SOLUSINYA APA?
Beberapa waktu yang lalu ketika kajian, kami diberi pertanyaan akan bagaimana solusinya tatkala seorang makmum bermadzhab syafi'i shalat di belakang imam yang beda madzhab seperti hanafiyyah yang berpandangan Al Fatihah bukan rukun sehingga shalatnya makmum yang bermadzhab syafi'i tidak sah
Ketahuilah bahwa pendapat mu'tamad dalam madzhab syafi'i yang menjadi patokan adalah keyakinan makmum sehingga jika seorang hambali sebelum mengimami shalat ia menyentuh istrinya maka shalat makmum menjadi tidak sah karena menurut madzhab syafi'i menyentuh wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu
Berkata Ibnu Naqib Al Mishri di dalam umdatussalik :
ولو اقتدى بغير شافعي صح إن لم يتيقن أنه أخل بواجب وإلا فلا والاعتبار باعتقاد المأموم
seandainya seorang syafi'i bermakmum kepada selain syafi'i maka shalatnya sah jika ia meyakini imam telah menyempurnakan semua wajib (syarat dan rukun), jika tidak demikian maka tidak sah dan yang menjadikan patokan adalah keyakinan makmum
Kami memberikan jawaban bahwa salah satu solusi bagi penuntut ilmu dalam menemukan kasus di atas adalah belajar bukan membenturkan pendapat para ulama. Dengan belajar dia akan menemukan bahwa ada pendapat lain di dalam madzhab (syafi'iyyah) yang mengatakan sahnya bermakmakmum kepada imam yang beda madzhab secara muthlak. Pendapat ini sekalipun bukan mu'tamad namun boleh untuk ditaklidi dan menjadi solusi bagi siapapun yang berada di tengah-tengah umat lintas madzhab sehingga dengan mengikuti pendapat tersebut lebih mendatangkan mashlahat seperti terjalinnya persatuan antar umat dan mashlahat-mashlahat lainnya
Berkata imam An Nawawi di dalam almajmu' :
الصِّحَّةُ مُطْلَقًا قَالَهُ الْقَفَّالُ اعْتِبَارًا بِاعْتِقَادِ الْإِمَامِ
Menurut Imam al Qaffal bahwa shalat dengan imam yang beda madzhab dihukumi sah secara muthlak karena yang menjadi patokan adalah keyakinan imam
Kemudian dikarenakan perbedaan ini dahulu di masjidil haram umara (khalifah) pada waktu itu memberikan kelonggaran atas dasar toleransi untuk membuat kloter shalat berjama'ah berdasarkan masing-masing madzhab
Sebagian Da'i dengan kejahilannya memfreming ini adalah puncaknya fanatisme sehingga dengan hadirnya Saudi dan Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab diberantaslah sikap fanatisme dengan menyatukan shalat berjama'ah di belakang satu imam. Padahal Syaikh Muhammad Bin Abdil wahhab bermadzhab hambali. Artinya mereka memilih bukan menyatukan dan setiap daerah memilih madzhab tertentu sudah dikenal mulai era sahabat hingga tabiu tabi'iin. Di Makkah dengan Ibnu Abbasnya, di madinah dengan Ibnu Umarnya dan di Irak dengan Ibnu Mas'udnya
Maka tidak ada cara lain bagi kita selain belajar demi mengangkat kebodohan dan mengakui bahwa semua pendapat para ulama yang mu'tabar dibangun berdasarkan dalil dan tugas muqollid hanyalah taklid (mengikuti). Dan jangan sok mentarjih pendapat antar mazhab, dengan dalih mengikuti dalil jika anda belum memenuhi syarat sebagai mujtahid
Allahu A'lam
Ustadz muhammad fajri