Senin, 21 Oktober 2024

๐™๐™ž๐™ฃ๐™ฉ๐™ž๐™ -๐™๐™ž๐™ฃ๐™ฉ๐™ž๐™  ๐™๐™š๐™ฏ๐™š๐™ ๐™ž

๐™๐™ž๐™ฃ๐™ฉ๐™ž๐™ -๐™๐™ž๐™ฃ๐™ฉ๐™ž๐™  ๐™๐™š๐™ฏ๐™š๐™ ๐™ž

Jalur pergerakan rezeki itu unik, kadang bahkan tak bisa ditebak, tak mengenal batas usia, batas pengalaman, bakat, peluang, latar belakang akademis, atau apapun juga.

Maka jangan labuhkan kebergantunganmu pada apapun dan siapapun, kecuali kepada Allah, Ar Rozzaaq.

Hanya kepada-Nya kamu bisa memohon jenis rezeki yang mampu memahami kebutuhan kebahagiaanmu di dunia dan akhirat sana..

Karena hitung-hitungan bisnis, sehebat apapun analisa dan penjelajahannya, akhirnya harus patuh pada yang mereka sebut sebagai faktor 'luck' yang dalam tataran keimanan itu disebut 'qodar' yang sejatinya adalah hakikat dari rezeki itu sendiri...

Karena dalam pandangan manusia, faktor 'luck' itu seolah milik orang yang beruntung menjadi sukses secara finansial, menjadi kesohor, menjadi berkuasa dan sejenisnya.

Padahal dalam bahasa iman, kadang seseorang itu bisa saja menjadi lucky karena dia miskin, ketika Allah menyelamatkan dirinya dari kekayaan yang melenakan, atau lucky sebagai orang yang tak dikenal, karena Allah menyelamatkan dirinya dari popularitas yang menyesatkan...

Jadi si kaya dan si miskin, si lemah dan si penguasa, sama-sama dianggap beruntung ketika Allah menundukkan kondisi dirinya sebagai sebab dirinya masuk surga.

Dalam perjalanan hidup, pasti semua kita pernah menyaksikan keunikan tersajinya rezki buat sebagian orang dalam banyak hal, contohnya saja dalam dunia usaha dagang lintas masa.

Kadang kita melihat sebuah rumah makan yang menyajikan makanan yang super enak, murah, bersih, dengan lokasi parkir bagus, pelayanan ramah, dan berbagai atribut yang memantaskan rumah makan itu diserbu pembeli, namun kenyataannya malah selalu sepi.

Sebagian dari rumah usaha itu masih mampu bertahan lama dengan kondisi pelanggan dan pembeli seadanya, sementara sebagian lagi dengan cepat meninggalkan sejarah dunia usahanya...

Sebaliknya ada rumah makan yang sajian makanannya jauh dari kata 'enak', cenderung kotor, parkiran semrawut, pelayanan kasar, lokasinya sama sekali enggak strategis, tapi pembeli datang berduyun-duyun.

Salah seorang teman pernah membeli kuliner Mie Rebus dengan kriteria restoran yang disebut di atas, yang harus dibeli dengan antri super panjang, tapi tahu kah kawan, bahwa 10 bungkus Mie Rebus yang sudah susah payah dia beli itu untuk dimakan bersama-sama keluarga yang menunggu dalam kondisi perut lapar, ujung-ujungnya dipaksa menjadi penghuni tong sampah semuanya..

"Makanan enggak enak gini kok bisa laris banget?" umpat teman saya itu..

Saya kira terlalu banyak contoh yang bisa disebutkan, di mana setiap kita pasti pernah menjumpai pengalaman serupa.

Pakar bisnis bisa saja mengulik berbagai alasan dan sebab pada masing-masing kasus itu, kenapa yang ini laku dan itu tidak,  tapi yakinlah, bahwa dengan sebab dan alasan serta analisis yang sama, banyak rumah makan yang akhirnya bernasib berbeda. Di mana teori gagah terjegal ambruk di kaki realita.

Saya pernah melihat sebuah tongkrongan 'warung kopi' moderen, yang selalu dipenuhsesaki oleh pembeli, di mana mendapatkan lokasi parkir kosong  di situ dianggap super rezeki, padahal standar rasa makanan dan minumannya jauh di bawah warung serupa di sebelah kiri dan kanannya...

Saking ramainya, bahkan saat hujan lebatpun lokasi outdoornya masih saja dipenuhi pembeli,  di mana mereka harus menggunakan payung-payung buat menyeruput kopi mereka..

Di beberapa waktu lain, saya pernah singgah makan di resto yang sepi pengunjung tapi makanannya sangat lezat di lidah saya, harganya pun ramah di kantong saya, dan banyak teman yang saya ajak ke sana kemudian menyuarakan pendapat yang serupa, tapi beberapa masa sesudahnya, saat kami singgah di sana, tak ada lagi resto, tak tampak lagi sisa-sisa kehidupannya...

Maka, enggak ada teori hebat, lokasi bagus, kecakapan ragawi yang mencengangkan yang layak dijadikan benda di mana kita bertawakal kepadanya, di mana kita menyandarkan segala harapan pada bahu-bahu rapuhnya.

Ketika Allah sudah menetapkan, kita baru sadar bahwa kita betul-betul hanya manusia biasa yang bahkan bisa menjadi miskin dan kaya di waktu yang sama..

Karena definisi miskin dan kaya itu sendiri kerap dimanipulasi oleh ketamakan manusia..

(Kang Umar)
https://www.facebook.com/share/p/t2FUEoLxgJc3XoNX/