FITNAH (KEJELEKAN) DISEBABKAN ISTRI DAN ANAK
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجِهَادٍ فِيْ سَبِيْلِهِ فَتَرَبَّصُوْا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ وَاللهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِيْنَ}
“Katakanlah: “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS. At-Taubah: 24)
Waspadalah wahai da’i dan penuntut ilmu yang tidak fokus dalam berdakwah atau dalam mengurus pesantren/madrasah yang menjadi tanggung jawabnya -yang ini termasuk jihad-: disebabkan pengaruh istri dan anaknya, yang menuntutnya untuk mencari dunia -walaupun dengan dalih: tambahan penghasilan-.
Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- berkata: “Betapa banyak kesempurnaan dan kesuksesan yang terluput dari hamba disebabkan istri dan anaknya.” [“’Uddatush Shaabiriin” (hlm. 66 -cet. Kairo)]
Ada seorang bertanya kepada Ibnu ‘Abbas -radhiyallaahu ’anhumaa- tentang tafsir ayat ini:
{يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ...}
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka;...” (QS. At-Taghabun: 14)
Ibnu ‘Abbas berkata: Mereka adalah para laki-laki penduduk Makkah yang masuk Islam dan ingin (hijrah) mendatangi Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-. Tapi istri dan anak-anak mereka tidak mau untuk membiarkan mereka mendatangi Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-. Tatkala (kemudian) mereka mendatangi Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan mereka mendapati manusia (para Shahabat yang lebih dahulu hijrah) telah faham terhadap agama (sedangkan mereka sendiri belum); maka mereka ingin menghukum (istri dan anak mereka) tersebut. Maka Allah -‘Azza Wa Jalla- turunkan:
{يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلاَدِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوْهُمْ...}
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka;...” (QS. At-Taghabun: 14)
[Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 3317) dan beliau berkata: Hasan Shahih]
Imam Al-Mubarokfuri -rahimahullaah- berkata dalam “Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ at-Tirmidzi” (IX/217):
“Firman Allah: “maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka” yakni: jangan sampai menta’ati istri dan anak untuk tertinggal dalam kebaikan; seperti jihad dan hijrah... Maka ada jenis istri dan anak yang memusuhi kalian dan menyibukkan kalian sehingga kalian tertinggal dari kebaikan dan dari keta’atan kepada Allah.”
Maka hendaknya seorang bersikap ARIF dan bijaksana dalam menyikapi hal ini.
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix