#Fiqh Hanbali (7)
Bab : Fikih Puasa (hal-hal yang berhubungan dengan pembatal-pembatal puasa)
Dipertemuan sebelumnya kita membahas 12 pembatal puasa menurut mazhab hanbali, akan tetapi kita belum membahas cabang permasalahan terkait pembatal-pembatal tersebut. In sya Allah di sesi ini kita akan membahas secara ringkas setiap permasalahan yang berkaitan dengan pembatal puasa.
1. Jika keluar air mani disebabkan sekali pandangan terhadap wanita, atau disebabkan membayangkan hal yang menggairahkan syahwat, atau mimpi basah maka tidak membatalkan puasa, karena hal ini susah utk dihindari.
2. Jika ragu apakah ada sesuatu yang masuk ke dalam tenggorokan atau sampai ke dalam lambung, dan juga tidak mendapatkan rasa tertentu di tenggorokannya, dan juga tidak merasa ada penambahan setamina dan gairah maka keraguan tersebut tidak berpengaruh bagi puasanya.
3. Mengunyah perment karet, atau mencicipi makanan maka puasanya batal, dengan syarat ada rasa yang masuk ke dalam kerongkongan. Jika tidak ada rasa yang masuk, maka tidak membatalkan.
4. Jika seseorang menelan air liurnya yang sudah keluar di ujung bibir, atau menelan air liur orang lain, maka puasanya batal.
5. Setiap pengobatan yang tidak menambahkan stamina atau memberikan asupan pengganti makanan maka tidak membatalkan puasa. Akan tetapi jika sebaliknya memberikan tambahan stamina sehingga bugar kembali, atau menggatikan asupan makanan maka membatalkan puasa.
6. Barang siapa melakukan salah satu pembatal puasa dalam keadaan lupa atau diancam maka puasanya tidak batal.
7. Menggunakan celak mata yang memberikan efek rasa di dalam kerongkongan atau di dalam lambung, maka batal puasanya.
8. Berlebihan dalam istinsyaq(menghirup air melalui hidung ketika wudhu) membatalkan puasa.
9. Jika seseorang yg puasa kemasukan debu ke dalam kerongkongannya, atau lalat, atau mengumpulkan air liurnya kemudian menelannya maka hal-hal ini tidak membatalakn puasa. Dengan syarat tidak disebabkan kesengajaan.
Wallahu a'lam.
bersambung...
(Materi diringkas dari kitab Fath al-Jalil Bayan Masaail Manaar as-Sabiil, karya Dr.Abdulkarem an-Namlah)
Abu Musa Al mizzi