Perspektif Taklid menurut al hafidz al muarrikh Al Khotib AlBaghdadi
Al khotib al baghdadi dalam “al faqih wal mutafaqqih “ menyebutkan bab seputar taklid yang dibolehkan dan yang tidak dibolehkan.
Menurut beliau, Hukum pada umumnya bisa dibagi menjadi dua jenis :
Pertama : Aqli (artinya hukum yang bisa diketahui dengan akal)
Kedua : syar’i ( hukum yang bersumber dari syara’).
Menurut beliau : jenis yang pertama , tidak diperkenankan untuk bertaklid, seperti mengenal atau mengetahui shoni’ (pencipta) dan sifat-sifatnya, begitupula mengenal rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan kebenarannya, dan lainnya.
Karena menurut beliau : cara untuk mengetahui “ushul” (dasar - dasar akidah) adalah akal, dan semua manusia dalam hal ini memiliki kemampuan yang sama. karenanya, tidak ada artinya bertaklid dalam hal ini , karena semua orang bisa menjangkau dengan akalnya.
Adapun jenis kedua : beliau membaginya menjadi dua kategori :
Pertama : hukum yang diketahui secara (dhorurat) , seperti sholat liwa waktu, zakat, puas, haji, zina, mencuri, dan lainnya. Menurut beliau : kategori ini, sama hukumnya dengan jenis yang pertama, dengan alasan yang sama sebagaimana pada jenis yang pertama.
Kedua : hukum yang diketahui dengan nalar dan istidlal, seperti rincian ibadah , muamalat , nikah, dan lainnya.
Maka menurut beliau : dalam hal ini taqlid dibolehkan. Karena jika kita menghalangi mereka bertaqlid dalam hal ini, akan menimbulkan masalah besar, berupa terputusnya kebutuhan hidup banyak orang, rusaknya pertanian dan peternakan dan lainnya, maka sudah sepatutnya jika mereka diperkenankan untuk bertaklid dalam hal ini.
Dari uraian singkat ini kita bisa menangkap bahwa al khotib , melarang taklid dalam perkara ushul sebagaimana yang telah disebutkan diatas dan hukum yang diketahui secara dhorurat) dan membolehkan taklid dalam perkara furu’ (cabang).
Ustadz fadlullah