Jumat, 07 Maret 2025

MAJALAH "TABLIGH" EDISI RAMADHAN 1446 H /2025 M MEMBAHAS JEJAK PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM MUHAMMADIYYAH

MAJALAH "TABLIGH" EDISI RAMADHAN 1446 H /2025 M MEMBAHAS JEJAK PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH DALAM MUHAMMADIYYAH

Kedekatan para tokoh Muhammadiyah dengan ulama "pembaharu" sudah bukan rahasia lagi, sebagaimana KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyyah) yang mengadopsi pemikiran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam memurnikan ajaran Islam, Muhammad bin Abduh yang fokus dalam bidang pendidikan, dan Jalaluddin Al Afghani dalam bidang politik.

Tidak heran bila gerakan dakwah yang digagas oleh KH. Ahmad Dahlan ini mendapatkan tantangan yang berat dimasa hidupnya, khususnya saat berhadapan dengan kaum tradisional dan abangan waktu itu 

Dalam hal apa pemikiran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang diadopsi oleh KH. Ahmad Dahlan? Inilah cuplikannya:

"Khazanah pemikiran yang dirintis oleh Ibnu Taimiyyah terus berkembang dan memperkaya sejarah intelektual Islam. Pemikiran Ibnu Taimiyyah juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada gerakan pemurnian Islam di Nusantara, seperti Muhammadiyyah, Al Irsyad, dan Persatuan Islam (PERSIS), yang muncul pada awal abad ke-20....."

"Beberapa sumber menyebutkan bahwa diantara kitab yang dibaca oleh KH. Ahmad Dahlan adalah kitab "At Tawassul wal Washilah" karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Kitab tersebut membahas konsep tawassul, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui perantara. Konsep tawassul yang dipahami oleh Muhamadiyah mengadopsi dari Ibnu Taimiyyah...."

Kesimpulannya, keberadaan Muhammadiyyah sebagai gerakan purifikasi tidak bisa lepas dari pemikiran dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Namun saat ini ada pihak-pihak tertentu yang mencoba mengalihkan kepada isu-isu lain untuk memberi kesan tidak ada kesamaan antara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dengan Muhammadiyyah; dari persoalan "Hudutsul 'alam", "metode Itsbat sifat Khobariyah, hadits "Muhammad duduk bersama Allah di atasy 'Arsy" dll dan dikesankan Syaikhul Islam dikesankan berbeda dengan aqidah Hanabilah, padahal tidak ada bukti yang memverifikasi hal tersebut, bahkan sebaliknya, para ulama Hanabilah selama 5 abad, dimulai dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah hidup hingga masa imam As-Saffariniyy, mereka semua sepakat atas lurusnya Aqidah Syaikhul Islam dan menempati kedudukan tinggi dan terhormat.

Apakah para ulama Hanabilah selama 5 Abad membohongi ummat untuk membela orang yang "mulhid" (menyimpang) dan sesat? Ada kesalahpahaman, sikap "ghuluw", bahkan sikap zalim disini. 

Mari kita perbanyak literasi, dan ketakwaan.

Kamis, 06 Maret 2025

Salah satu kaedah masyhur di kalangan para fuqaha:الخروج من الخلاف مستحب"Keluar dari khilaf para ulama dianjurkan"

📚Salah satu kaedah masyhur di kalangan para fuqaha:
الخروج من الخلاف مستحب

"Keluar dari khilaf para ulama dianjurkan"

📖Maknanya: Bersikap mencari aman (ihthiyath) tatkala terjadi khilaf di antara para ulama, agar terlepas dari perkara yang masih samar-samar. Biasanya terjadi antara dua pendapat yang mewajibkan dan yang tidak mewajibkan, yang mengharamkan dan yang membolehkan, dll. 

📝Contohnya: Dalam madzhab Syafi'i, cukup menunaikan kewajiban membasuh kepala dengan membasuh sebagian saja tatkala wudhu. Namun dianjurkan untuk membasuh seluruhnya agar keluar dari khilaf ulama yang mewajibkan membasuh kepala secara keseluruhan, yakni Hanabilah dan Malikiyyah. 

📋Dan kaedah ini memiliki syarat, salah satunya: pendapat yang saling berselisih kuat. Adapun jika salah satu pendapat lemah atau bahkan menyelisihi sunnah dan ijma', maka tidak berlaku kaedah ini, dan dipakai pendapat pihak yang kuat. 

🗓Salah satu kasus di madzhab Syafi'i tentang makmum masbuq yang mendapatkan ruku' bersama imam. Mu'tamad madzhab bahwa makmum dihitung mendapatkan rakaat bersama imam. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa di sini makmum tidak dihitung mendapatkan satu rakaat, dan ini pendapat yang lemah karena menyelisihi dalil yang shahih. 

Imam Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah berkata di dalam "Tuhfatul Muhtaj":

وبه علم أنه لا يسن الخروج من خلاف جمع من أصحابنا وغيرهم أنه لا يدركها لمخالفتهم لسنة صحيحة

Imam al-Izz Ibnu Abdissalam rahimahullah menyebutkan di dalam "al-Qawa'id al-Kubra":

والضابط في هذا أن مأخذ المخالف إن كان في غاية الضعف والبعد من الصواب فلا نظر إليه ولا التفات عليه 

🖋Permasalahan ini kembali kepada apakah khilaf yang terjadi mu'tabar atau tidak. Karena tidak seluruh khilaf yang terjadi di kalangan para ulama itu mu'tabar. Hal ini mengingatkan kepada kita bahwa perkataan para ulama itu tidak ma'shum, dan kita diperintahkan untuk mengikuti pihak yang berpegang dengan dalil.
Ustadz muhammad taufiq

Rabu, 05 Maret 2025

Hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa Allah adalah penyebab segala sebab dan yang memudahkannya. Maka waspadalah agar tidak terpesona oleh dirimu sendiri, kecerdasanmu, dan kepintaranmu, karena sesungguhnya hal itu adalah kebinasaan

Imam As-Sa'di rahimahullah berkata:
"Hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa Allah adalah penyebab segala sebab dan yang memudahkannya. Maka waspadalah agar tidak terpesona oleh dirimu sendiri, kecerdasanmu, dan kepintaranmu, karena sesungguhnya hal itu adalah kebinasaan."

(Ar-Riyadh An-Nadhirah, 184)
ustadz noor akhmad setiawan 

Sekiranya aku mengetahui bahwa air dingin bisa mengurangi muru’ah (marwah)-ku niscaya aku tidak akan pernah meminumnya

Diriwayatkan bahwa Imam Asy-Syafi’i rahimahullah pernah berkata,

لَوْ أَعْلَمُ أَنَّ الْمَاءَ الْبَارِدَ يَنْقُصُ مِنْ مُرُوءَتِي مَا شَرِبْتُهُ

“Sekiranya aku mengetahui bahwa air dingin bisa mengurangi muru’ah (marwah)-ku niscaya aku tidak akan pernah meminumnya.”

(Dibawakan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Siyar Al-A’lam An-Nubala’, 10/89, cet. Muassasah Ar-Risalah)

Menurut Imam Ibnu Jamaah rahimahullah, bahwa seorang guru hendaklah tidak melakukan sesuatu yang bisa mengurangi muru’ah (marwah)-nya, atau sesuatu yang dipandang buruk secara zahir, meskipun bisa jadi itu termasuk sesuatu yang mubah*. (Kitab Tadzkirah As-Sami’, halaman 51, cet. Dar Al-Basyair Al-Islamiyyah)

—————————
*maka bagaimana lagi dengan sesuatu yang divonis haram oleh mayoritas ulama.
Ustadz zainul arifin 

Ayah itu lebih berhak untuk ditaati, sedangkan ibu lebih berhak untuk mendapatkan bakti

Kapan pulang? Tanya kami pada seorang santri yang sedang mengaji sendiri di sudut gazebo

"Insyaallah dapat kloter 1 di tanggal 16 Maret ustadz" jawabnya riang sambil sedikit tersenyum

Kalo liburan awal berarti jatah liburnya banyak, mau ngapain di rumah?

"Insyaallah bantu-bantu ibu di warung ustadz, ibu sering kelihatan capek tiap hari buka tutup warung"

Masyaallah... Iya, bagus itu selain Murojaah hafalan membantu dan berbakti kepada orang tua adalah hal yang paling utama dilakukan ketika liburan, Baarakallahu fiikum semoga nanti lancar liburannya

Na'am, ustadz Aamiin.

Di atas adalah sebuah percakapan singkat kami dengan salah satu santri yang berasal dari luar Jawa, yang sudah menabung rindu cukup lama agar bisa sejenak kembali ke kampung halaman.

Yah, demikianlah rindu membua pertemuan berikutnya semakin indah dan bermakna.

Teringat perkataan Abdullah bin Mubarak:

الأب أحق بالطاعة، والأم أحق بالبر

"Ayah itu lebih berhak untuk ditaati, sedangkan ibu lebih berhak untuk mendapatkan bakti." (Al-Jadd Al-Hatist, Abdul Karim Al-'Aamiri)

Semoga para santri Pondok Pesantren Hamalatul Quran dapat mencapai target liburan Ramadhan ini, dan ketika liburan nanti dapat berbakti dengan baik kepada kedua orang tua mereka.

Selasa, 04 Maret 2025

"Demi Allah, tidaklah Khawarij memiliki jama'ah kecuali Allah pasti mencerai-beraikannya atas buruknya keadaan mereka".

Seorang tabi'in Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata:

فوالله ما كانت للخوارج جماعة قط إلا فرقها الله على شرّ حالاتهم. 

