Saya saja sampai bingung, baru kali ini sptnya melihat alim ulama di depan mata, waktunya hanya dipenuhi dengan belajar, belajar, belajar. Duduk diatas kursinya, bersama kitab dan buku tulis, beserta laptopnya. Berjam-jam dihabiskan untuk mentelaah kitab dan menyiapkan materi pelajaran yang akan diajarkan. Bayangkan, dari habis Subuh beliau muroja'ah Alquran bersama anaknya, sampai jam 7 lalu masuk kerumahnya untuk sarapan dan bersiap, hanya setengah jam saja, tepat sebelum jam 8 kembali ke Masjid dan mengatur jalannya pembelajaran, dari pagi hari itu beliau mengajar dan belajar, tak ada beliau kembali kerumahnya, duduk di atas kursinya di masjid. Lalu jam 11 beliau kembali untuk istirahat, dan itupun membawa kitab yang akan beliau ajarkan nanti setelah Dzuhur. Bahkan setelah Dzuhur, langsung mengisi dars Amm dan tidak kembali kerumah, dilanjutkan sampai setengah 3 sore hari, belajar kembali di masjid, duduk diatas kursinya. Hanya setengah jam sebelum waktu Ashar beliau istirahat di rumahnya. Dan, sehabis Ashar pun beliau belajar kembali mempersiapkan bahan ajarnya untuk Maghrib, beliau masuk kerumah ketika jam setengah 6, mungkin ada 15 menit menuju Maghrib, kembali sehabis Maghrib beliau mengisi pelajaran sampai adzan Isya, sehabis Isya beliau kembali belajar sampai jam 10 lalu kembali kerumahnya. Itulah keseharian beliau, syeikhuna Muhammad Ibn Qosim Al-Hammadi hafidzahullah, nama beliau mungkin jarang didengar ditelinga kita, beliau merupakan murid seniornya syeikh Muqbil Al-Wadi'i Rahimahullah, beliau keluar dari dar jauh sebelum syeikh Muqbil wafat, beliau lama berdakwah di Taiz, dan beliau pun berkeliling dari masjid ke masjid lainnya, belum punya markiz saat itu, maka dari itu barangkali sebab beliau kurang di kenal di luaran Taiz, Alhamdulillah Allah mudahkan dakwah beliau akhirnya membuat markiz sekitar 3 atau 4 tahun lalu, di daerah bernama Markiz di mudiriah Syamayatayn. Beliau orang yang sederhana, bahkan beliau nggak punya penjaga walaupun sekelilingnya banyak orang-orang yang punya pandangan buruk terhadap salafi, jelas karna di sini kebanyakan punya pemikiran IM. Tapi Allah jaga beliau dan markiz beliau untuk tetap berjalan. Mungkin ilmu bisa kita dapatkan dari mana saja, sekarang banyak tersebar, apapun yang mau kita cari pasti ada, akan tetapi yang tak akan kita dapatkan adalah pelajaran hidup, adab dan akhlak mereka, suluk yang mereka jalani sehari-hari tak akan kita dapatkan kecuali dengan hidup bersama mereka. Kesederhanaannya, kebaikannya, tarbiyah mereka, ilmu bukan hanya sekedar ma'lumat, akan tetapi amal lah yang menandakan bahwa ilmunya bermanfaat.
Sebenarnya banyak kejadian yang saya lihat di Yaman mungkin hanya bisa terjadi sedikit sekali di Indonesia, salah satunya ulama-ulama senior ketika datang ulama lainnya, mereka berusaha mencatat faidah yang diberikan, saling mengundang satu sama lain untuk memberikan faidah-faidah kepada thullab, bahkan ini sering, sekali sepekan.
Banyak yang punya gelar, tapi mereka nggak sungkan untuk mengajar di masjid, bahkan ikut belajar kembali, boleh saya bilang, salah satu pengajar di markiz ini adalah S2 Madinah, tapi tidak ada beliau sama sekali malu untuk duduk bersimpuh belajar kembali, padahal mungkin materi tsb cocok untuk pemula.
Dan juga kesederhanaan syeikh Muhammad beliau pernah pergi, disaat cuaca yang dingin, umur yang sudah tak muda lagi, masih kuat naik motor 2 jam untuk mengisi khutbah di kota Taiz, beliau sangat sayang dengan orang Indonesia, sangat memfasilitasi, membuka kesempatan, karna beliau tau orang Indonesia tidak akan lama di Yaman, dan banyak kisah lain yang tak bisa saya jelaskan disini.
Yaman - Darul Hadist Markiz Harasahallah.
Ustadz daffa