Fatwa Syaikh Sa’ad Asy Syatsri
Beliau mengatakan:
“Tidak diragukan, upaya pencegahan penyakit untuk menjaga nyawa dan menghentikan penyebaran penyakit merupakan perkara taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, merapatkan shaf adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Namun perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak.
Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.723, Muslim no.433)
Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab bukan termasuk rukun atau wajib shalat. Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
وأَقِيمُوا الصَّفَّ في الصَّلَاةِ، فإنَّ إقَامَةَ الصَّفِّ مِن حُسْنِ الصَّلَاةِ
”Luruskanlah shaf dalam shalat, karena lurusnya shaf dalam shalat adalah bagian dari bagusnya shalat” (HR. Bukhari no. 722, Muslim no.435).
Menunjukkan bahwa merapikan shaf itu sunnah tidak wajib. Karena andaikan itu wajib maka tidak disebut “bagian dari bagusnya shalat”. Karena unsur bagus dari sesuatu berarti unsur tambahan dari sesuatu tersebut.
Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:
ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ
“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).
Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib. Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang ia menyelisihi para fuqaha. Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.
Di posting oleh Ustadz Amir as soronji dalam grup wa masjid Al Mukmin Yogyakarta