dan ini sesuai dengan kedudukan istikhoroh (permohonan untuk diberikan pilihan yang terbaik).
Tidak ada tawasul yang lebih baik dari contoh doa Nabi ﷺ

+++B. Tawasul hamba kepada Allah dengan merendahkan diri seorang hamba, dengan kefakirannya dan kebutuhannya kepada Allah.

Allah memuji yang demikian karena para Rasul  bertawasul dengan yang seperti itu:

﴿ فَاسْتَجَبْنَا لَهٗ ۖوَوَهَبْنَا لَهٗ يَحْيٰى وَاَصْلَحْنَا لَهٗ زَوْجَهٗۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا يُسٰرِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَّرَهَبًاۗ وَكَانُوْا لَنَا خٰشِعِيْنَ ٩٠ ﴾

Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami. (QS. Al-Anbiya: 90)

Imam Sufyan at-Tsaury rahimahullah mengatakan:
Raghoban – penuh harap dalam apa yang disisi kami, Rahaban (takut) dari apa yang ada pada sisi kami.

Doa Nabi Ya’qub:

﴿ قَالَ اِنَّمَآ اَشْكُوْا بَثِّيْ وَحُزْنِيْٓ اِلَى اللّٰهِ وَاَعْلَمُ مِنَ اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٨٦ ﴾

Dia (Yakub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. Yusuf: 86)

 Doa Nabi Yusuf:

﴿ قَالَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِلَيَّ مِمَّا يَدْعُوْنَنِيْٓ اِلَيْهِ ۚوَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْدَهُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجٰهِلِيْنَ ٣٣ ﴾

Yusuf berkata, “Wahai Tuhanku! Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka. Jika aku tidak Engkau hindarkan dari tipu daya mereka, niscaya aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentu aku termasuk orang yang bodoh.” (QS. Yusuf: 33)

Kebaikan bagi para penuntut ilmu adalah derajat nya tidak akan sampai pada derajat Nabi namun yang harus ditiru adalah pemahaman dari apa yang dilakukan oleh para Nabi yaitu merendahkan diri dan berdoa kepada Allah agar dilindungi dari fitnah. Terutama fitnah wanita, dan fitnah lainnya.
Doa Nabi Musa ‘alaihi salam:

﴿ فَسَقٰى لَهُمَا ثُمَّ تَوَلّٰىٓ اِلَى الظِّلِّ فَقَالَ رَبِّ اِنِّيْ لِمَآ اَنْزَلْتَ اِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيْرٌ ٢٤ ﴾

Maka dia (Musa) memberi minum (ternak) kedua perempuan itu, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qoshosh: 24)

Doa Nabi Ayub ‘alaihi salam:

﴿ ۞ وَاَيُّوْبَ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗٓ اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ ٨٣ ﴾

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika dia berdoa kepada Rabbnya, “(Ya Rabbku), sungguh, aku telah ditimpa penyakit, padahal Engkau Rabb Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” (QS. Al-Anbiya: 83)
Aku sakit, aku fakir, dan hilang keluargaku, bertawasul kepada Allah dengan sifat Rahmat Allah. Dengan hal tersebut doa para Nabi dikabulkan:

Diijabi doa dengan adanya kedudukan orang yang berdoa, seperti kedudukan para Nabi, begitu juga cara berdoa – menunjukkan tawasul dengan tangisan, kerendahan diri maka Allah akan mengabulkannya.
Doa Zakaria ‘alaihi wassalam: berdoa dengan lafazh Rabb

﴿ وَزَكَرِيَّآ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ رَبِّ لَا تَذَرْنِيْ فَرْدًا وَّاَنْتَ خَيْرُ الْوٰرِثِيْنَ ۚ ٨٩ ﴾

Dan (ingatlah kisah) Zakaria, ketika dia berdoa kepada Tuhannya, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah ahli waris yang terbaik. (QS. Al-Anbiya: 89)

*Dan ini adalah dalam kondisi agar diberikan keturunan karena ketika seorang meninggal tanpa keturunan maka dia adalah dhoif lemah, maka bertawasul dengan kedhoifannya agar diberikan keturunan.*

Begitu pula firman Allah:

﴿ قَالَ رَبِّ اِنِّيْ وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا ٤ وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّا ۙ ٥ ﴾

Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, (QS. Maryam: 4-5)

Min ladunka bukan minta dari min zaujati, Tidak berpatokan dengan sebab namun dengan Rahmat Allah yaitu anugrahkan anak dari Sisi-Mu dan tidak meminta dari sisi istriku.
Ini adalah roja’  berharap kepada apa yang ada disisi Allah bukan dari sisi manusia yang dhoif.
Dan Doa Yunus ‘alaihi salam:

﴿ وَذَا النُّوْنِ اِذْ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَّنْ نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادٰى فِى الظُّلُمٰتِ اَنْ لَّآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنْتَ سُبْحٰنَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ ٨٧ ﴾

 Dan (ingatlah kisah) Zun Nun (Yunus), ketika dia pergi dalam keadaan marah, lalu dia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya, maka dia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap, ”Tidak ada tuhan selain Engkau, Mahasuci Engkau. Sungguh, aku  termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 87)
Aku mensucikan Mu dan aku adalah termasuk orang-orang yang dholim.  Nabi ﷺ memberikan petunjuk bahwa tidaklah orang berdoa dengan doa ini kecuali akan dikabulkan.

