#NASEHAT_BIN_BAZ
#TENTANG_BERMADZHAB
Siapa yang tak kenal Syaikh Mufti Al Faqih Abdul Aziz bin Baz رحمه الله seorang Imam Ahlis Sunnah dan Mufti Dunia, ulama yang bermadzhab Hanbali tetapi dalam fatwa-fatwanya beliau mengedepankan dalil dan tidak fanatik kepada madzhabnya, diantara nasehat beliau ketika menjawab pertanyaan seputar bermadzhab :
▪ Apakah seseorang boleh meninggalkan madzhab yang telah ia ikuti dan berpindah ke madzhab lain, kapan itu dibolehkan?
👉Syaikh Bin Baz رحمه الله menjawab :
Madzhab yang empat bukanlah suatu hal yang wajib bagi manusia, adapun ungkapan bahwa setiap penuntut ilmu atau setiap muslim harus mengikuti salah satu dari empat madzhab adalah ungkapan yang fasid [rusak], tidak benar. karena yang wajib untuk diikuti adalah apa yang telah disyariatkan oleh Allah melalui lisan RasulNya shallallahu alaihi wasallam, karena tidak ada seorang pun [selain Nabi] yang wajib diikuti [dan diambil] pendapatnya, tidak pula para imam yang empat [Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad], karena yang wajib adalah mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam dan berjalan diatas manhaj beliau dalam berhukum dan syariat. Maka tidak boleh taqlid kepada siapapun orangnya, tetapi yang wajib adalah ittiba' kepada Nabi dan mengambil syariat Allah melalui sunnahnya, baik itu sesuai empat imam madzhab atau menyelisihi mereka, inilah yang benar. !
Maka dari sini dapat difahami bahwa tidak ada kewajiban untuk mengikuti satu madzhab tertentu, kalau seandainya seseorang mengambil pendapat Imam Ahmad dalam suatu masalah dan menisbatkan kepadanya, kemudian ia berpindah ke madzhab Syafi'i dalam masalah yang sama atau dalam masalah-masalah lainnya karena sesuai dengan dalil maka tidak mengapa, atau berpindah ke madzhab Malik atau ke madzhab Abu Hanifah maka tidak mengapa yang terpenting adalah mengikuti dalil.
Jika dalam suatu masalah seseorang mengikuti madzhab Ahmad kemudian ia melihat bahwa dalil [yang kuat] bersama Malik, atau Syafi'i, atau Abu Hanifah, atau Dzahiriyah, atau bersama ulama salaf lainnya maka ia [harus] mengikuti dalil tersebut, karena pijakannya adalah dalil. Sebagaimana firman Allah (Qs. An Nisa : 59) :
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)".
yaitu dalam permasalahan khilaf [perbedaan pendapat] dikembalikan kepada dalil.
Adapun permasalah ijma' [yang telah disepakati] maka tidak perlu diperdebatkan lagi, wajib bagi setiap muslim untuk mengambil apa yang disebutkan [ijma'] ulama dan tidak boleh menyelisihi mereka.
Sedangkan dalam permasalah khilaf dan perbedaan pendapat maka penuntut ilmu wajib melihat kepada dalil, jika nampak baginya dalil bersama Ahmad, atau Malik, atau Abu Hanifah, atau yang lainnya maka wajib baginya mengikuti dalil dan konsisten diatas dalil, tidak mengikuti hawa nafsu dan syahwat, tapi mengikuti dalil.
Jika ada seseorang yang berpindah dari madzhab ke madzhab lainnya karena mengikuti hawa nafsunya, apabila pendapat madzhab tertentu sesuai keinginanya ia pilih, atau memilih madzhab tertentu karena mengikuti syahwatnya maka ini tidak boleh, ini adalah mempermainkan. Tetapi jika seseorang berpindah dari satu pendapat madzhab ke madzhab lainnya karena melihat kepada dalil dan pendapat ulama serta merajihkannya dengan dalil bukan hawa nafsu maka yang demikian ini sikap terpuji dan mendapatkan pahala, inilah yang wajib dilakukan.
✏Fatawa Nur ala Ad Darbi __________
https://binbaz.org.sa/fatwas/5543/%D9%88%D8%AC%D9%88%D8%A8-%D8%A7%D8%AA%D8%A8%D8%A7%D8%B9-%D8%A7%D9%84%D8%AF%D9%84%D9%8A%D9%84-%D9%88%D8%A7%D9%86-%D8%AE%D8%A7%D9%84%D9%81-%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B0%D9%87%D8%A8
وفقني الله وإياكم لاتباع الحق والاستقامة عليه،.