Minggu, 06 Oktober 2024

Al Hasan berpendapat bolehnya memberontak pemimpin yang zhalim. Ini memang madzhab sebagian salaf dahulu. Akan tetapi kemudian ada sebuah ketetapan untuk meninggalkan hal itu, karena justru menimbulkan dampak yang lebih fatal. Apa yang terjadi dalam peristiwa Al-Harrah dan Ibnul-Asy’ats menjadi pelajaran yang baik bagi orang yang mau mengambil pelajaran

Tidak perlu repot-repot mencarikan riwayat2 tambahan seputar  sahabat atau tabi'in yang khuruj atau memberontak, karena sebanyak apapun nukilan yang ada, itu terjadi sebelum ijma'. Artinya, nukilan Anda nggak akan laku, dan lagipula itu bukan hujjah.

Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan:

 كان يرى الخروج بالسيف على أئمة الجور وهذا مذهب للسلف قديم لكن أستقر الأمر على ترك ذلك لما رأوه قد أفضى إلى أشد منه ففي وقعة الحرة ووقعة بن الأشعث وغيرهما عظة لمن تدبر

"Al Hasan berpendapat bolehnya memberontak pemimpin yang zhalim. Ini memang madzhab sebagian salaf dahulu. Akan tetapi kemudian ada sebuah ketetapan untuk meninggalkan hal itu, karena justru menimbulkan dampak yang lebih fatal. Apa yang terjadi dalam peristiwa Al-Harrah dan Ibnul-Asy’ats menjadi pelajaran yang baik bagi orang yang mau mengambil pelajaran". [Tahdzibut Tahdzib, 2/288].

Imam Nawawi juga menyatakan:

 وقد ادعى أبو بكر بن مجاهد في هذا الاجماعَ، وقد رَدَّ عليه بعضهم هذا بقيام الحسين وابن الزبير وأهل المدينة على بني أمية، وبقيام جماعة عظيمة من التابعين والصدر الأول على الحجاج مع ابن الأشعث … قال القاضي: وقيل: إن هذا الخلاف كان أولًا، ثم حصل الإجماع على منع الخروج عليهم 

"Abu Bakar bin Mujahid mengklaim ijma' akan haramnya memberontak, kemudian sebagian orang membantahnya dengan membawakan kisah keluarnya Al Husain, Ibnuz Zubair, dan penduduk Madinah untuk memberontak kepada Bani Umayyah, dan keluarnya sejumlah besar tabi'in dan generasi awal menentang Al Hajjaj bersama Ibnul Asy'ats...

Al Qadhi menyebutkan salah satu takwil kenapa hal itu terjadi: Bahwa perbedaan pendapat ini memang terjadi di awal, kemudian SETELAH ITU MUNCUL IJMA' atau kesepakatan akan larangan memberontak kepada penguasa zhalim." [Syarh Shahih Muslim 12/539]

Kalaupun ada yang masih berpendapat berbeda setelah itu, maka dia menyelisihi ijma'. Imam An Nawawi mengatakan:

 وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق ، وأما الوجه المذكور في كتب الفقه لبعض أصحابنا أنه ينعزل ، وحكي عن المعتزلة أيضا ، فغلط من قائله ، مخالف للإجماع

"Ahlus Sunnah berijma' bahwa penguasa tidaklah diturunkan dengan sebab kefasikan. Adapun pendapat yang disebutkan di kitab-kitab fiqih milik sebagian ashhab kami (Syafi'iyyah) bahwa ia dilengserkan karena kefasikan, dan juga pendapat ini diriwayatkan dari Mu'tazilah, maka kelirulah orang yang berpendapat demikian, karena menyelisihi ijma'." (Syarh Shahih Muslim)

Lagipula... Perkara ini sudah dinyatakan sebagai salah satu ushul/pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah di berbagai kitab aqidah dari dulu sampai sekarang. Apakah kisah pemberontakan para salaf tersebut tidak diketahui oleh para ulama dan imam pengarang kitab-kitab aqidah ahlus sunnah sehingga mereka keliru menjadikannya sebagai prinsip aqidah? Kan tidak mungkin.

Jadi, sudahilah. Syubhat2 kalian itu sudah tuntas dijawab. Ada sebagian yang sudah diterjemahkan (di buku yg saya tulis "Fatwa Ulama seputar Penguasa di Era Kontemporer"), sebagian lagi belum, nunggu kalian posting lalu tinggal kami terjemahkan dari buku2 bantahan yang sudah ditulis para ulama. Daripada capek, sudahi saja ya.. Semoga Allah berikan hidayah untuk kita semua..
Ustadz ristiyan ragil