Kalau dipenjara di kegelapan maka itu adalah penjara diatas penjara, maka tidak bisa melihat apapun, barangsiapa yang mengakui dosa dan kedholimannya maka Allah akan mengabulknnya.

الندمُ توبةٌ

Penyesalan itu adalah taubat. (HR Ibnu Majah no. 4252)

Dan dalam hadits maka masuk tawasul dengan doa istikhoroh yang sudah dibahas sebelumnya.
ولا أقدر
Menunjukkan aku tidak mampu, mengakui Allah Maha Mengetahui, dan bertawasul dengan nama Allah yang adzim.

Doa al-Mujadilah – Aisyah radhiallahu’anha berkata:

قَالَتْ عَائِشَةُ تَبَارَكَ الَّذِي وَسِعَ سَمْعُهُ كُلَّ شَيْءٍ إِنِّي لَأَسْمَعُ كَلَامَ خَوْلَةَ بِنْتِ ثَعْلَبَةَ وَيَخْفَى عَلَيَّ بَعْضُهُ وَهِيَ تَشْتَكِي زَوْجَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ تَقُولُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَكَلَ شَبَابِي وَنَثَرْتُ لَهُ بَطْنِي حَتَّى إِذَا كَبِرَتْ سِنِّي وَانْقَطَعَ وَلَدِي ظَاهَرَ مِنِّي اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُو إِلَيْكَ فَمَا بَرِحَتْ حَتَّى نَزَلَ جِبْرَائِيلُ بِهَؤُلَاءِ الْآيَاتِ { قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ }

berkata, "'Aisyah berkata, "Mahasuci Allah yang pendengaran-Nya mencakup segala sesuatu. Sungguh, aku pernah mendengar perkataan Khaulah binti Tsa'labah ketika ia mengadu kepada Rasulullah ﷺ tentang suaminya, namun aku tidak mendengar yang sebagiannya. Ia mengatakan, "Wahai Rasulullah, ia telah memakan masa mudaku dan aku buka rahimku untuknya. Namun ketika umurku telah senja dan tidak bisa lagi memberi anak ia menzhiharku. Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu, " ia tetap saja begitu hingga Jibril turun dengan membaya ayat-ayat tersebut: "(Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah..)."  (HR. Ibnu Majah no. 2063, Shohih, lihat Irwaul Ghalil  7/175)
Barangsiapa yang diijabi doanya maka tidak boleh mendekte Allah untuk memberikan hukum tertentu tapi hendaknya dia mengatakan aku mengeluh kepada Allah dan Allah yang Maha Mengetahui tentang hukuman apa yang pantas bagi orang yang dikeluhkannya.
Maka shohabiyah : mengatakan  
اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُو إِلَيْكَ 
Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu,

Dan Malaikat Jibril menyampaikan wahyu dari Allah langsung setelah kejadian tersebut kepada Nabi ﷺ 
Ini menunjukkan fiqihnya para shahabat dalam bab ini, Banyak para ulama yang tidak mencantumkan dengan detail tentang masalah ini. Yaitu bertawasul dengan merendahkan diri kepada Allah atas apa yang dideritanya.
===================
(Faidah tambahan: bagaimana dengan akhwat dan umahat  yang sering mengupload kegelisahannya di medsos? -__ maka bagi seorang suami, kakak laki-laki atau adik laki-laki untuk senantiasa mendoakan istri, adik, kakak  Perempuan kita agar mereka diberikan kesabaran dan keteguhan hati selalu )

+++C. Tawasul kepada Allah dengan berbagai amal Sholih

Seorang bertawasul dengan amal Sholih yang dia yakin dengan amalan sholihnya tersebut.

﴿ رَبَّنَآ اِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُّنَادِيْ لِلْاِيْمَانِ اَنْ اٰمِنُوْا بِرَبِّكُمْ فَاٰمَنَّا ۖرَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّاٰتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْاَبْرَارِۚ ١٩٣ ﴾

 Ya Rabb kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,” maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (QS. Ali Imron: 193)
Bertawasul dengan amal kebaikannya.

Allah Ta’ala berfirman:
﴿ اَلَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اِنَّنَآ اٰمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِۚ ١٦ ﴾

 (Yaitu) orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, kami benar-benar beriman, maka ampunilah dosa-dosa kami dan lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali Imron: 16)

Bertawasul dengan inabah dan taubat kepada Allah, itu termasuk amal kebaikan.
Allah Ta’ala berfirman:

﴿ اِنَّهٗ كَانَ فَرِيْقٌ مِّنْ عِبَادِيْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اٰمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰحِمِيْنَ ۚ ١٠٩ ﴾

Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat, Engkau adalah pemberi rahmat yang terbaik.” (QS. Al-Mukminun: 109)

Dalam hadits disebutkan:
Doa yaitu Sayyidul Istighfar

سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ 

Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menepati perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku mengakui dosaku kepada-Mu dan kuakui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu, Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku).' (HR. Al-Bukhari no. 6323).

Semoga bermanfaat.

Bersambung ke tulisan selanjutnya, inSya Allah.

Akhukum Zaki Rakhmawan Abu Usaid