Senin, 09 Agustus 2021

Antara sesama Ulama Ahlus sunnah saling Mencintai walaupun Terjadi Perbedaan Pendapat

Antara sesama Ulama Ahlus sunnah saling Mencintai walaupun Terjadi Perbedaan Pendapat

Katika ada Ulama yang menyalahkan ijtihad para Ulama lainnya, itu bukan berarti ia membenci mereka, tetapi karena dalil yang ia dapatkan lebih ia agungkan daripada ijtihad mereka yang dianggapnya bertentangan dengan dalil itu. Adapun sikap saling menghormati, akan selalu dijunjung oleh kedua belah pihak tersebut, karena mereka semua adalah Ulama.

Al-Haafizh Ibnu Rajab -rahimahullah- berkata:

“Kewajiban atas seseorang yang sampai padanya perintah Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- serta mengetahuinya, adalah: menjelaskan perintah Rasul tersebut kepada umat, dan menasihati mereka, serta memerintahkan mereka untuk ittiba’ (mengikuti) perintah tersebut; walaupun hal tersebut menyelisihi pendapat (ulama) yang diagungkan oleh umat ini! Karena perintah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih berhak untuk lebih diagungkan dan diikuti daripada pendapat ulama teragung manapun yang menyelisihi perintah Rasul dalam sebagian perkara karena kekeliruan (ijtihadnya).

Dengan itu, maka dahulu para Sahabat Nabi dan juga generasi setelah mereka; membantah siapa saja (di antara sesama mereka) yang menyelisihi sunnah yang shahih, bahkan terkadang mereka pun bersikap keras dalam membantah, dan itu bukan karena kebencian di antara mereka, bahkan telah tertanam di dalam jiwa mereka kecintaan dan pengagungan terhadap siapapun yang mereka bantah itu. Akan tetapi, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lebih mereka cintai, dan perintahnya di atas (derajat) perintah seluruh makhluk. Sehingga tatkala perintah Rasul bertentangan dengan perintah selainnya, maka tentu perintah Rasul lebih berhak untuk didahulukan dan diikuti!

Sikap pengagungan terhadap ulama (yang ijtihadnya) menyelisihi perintah Rasul walaupun penyelisihannya itu dapat diampuni oleh Allah; hal itu tidak boleh menghalangi ulama lainnya untuk lebih mendahulukan perintah Rasul, bahkan ulama yang kesalahan (ijtihadnya) diampuni tersebut tidak tercela untuk tidak diikuti tatkala jelas-jelas bertentangan dengan perintah Rasul.” -Selesai nukilan-
(Dinukil dari Shifatush Shalaah An-Nabiy, karya Al-Albani. Cet. 3, hlm. 48-49)

Karena itu, ternyata perbedaan pendapat para Ulama itu telah terjadi sejak generasi awal umat ini, namun perbedaan tersebut adalah dalam rangka konsekuensi usaha dalam menjunjung tinggi Sunnah Rasul, baik yang membantah maupun yang dibantah, Bukan dalam rangka fanatik pribadi tertentu selain terhadap Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hal itu terbukti dari kecintaan dan pengagungan di antara sesama mereka walaupun mereka berbeda pendapat dan saling berbantah.
Tentu, cinta dan pengagungan itu tidak terwujud pada orang-orang yang saling menjuluki dengan sebutan yang buruk atau "nyinyir" kepada pihak yang bersebrangan.

Jika memang perbedaan pendapat itu selalu ada, maka mari kita mengikuti sikap para Ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan tersebut, yaitu menjunjung tinggi Sunnah Rasul dan tetap saling menjaga adab serta menumbuhkan cinta kepada para Ulama.

Baarakallah fiikum

Ditulis oleh: Mochammad Hilman Al-Fiqhy