Pembagian tawasul dalam Islam terdiri dari dua kategori utama, yaitu tawasul yang diperbolehkan (masyru’) dan tawasul yang dilarang (mamnu’). Berikut adalah penjelasan rinci mengenai kedua kategori tersebut:
1. Tawasul Masyru' (yang Diperbolehkan dalam Syariat)
Tawasul yang diperbolehkan dalam syariat Islam memiliki beberapa bentuk:
Tawasul dengan Nama dan Sifat-sifat Allah
Memohon kepada Allah dengan menyebut nama-nama-Nya yang agung dan sifat-sifat-Nya yang sempurna. Contohnya adalah berdoa dengan menyebut, “Ya Allah, Engkau Maha Pengampun, ampunilah aku.”
Tawasul dengan Amal Sholeh
Memohon kepada Allah dengan menyebut amal baik yang telah dikerjakan dengan ikhlas. Misalnya, seseorang berdoa kepada Allah agar dikabulkan keinginannya dengan menyebut amal ibadah tertentu yang pernah dilakukannya karena Allah semata.
Tawasul dengan Doa Orang Sholeh yang Hidup dan Hadir
Meminta orang yang saleh, yang masih hidup, dan berada di tempat yang sama untuk mendoakannya kepada Allah. Misalnya, meminta doa kepada seseorang yang dianggap saleh untuk diberikan kesehatan atau keberkahan.
2. Tawasul Mamnu' (yang Dilarang)
Tawasul yang dilarang terdiri dari beberapa bentuk yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tauhid:
Tawasul Bid’i
Meminta tawasul dengan cara-cara yang tidak ada dasarnya dalam ajaran Nabi dan tidak dicontohkan oleh para sahabat. Ini termasuk menggunakan metode atau cara tawasul yang dibuat-buat, yang tidak disyariatkan.
Tawasul Syirki
Meminta kepada Allah melalui perantara makhluk yang sudah wafat atau benda tertentu, serta meminta doa kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa makhluk tersebut memiliki kekuatan untuk mendatangkan manfaat atau mudarat. Hal ini termasuk syirik karena menjadikan selain Allah sebagai perantara ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah.
Tawasul yang masyru' mendekatkan seseorang kepada Allah sesuai tuntunan syariat, sedangkan tawasul yang mamnu’ bertentangan dengan akidah tauhid dan berisiko mengarah pada syirik.
Ustadz Dr ali musri semjan putra Ma