Catatan pribadi tentang tarjih dan keluar dari pendapat mazhab
1. Pada dasarnya, keluar dari sebagian pendapat muktamad mazhab bukan berarti keluar dari mazhab itu sendiri. Biasanya keluar dari pendapat muktamad mazhab karena ada hajat syar'i atau ada kesulitan.
2. Selain terseleksi, kelebihan pendapat muktamad mazhab adalah bisa dipastikan bukan pendapat yang "nyeleneh". Oleh sebab itu, perlu memahami dengan baik lebih dahulu dalil pendapat muktamad mazhab sebelum keluar darinya.
3. Setelah itu mencari pendapat "Ashhabul Wujuh" intern mazhab lebih dahulu. Mengapa demikian? Konsistensi dengan Usul Mazhab yang selama ini menjadi fondasi fikih yang dianut lebih terjamin. Kemudian mengomparasikan dengan pendapat dari mazhab yang lain jika diperlukan.
4. Apabila ada kecenderungan untuk mengadopsi pendapat mazhab yang lain atas dasar pendalilan yang tampak lebih kuat, usahakan untuk mendahulukan pendapat mujtahid mutlak yang memiliki kedekatan Usul dengan mazhabnya, kemudian mujtahid "empat mazhab" yang memenuhi syarat berijtihad sendiri
5. Mengapa bertaklid kepada pendapat fukaha yang tidak berafiliasi kepada "empat mazhab" cenderung dihindari? Ada tantangan tersendiri, khususnya dalam menghadapi persoalan baru yang belum ada sebelumnya, yaitu kesulitan dalam memverifikasi kesesuaian hasil istinbat dengan Usul imam dari selain "empat mazhab"
6. Kutipan penjelasan dari Ibnu Taimiyyah sebagai penutup
ليس كل ما اعتقد فقيه معين أنه حرام كان حراما؛ إنما الحرام ما ثبت تحريمه بالكتاب أو السنة أو الإجماع أو قياس مرجح لذلك وما تنازع فيه العلماء رد إلى هذه الأصول، ومن الناس من يكون نشأ على مذهب إمام معين أو استفتى فقيها معينا أو سمع حكاية عن بعض الشيوخ فيريد أن يحمل المسلمين كلهم على ذلك وهذا غلط ولهذا نظائر
مجموع الفتاوي: ٢٩ / ٣١٥، ٣١٦
Kredit foto teks di bawah ini untuk Natsier
Ust Ferry