Minggu, 24 Mei 2020

Kita tidak ke mesjid bukan sekedar menaati himbauan pemerintah .akan tetapi karena mengamalkan kaidah2 syariat yg dijelaskan oleh para ulama ttg wajibnya menghindarkan kemudharatan atas diri sendiri maupun orang lain.

*Mall dibuka, bandara dibuka, pasar2 dan jalan2 ramai... kalo begitu masjid harus kita ramaikan lagi !!*

Tanggapan:

Kita tidak ke mesjid bukan sekedar menaati himbauan pemerintah .
akan tetapi karena mengamalkan kaidah2 syariat yg dijelaskan oleh para ulama ttg wajibnya menghindarkan kemudharatan atas diri sendiri maupun orang lain. 

Sebagaimana diketahui bahwa penularan COVID-19 banyak terjadi melalui acara kumpul2 yg disertai kontak fisik, baik di mall, pasar, sekolah, bandara, terminal, stasiun, tempat ibadah, dll. INI FAKTA

Sekitar 80% dari penderita COVID-19 adalah orang tanpa gejala (OTG), dan inilah bahaya sesungguhnya. INI JUGA FAKTA

Mungkin antum merasa sehat, teman2 antum juga merasa sehat, namun boleh jadi sebenarnya antum adalah OTG dan setiap saat dapat menularkannya kpd org lain, tanpa antum sadari. *Ini namanya menimpakan mudharat kpd org lain, haram hukumnya bila disengaja.*

Atau antum mengira bhw teman2 antum sehat semua tapi sebetulnya di antara mereka ada yg OTG, lalu antum berinteraksi dg mereka tanpa mengindahkan protokol kesehatan spt ga pake masker, jabat tangan, menyentuh mulut, hidung dan mata, jarang cuci tangan, dsb... akhirnya antum tertular. *Ini namanya menimpakan mudharat kpd diri sendiri, ini pun haram bila disengaja.*

Kemudharatan semakin besar seiring dengan banyaknya OTG yg bebas berkeliaran dan berinteraksi, sdgkn mereka tidak pernah sadar bhw diri mereka adalah OTG. 

Parahnya lagi, mereka juga tidak mau ikuti himbauan para ulama dan umaro agar *stay at home* dan tidak keluar rumah _kecuali dlm kondisi yg mendesak dan dengan menerapkan protokol pencegahan COVID-19._ 
"Sedangkan utk memastikan antum sehat, antum harus ditest SWAP/PCR... kalo tidak ya tidak bisa dipastikan.

Setiap ODP maupun PDP wajib diisolasi hingga 14 hari, sambil dipantau kondisinya. Sedangkan OTG ini (yg jumlahnya 80%, alias 4x lipat dr penderita COVID-19 yg menampakkan gejala).tentunya lebih berbahaya, dan mereka pun harus diisolasi juga. Namun krn merasa sehat, mk tidak ada yg dapat menyadarkannya kecuali ketaqwaan kpd Allah dan rasa takut akan besarnya dosa bila menularkan penyakit ke org lain. 

Kita harus menjaga agar penularan semakin menurun agar RS tetap dapat menampung pasien. Insya Allah mesjid2, sekolah, dan sarana publik lainnya akan segera dapat di fungsikan kembali. 

Insya Allah pahala shalat berjamaah, shalat jumat, dan ibadah lain yg biasa kita lakukan sebelum pandemi ini, tetap tercatat dlm lembaran amal shaleh kita.

*Serahkan segala sesuatu kepada ahlinya.* Menyerahkan suatu urusan kepada yg bukan ahlinya adalah pertanda akan datangnya kiamat (kehancuran), kata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Yang paling paham tentang kondisi kesehatan dan penularan COVID-19 bukanlah ustadz, bukan kyai, bukan tokoh masyarakat ... *Yg paling paham adalah tenaga medis (dokter & perawat), pakar epidemiologi, virologi, dan semisalnya.* Sehingga himbauan merekalah yg harus kita dengar, karena mereka lah yg berjibaku di garda terdepan dalam menghadapi pandemi ini. *Hargailah pengorbanan mereka dengan stay at home sebisa mungkin.*

Dibukanya Mall, Bandara, dll *tidak boleh dijadikan dalil untuk kembali meramaikan mesjid2,* karena itu adalah kebijakan yang keliru dan kontra produktif dengan upaya pencegahan penularan COVID-19.  *Sejak kapan perbuatan keliru dijadikan dalil dalam Islam?* Biarlah mereka yg memicu pengumpulan massa tanpa alasan Syar'i tersebut mempertanggungjawabkan semua akibatnya dunia-akhirat, dan antum sebagai DKM mesjid, imam, dan jemaah jangan ikut2an memperluas penularan wabah ini. Karena mereka tidak akan mau menanggung dosa antum, sebagaimana antum juga tidak akan mau memikul dosa mereka (ولا تزر وازرة وزر أخرى ) _Lihat: QS 6:164, 17:15, 35:18 dan 39:7.

Jadi... keputusannya di tangan kita semua. Kita disiplin dalam menerapkan protokol COVID-19, Physical Distancing, maupun PSBB, atau kita abaikan hal itu. *Bagi yg disiplin insya Allah mendapatkan hal2 berikut:*
1. Pahala taat kepada aturan syariat dan himbauan ulama.
2. Tetap dapat pahala meramaikan masjid walau ibadah di rumah.
3. Dapat pahala sedekah tanpa keluar uang. Karena Nabi bersabda ttg bentuk2 sedekah dan yg paling sederhana ialah: 
تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النّاسِ فإنَّها صَدَقَةٌ مِنْكَ على نَفْسِكَ
Kau hindarkan org lain dari kejahatan dirimu, itu adalah sedekahmu terhadap dirimu. (Muttafaq 'Alaih)
4. Insya Allah dapat pahala mati syahid terkena tha'un walaupun tetap hidup. Asalkan dia rela stay at home.
5. Dapat pahala ta'awun alal birri wat taqwa, krn pandemi ini tidak bisa ditanggulangi sepihak.
6. Dapat pahala ikut menyingkirkan bencana dan musibah berat dari sesama muslim (para dokter dan perawat muslim) yg sangat kelelahan dan berkorban habis2an dlm pandemi ini. Ingatlah bahwa Nabi bersabda:
مَن نَفَّسَ عن مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِن كُرَبِ الدُّنْيا، نَفَّسَ اللَّهُ عنْه كُرْبَةً مِن كُرَبِ يَومِ القِيامَةِ
Siapa yg meringankan salah satu musibah berat seorang muslim di dunia, maka Allah akan ringankan salah satu musibah berat yg dihadapinya pd hari kiamat.(HR. Muslim)

Adapun yg tidak disiplin dalam menerapkan protokol COVID-19, Physical Distancing, maupun PSBB, maka ia akan kehilangan semua keutamaan dan pahala tersebut... bahkan boleh jadi dosanya bertambah... yaitu dosa maksiat kepada aturan syariat, maksiat kpd ulama dan ulil amri, menyusahkan org lain, memperlambat terbukanya kembali masjid2, dan bahkan dosa menyebabkan hilangnya nyawa orang lain secara tidak langsung.

Jadi, pilihannya di tangan kita semua. Baarakallaahu fiikum.
Direvisi oleh Sufyan bin Fuad Baswedan. 
Solo, 1 Syawwal 1441 H, jam 07.55 WIB