Sabtu, 21 Agustus 2021

Setiap muslim hendaknya paham bahwa idealnya, pemimpin tidaklah dipilih berdasarkan kehendak rakyat umum, akan tetapi lewat musyawarah orang-orang terpilih yang disebut dengan ahlul hall wal 'aqd.

Setiap muslim hendaknya paham bahwa idealnya, pemimpin tidaklah dipilih berdasarkan kehendak rakyat umum, akan tetapi lewat musyawarah orang-orang terpilih yang disebut dengan ahlul hall wal 'aqd.

Dan paham bahwa hukum tidaklah ditentukan berdasarkan kehendak rakyat atau perwakilan rakyat, melainkan wajib berasal dari Al Hakim Tabaraka wa Ta'ala. Kecuali yang Dia mandatkan kepada manusia untuk mereka tentukan sendiri berupa siyasah syar'iyyah.

Oleh sebab itu, karena pemilihan pemimpin berdasarkan suara terbanyak rakyat umum bukanlah dari syariat Islam, dan penentuan hukum berdasarkan kehendak rakyat bukan pula dari syariat yang mulia ini. Maka setiap muslim mestinya punya sikap bara' (berlepas diri) dan membenci hal-hal yang bertentangan dengan syariat.

Jika memang diharuskan untuk berpartisipasi dalam pemilihan tersebut, maka semata karena mengambil kerusakan yang terkecil dari dua kerusakan yang tidak bisa dihindari. 

Dan jika tidak ada keharusan, maka semestinya sikap seorang muslim adalah menunjukkan bara'ah/penentangan dengan tidak berpartisipasi.

Ini yang kami yakini sebagai sikap yang pertengahan.
Ustadz Ristiyan Ragil 
https://www.facebook.com/670058189/posts/10159106706703190/

Tambahan :

Nyoblosnya sendiri bukan ushul.. Ma'ruf kalau itu ijtihadiyah..

Tapi yang melandasi kenapa dia nyoblos, bisa jadi masuk kepada ushul.. Ini yang akan membedakan kita dengan ahli bid'ah yang fokus pada kekuasaan.. Kalau kita tidak... kita hanya fokus pada dakwah tauhid, bukan kekuasaan.. dan nyoblos karena menghindari mafsadah yang lebih besar, bukan karena kekuasaan..

"Trus kalau salafi nggak berkuasa, kapan bisa menerapkan hukum Allah?"

Allah akan beri kekuasaan kalau kita bertauhid dan beramal shalih, baca QS An Nuur: 55. Kalau kita memaksakan berkuasa dengan cara kudeta sekalipun dalam kondisi rakyat belum terdidik dengan syariat, maka tinggal menunggu bom waktu kita akan diberontak. Pengalaman yang sudah2 telah membuktikan.

Lha sekarang menyiapkan rakyat agar terdidik dengan satu syariat saja yaitu "taat waliyyul amr", susahnya minta ampun salah satunya gara2 banyak da'i yang menggembosi masalah ini, memprovokasi agar rakyat membenci dan tidak mengakui penguasanya.. Kalau seperti ini gimana syariat lainnya yang merupakan derivat dari syariat tsb bisa ditegakkan?
Ustadz Ristiyan ragil