Berbaik sangka memang diperintahkan, dan sebaliknya berburuk sangka dihimbau untuk dihindarkan. Namun bukan berarti kita akan berbuat sesuka hati tanpa menjaga marwah diri, kemudian setelah itu menuntut untuk tetap disangkai baik dan tetap dimaklumi.
Diriwayatkan bahwa dahulu Umar bin al-Khaththab radiallahu 'anhu pernah berkata:
مَنْ عَرَّضَ نَفْسَهُ لِلتُّهْمَةِ فَلَا يَلُومَنَّ مَنْ أَسَاءَ الظَّنَّ بِهِ
"Barang siapa yang sengaja memasukkan dirinya dalam posisi-posisi yang dicurigai maka jangan sekali-kali dia menyalahkan siapa pun yang (pada akhirnya) berburuk sangka kepadanya." [Dibawakan oleh Imam Ibn Abi ad-Dunia dalam kitabnya ash-Shamt, Imam al-Kharaithi dalam kitabnya Masawi' al-Akhlaq, dan Imam Abu Daud dalam kitabnya az-Zuhd]
Marwah diri harus tetap dijaga. Bahkan dahulu Imam asy-Syafi'i rahimahullah pernah berkata:
وَاللَّهِ لَوْ عَلِمْتُ أَنَّ الْمَاءَ الْبَارِدَ يَثْلِمُ مِنْ مُرُوءَتِي شَيْئًا مَا شَرِبْتُ إِلَّا حَارًّا
"Demi Allah, sekiranya aku mengetahui bahwa (meminum) air dingin bisa merobek marwahku maka aku tidak akan meminum kecuali (air) yang hangat." [Dibawakan oleh Imam Ibn Abi Hatim dalam kitabnya Adab asy-Syafi'i wa Manaqibuh]
Ustadz zainul arifin