"Demi Allah, tidaklah Khawarij memiliki jama'ah kecuali Allah pasti mencerai-beraikannya atas buruknya keadaan mereka". (Muktashar Tarikh Dimasyq). 

Beliau juga mengatakan: 

ما اجتمعتِ الأمَّة على رجلٍ قطُّ من الخوارج، ولو أمكن اللهُ الخوارجَ من رأيهم، فسَدتِ الأرض.. 

"Umat tidak pernah berkumpul atas seorang pun dari kalangan khowarij, jika Allah perkenankan khowarij dengan pendapat mereka niscaya rusaklah dunia..'' (Muktasr Tarikh Dimasyq).
Al hikmah wal atsar 

Presiden dan Waliyyul Amr

Presiden dan Waliyyul Amr 

Muncul syubhat usang yang mengatakan bahwa presiden bukan waliyyul amr dan bahkan hal tersebut katanya merupakan pendapat sebagian masyayikh salafi kontemporer, saya sendiri tidak tahu siapa masyayikh yang dimaksud karena tidak disebutkan namanya.

Memang situasi seperti sekarang adalah kesempatan yang empuk untuk mulai menghembuskan pemikiran-pemikiran semacam itu.

Betul bahwa pemimpin yang ideal adalah yang mengurusi dunia sekaligus agama. Ibnu Taimiyyah mengatakan:

وقد كان النبي صلى الله عليه وسلم وخلفاؤه الراشدون يسوسون الناس في دينهم ودنياهم , ثم بعد ذلك تفرقت الأمور, فصار أمراء الحرب يسوسون الناس في أمر الدنيا والدين الظاهر, وشيوخ العلم والدين يسوسون الناس فيما يرجع إليهم فيه من العلم والدين، وهؤلاء أولوا أمر تجب طاعتهم فيما يأمرون به من طاعة الله

"Dulu Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- dan para khulafa rasyidun mengatur untuk manusia urusan agama dan dunia mereka. Kemudian setelah itu terjadi pemisahan kepemimpinan. Sehingga para panglima memimpin manusia dalam urusan dunia dan syiar agama yang bersifat lahiriyah, sedangkan para ulama memimpin menusia dalam urusan ilmu dan agama. Mereka semua adalah ulil amri yang wajib untuk ditaati perintahnya, berupa ketaatan kepada Allah." (Majmu Fatawa)

Jika kita lihat penjelasan beliau dan juga para ulama lain, perkara agama yang diatur oleh umara adalah perkara agama yang zhahir, seperti shalat, puasa, zakat, haji, jihad, dan peradilan. 

Namun perlu diingat bahwa kesempurnaan pemerintah dalam menegakkan semua bab tersebut bukanlah syarat dia masih disebut waliyyul amr yang ditaati. Dalam hadits sangat jelas bahwa Nabi menyebutkan karakter2 pemimpin yang tidak menjalankan agama dengan benar, mementingkan diri sendiri, dll namun tetap diperintahkan untuk taat dalam perkara yang ma'ruf.

Jadi kalau hanya karena pemerintah tidak menjalankan sebagian kewajibannya lantas tidak disebut pemimpin yang ditaati dalam hadits, maka hadits-hadits tentang pemimpin menjadi tidak berlaku! Dan tujuan kepemimpinan dalam Islam berkaitan dengan keteraturan, keamanan, dlsb semakin tidak tercapai! Ini sangat berbahaya.

Cobalah itu orang-orang yang katanya cuma taqlid ke ulama, untuk bersikap konsisten tidak ujug2 berijtihad sendiri dalam perkara-perkara besar seperti ini.

Ustadz ristiyan ragil 

Syaikh 'Ali Ath Thanthawi:

Syaikh 'Ali Ath Thanthawi:

"Adapun pertanyaan Anda soal kenapa aku mencukur jenggot, maka demi Allah aku tidak akan mengoleksi buruknya perbuatan sekaligus buruknya perkataan di dalam diriku. Aku tidak akan menutupi kebenaran hanya karena aku sendiri menyelisihinya, dan aku tidak akan berdusta atas nama Allah dan juga manusia.

Aku mengakui bahwa diriku bersalah dalam masalah ini, dan aku berusaha terus menerus untuk meninggalkan kesalahan ini. Akan tetapi hawa nafsu mengalahkanku, dan juga karena kuatnya kebiasaan masyarakat dalam mencukur jenggot. Aku memohon kepada Allah agar Dia menolongku untuk bisa memelihara jenggot. Dan berdoalah kepada Allah karena doa seorang mukmin kepada mukmin lainnya dalam kesendirian, tidak akan tertolak, insyaAllah."

[Ma'an Naas, hal 131]

Pesan moral: Lebih baik mengaku keliru dan tidak mampu daripada banyak mencari-cari pembenaran.

Ustadz ristiyan ragil