Perkara yang ketiga : Orang yang mempelajari
madzhab-madzhab ini akan mengetahui. Bahwa
pendapat-pendapat madzhab bukanlah pendapat dari
imam madzhab.
Bahkan di kalangan Hanafiyah ada
pendapat yang merupakan pendapat Hanafiyah dan
pendapat para tokoh madzhab. Akan tetapi mereka
memiliki pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh Abu
Hanifah.
Fenomena seperti ini ada juga di kalangan
madzhab Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah.
Penyebab dari disebutkannya fenomena ini adalah
apa yang telah berlalu isyarat tentangnya. Yaitu apabila
engkau menyelisihi seseorang ia akan berkata :
“Kamu
kok berani menyelisihi Abu Hanifah ?
Maka dikatakan :
“Tidak mesti ketika aku menyelisihi madzhab Hanafi, itu artinya aku telah menyelisihi Imam Abu Hanifah.” Bisa
jadi Imam Abu Hanifah belum berbiacara di dalam
permasalahan ini. Atau bisa jadi pendapat Imam Abu
Hanifah menyelisihi pendapat yang banyak tersebar di
kalangan madzhab Hanafi.
Pernyataan serupa juga bisa
dikatakan kepada Hanabilah, Malikiyah, Syafi’iyah.
Perhatian : Tidak ada patokan kokoh yang dijadikan
dasar bahwa suatu pendapat itu merupakan pendapat
madzhab. Maka dari itu engkau akan mendapati para
tokoh madzhab berselisih di dalam menetapkan pendapat
madzhab.
Seandainya engkau membaca lima halaman saja
dari kitab Al-Inshof tulisan Al-Mardawai. Niscaya engkau
akan mendapatkan kitab itu menukilkan dari madzhab
Hanabilah sendiri banyak permasalahan berisi perbedaaan
pendapat mereka di dalam menetapkan pendapat
madzhab. Jadi tidak ada patokan yang jelas.
Maka dari itu banyak sekali dari kalangan fanatikus
madzhab mereka sangat ketergantungan kepada ulama
kontemporer. Hanafiyah misalnya banyak bergantung
kepada Ibnu Abidin, Hanabilah banyak bergantung
kepada Al-Buhuti.
Terkadang mereka membuang ucapan Imam Ahmad ke balik tembok, membuang ucapan
sahabat kibar Imam Ahmad ke balik dinding, karena Al-
Buhuti berada di atas suatu pendapat (yang berbeda).
Bahkan seandainya engkau lebih memilih pendapat
sahabat kibar Imam Ahmad dari pada pendapat Al-Buhuti
maka para fanatikus madzhab ini akan mencaci maki
engkau.
Terkadang ada orang bertanya, apa manfaat dari
adanya perbedaan di dalam internal madzhab fiqih itu
sendiri. Seperti madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali, di
dalam kedua madzhab ini di dalamnya terdapat pendapat
yang banyak. Demikian pula di dalam internal madzhab
Syafii ada banyak pendapat seperti yang ada di dalam
kitab Al-Mujmu’) tulisan Imam Nawawi. Atau yang ada
di dalam kitab Al-Hawi tulisan Imam Al-Mawardi ?
Maka dikatakan sebagai jawabannya, manfaat
terbesar dari adanya perbedaan ini adalah dengannya bisa
diketahui bahwa di sana ada salaf di dalam permasalahan
ini. Sehingga seseorang tidak memunculkan pendapat yang
baru. Apabila engkau telah mengetahui bahwa Imam
Ahmad memiliki dua riwayat atau tiga riwayat. Atau fuqaha Hanabilah memiliki dua pendapat atau fuqoha
Syafi’iyah memiliki dua pendapat, engkau bisa memilih
pendapat yang menurut engkau lebih tampak dalilnya.
Karena ia tidak berstatus sebagai pendapat yang baru.
Sehingga engkau bisa mengetahui bahwa engkau
memiliki salaf (pendahulu) dalam pendapat tersebut.
Jawaban ini telah diisyaratkan oleh Ibnu Taimiyah di
dalam bantahan beliau terhadap As-Subki di dalam Ta’liq
Ath-Thalaq yang diterbitkan dalam dua jilid kitab.
-Syaikh Abdul Aziz Ar-Rayyis-
Sumber : Study Fiqih Antara Kejumudan Bermadzhab Dan Kengawuran Berijtihad : 40-43.
Ust Abul aswad Al bayati