Kamis, 20 Maret 2025

Dalil-Dalil yang Menunjukkan Haramnya Ikhtilat (Percampuran Laki-Laki dan Perempuan Tanpa Hijab)

Dalil-Dalil yang Menunjukkan Haramnya Ikhtilat (Percampuran Laki-Laki dan Perempuan Tanpa Hijab)

1. Dalil dari Al-Qur’an

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan aturan mengenai pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa ayat berikut:

a. Perintah Menjaga Pandangan

Allah berfirman:

‎قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا يَصْنَعُونَ ۝٣٠
‎وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ…

(QS. An-Nur: 30-31)

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga pandangan serta menjaga kemaluan mereka. Jika ikhtilat diperbolehkan tanpa batas, maka perintah ini akan sia-sia karena akan sulit bagi seseorang untuk menundukkan pandangannya dalam percampuran bebas.

2. Dalil dari Hadits Nabi ﷺ

a. Larangan Berduaan dengan Lawan Jenis

Rasulullah ﷺ bersabda:

‎لَا يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلَّا وَمَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita kecuali jika bersamanya ada mahramnya.”

(HR. Bukhari No. 5233 dan Muslim No. 1341)

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam melarang seorang laki-laki dan perempuan untuk berduaan, apalagi bercampur tanpa batas.

b. Larangan Masuk ke Rumah Wanita yang Ditinggal Suaminya

Rasulullah ﷺ bersabda:

‎إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Janganlah kalian masuk ke tempat para wanita (yang bukan mahram kalian).” Lalu seorang laki-laki dari Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?” Rasulullah menjawab, “Ipar itu adalah kematian.”

(HR. Bukhari No. 5232 dan Muslim No. 2172)

Hadits ini menunjukkan betapa bahayanya ikhtilat yang bisa membawa kepada fitnah dan kerusakan moral.

C. Rasulullah ﷺ melihat wanita bercampur dengan laki-laki di jalan, lalu bersabda:

‎“استأخِرْنَ، فإنه ليس لكُنَّ أنْ تَحقِقْنَ الطَّريقَ، عليكُنَّ بحافَّاتِ الطَّريقِ”

“Mundurlah kalian (wahai para wanita), karena kalian tidak boleh berada di tengah jalan, hendaklah kalian berjalan di pinggir jalan!”

(HR. Abu Dawud No. 5272, dinilai hasan oleh Al-Albani)


Penjelasan Hadits

1. Sebab Nabi ﷺ Mengucapkan Hadits Ini

Hadits ini disampaikan Nabi ﷺ ketika melihat kaum wanita bercampur dengan kaum laki-laki di jalan, sehingga beliau memerintahkan mereka untuk berjalan di pinggir jalan agar tidak terjadi percampuran bebas (ikhtilat) dan tidak menimbulkan fitnah.

2. Makna “عليكن بحافات الطريق”
‎ • الحافات (hafaat) adalah bentuk jamak dari حافة (haffah) yang berarti sisi atau pinggir jalan.
 • Maknanya adalah bahwa wanita diperintahkan untuk berjalan di tepi jalan dan tidak berjalan di tengahnya.
 • Hikmah dari perintah ini adalah untuk menjaga kehormatan wanita, menghindari fitnah, dan membatasi interaksi yang tidak diperlukan antara laki-laki dan perempuan.

3. Hikmah dan Pelajaran dari Hadits Ini

a. Larangan Ikhtilat di Jalanan

Hadits ini menunjukkan bahwa Islam mengatur adab pergaulan di tempat umum. Wanita diperintahkan untuk menjaga diri dengan tidak bercampur dengan laki-laki, bahkan dalam hal sekecil berjalan di jalan.

b. Menjaga Kehormatan dan Rasa Malu

Islam sangat menjaga kehormatan wanita dan mengajarkan mereka untuk tidak menampakkan diri secara mencolok di tempat umum. Oleh karena itu, perintah untuk berjalan di pinggir jalan adalah bentuk penjagaan terhadap adab dan kehormatan wanita.

c. Menjaga Pandangan dan Menutup Pintu Fitnah

Ketika wanita berjalan di tengah jalan, ada kemungkinan besar ia akan menjadi pusat perhatian, yang dapat menimbulkan fitnah bagi dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar wanita menjaga diri dengan cara yang lebih aman.

d. Prinsip Umum dalam Islam: Mencegah Bahaya Lebih Utama

Dalam kaidah fiqh disebutkan:

‎“دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ”
“Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada meraih manfaat.”

Perintah ini adalah bagian dari prinsip ini, yaitu menghindari potensi gangguan dan fitnah sebelum terjadi.
Ustadz ahmad zainudin al banjari